tag:blogger.com,1999:blog-22370781635844986982023-07-17T21:36:40.402-07:00ridwan setiawanblog ini diperuntukkun untuk perkembangan keilmuan keperawatanridwanhttp://www.blogger.com/profile/02054077052225308649noreply@blogger.comBlogger13125tag:blogger.com,1999:blog-2237078163584498698.post-4947988191329283992008-12-09T17:45:00.000-08:002008-12-09T17:46:05.309-08:00pendanaan jamkesmasMekanisme Pendanaan <br />SUMBER DAN ALOKASI DANA <br /><br />Sumber Dana berasal dari APBN sektor Kesehatan Tahun Anggaran 2008 dan kontribusi Pemerintah Daerah (Pemda). Kontribusi Pemda : <br />1. Masyarakat miskin yang tidak masuk dalam pertanggungan kepesertaan Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS).<br />2. Selisih harga diluar jenis paket dan tarif pelayanan kesehatan tahun 2008 <br />3. Biaya transportasi rujukan dan rujukan balik pasien maskin dari RS Kabupaten/ Kota ke RS yang dirujuk. Sedangkan biaya transportasi rujukkan dari puskesmas ke RS/BKMM/BBKPM/BKPM/BP4/BKIM ditanggung oleh biaya operasional Puskesmas. <br />4. Penanggungan biaya transportasi pendamping pasien rujukan. <br />5. Pendamping pasien rawat inap.<br />6. Menanggulangi kekurangan dana operasional Puskesmas.<br /><br />Dana program dialokasikan untuk membiayai kegiatan pelayanan kesehatan dan manajemen operasional program JAMKESMAS dengan rincian sebagai berikut : <br />1. Dana Pelayanan Kesehatan masyarakat miskin di Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK)<br />2. Dana manajemen operasional:<br /><br />PENYALURAN DANA KE PPK<br /><br />1. PUSKESMAS <br />Dana untuk Pelayanan Kesehatan masyarakat miskin di Puskesmas dan jaringannya disalurkan langsung dari Departemen Kesehatan (cq Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat) ke Puskesmas melalui pihak PT Pos Indonesia<br /><br />2. RUMAH SAKIT /BKMM /BBKPM /BKPM /BP4 /BKIM <br />Dana untuk Pelayanan Kesehatan masyarakat miskin di Rumah Sakit/BKMM/ BBKPM/BKPM/BP4/BKIM disalurkan langsung dari Departemen Kesehatan melalui Kas Negara (KPPN) ke rekening Bank Rumah Sakit/BKMM/BBKPM/BKPM/ BP4/BKIM. berdasarkan jumlah klaim rata-rata perbulan tahun sebelumnya. <br /><br />PENCAIRAN DAN PEMANFAATAN DANA DI PPK <br /><br />1. PUSKESMAS <br />a. Puskesmas membuat Plan Of Action (POA) yang telah dibahas dan disepakati sebelumnya pada forum lokakarya mini Puskesmas.<br />b. Setiap pengambilan dana dari rekening Puskesmas harus mendapat persetujuan dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau pejabat yang ditunjuk sesuai dengan POA yang telah disusun sebagaimana butir a. <br />c. Dana yang diterima Puskesmas, dimanfaatkan untuk membiayai: <br />1) Dana pelayanan kesehatan dasar yang meliputi:<br />(a). Biaya pelayanan dalam dan luar gedung <br />(b). Biaya jasa pelayanan kesehatan<br />(c). Biaya transportasi petugas<br />(d). Biaya rawat inap<br />(e). Biaya penanganan komplikasi kebidanan dan neonatal di Puskesmas PONED<br />(f). Biaya jasa pelayanan dokter spesialis dan penggunaan peralatan penunjang spesialistik <br />(g). Biaya transport dan petugas kesehatan pendamping untuk rujukan <br />2) Dana pertolongan persalinan: <br /><br />(a). Biaya pertolongan persalinan <br />(b). Biaya pelayanan nifas<br /><br />2. RUMAH SAKIT/BKMM/BBKPM/BKPM/BP4/BKIM <br /><br />Rumah Sakit menerima pembayaran setelah klaim yang diajukan, disetujui untuk dibayar oleh Departemen Kesehatan.<br />Klaim Rumah Sakit tahun 2008 berdasarkan :<br />a. Jenis paket dan tarif pelayanan kesehatan tahun 2008 (dalam masa transisi), sambil menunggu kesiapan INA-DRG . Paket klaim tersebut diajukan oleh Rumah Sakit meliputi Peleyanan Kesehatan RJTL, RITL, obat dan penunjang.<br /><br />b. Tarif Paket program Jamkesmas 2008 (Menurut INA-DRG)<br /><br />PEMBAYARAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN DANA DI PPK<br /><br /> 1. PUSKESMAS <br /><br />Pembayaran ke Puskesmas dan jaringannya harus dipertanggung jawabkan dengan dilakukan verifikasi pelayanan meliputi: RJTP (jumlah kunjungan dan rujukan), RITP, Persalinan, Transportasi Rujukan, Pelayanan Spesialistik oleh Tim Pengelola JAMKESMAS Kabupaten/Kota.<br /><br /> 2. RUMAH SAKIT/BKMM/BBKPM/BKPM/BP4/BKIM<br /><br />Prosedur pembayaran pelayanan kesehatan di Rumah Sakit/BKMM/ BBKPM/BKPM/BP4/BKIM dilakukan secara bertahap. Tahapan pembayaran pelayanan kesehatan ke Rumah Sakit adalah : <br /><br />a. Pembayaran Dana luncuran Pertama (awal) tahun 2008. <br /><br />Yakni pemberian dana awal selama dua bulan yang diperhitungkan dari rata-rata biaya pelayanan tahun sebelumnya, tetapi belum dilakukan verifikasi oleh verifikator yang dibentuk<br /><br /> <br /><br /><br />b. Pembayaran Dana Luncuran ke dua <br /><br />Dilakukan berdasarkan klaim RS yang sudah di verifikas oleh verifikator <br />c. Periode klaim Juli-Desember 2008 dasar besaran klaim RS mengacu pada Tarif Paket JAMKESMAS di RS tahun 2008 (INA-DRG) yang berlaku efektif.<br /><br /> <br /><br />BAGAN ALUR PENYALURAN DANA BERDASARKAN KLAIM RUMAH SAKIT (Melalui Proses Verifikasi)<br /><br /> <br /><br />VERIFIKASI<br /><br />Verifikasi adalah kegiatan penilaian administrasi klaim yang diajukan PPK yang dilakukan oleh Pelaksana Verifikasi dengan mengacu kepada standar penilaian klaim. <br /><br />Verifikasi Program Jaminan Kesehatan Masyarakat meliputi: verifikasi administrasi kepesertaan, administrasi pelayanan dan administrasi keuangan.<br /><br />Pelaksana verifikasi ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Propinsi atas nama Menteri Kesehatan yang ditugaskan untuk melaksanakan penilaian administrasi klaim yang diajukan PPK, dengan mengacu kepada standar penilaian klaim, dan memproses klaim sesuai dengan hak dan tanggung jawabnya. <br /><br /> ridwanhttp://www.blogger.com/profile/02054077052225308649noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2237078163584498698.post-37478657240730992092008-12-09T17:44:00.001-08:002008-12-09T17:44:48.803-08:00Pokok- Pokok Pengaturan Jamkesmas <br />Written by Administrator <br />Friday, 05 October 2007 <br /><br />Secara prinsip sama dgn penyelenggaraan sebelumnya (kecuali beberapa aspek teknis):<br />1. Nama Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS) tahun 2008 <br />2. Pendanaan berasal dari bersumber dari APBN sebagai dana Bantuan Sosial Sektor Kesehatan.<br />3. Prinsip – prinsip Penyelenggaraan sebagai berikut :<br />a. Dana amanah dan dikelola secara nirlaba<br />b. Portabilitas dan Ekuitas <br />c. Pelayanan kesehatan dilaksanakan secara terstruktur berdasarkan kebutuhan medis yang cos efektif <br />d. Iuran dijamin oleh pemerintah<br />e. Dikelola secara transparan dan akuntabel<br /><br />Pengelolaan meliputi : <br /><br />1. Tatalaksana kepesertaaan,<br />2. Tatalaksana pelayanan kesehatan,<br />3. Tatalaksana administrasi keuangan<br />4. Pengorganisasian dan manajemen<br /><br />Upaya-upaya perbaikan di Tahun 2008 :<br /><br /> a. Pemisahan fungsi pengelola dan pembayar <br /> b. Percepatan Pembayaran Klaim<br /> c. Pembayaran langsung ke rekening RS<br /> d. Diberlakukannya Paket Pelayanan (INA-DRG)<br /><br />Meningkatkan Peran dan fungsi Pemerintahan Propinsi/Kab/Kota<br /><br />Pendanaan<br />1. Pendanaan 2008 bersumber dari APBN sektor kesehatan berasal dari dana bantuan sosial sebesar 4,6 T<br />2. Dana disalurkan langsung dari KPPN ke PPK/RS melalui bank. Puskesmas melalui kantor Pos <br />3. Tahap awal akan diluncurkan dana pelayanan untuk sebesar 2 bulan biaya yankes<br /><br />Tata Laksana Kepesertaan<br /><br />1. Sasaran Peserta adalah masyarakat sangat miskin, miskin dan mendekati miskin <br />2. Jumlah Peserta 76,4 jt jiwa (19.1 juta KK Miskin) <br />3. Kuota Kab/Kota ditetapkan oleh Menkes, sdngkan ketetapan nama dan alamat peserta Bupati/Walikota<br />4. Bagi Kab/Kota yg belum menetapkan sasaran maskin diberi kesempatan sampai dengan akhir juni 2008<br /><br />Alur Kepesertaan<br /><br /> <br /><br /> <br /><br /><br />Tugas PT Askes (Persero) dalam Tata Laksana Kepesertaan <br /><br />• Membuat database kepesertaan sesuai SK Bupati/Walikota <br />• Mendistribusikan database kepesertaan kepada PPK dan Dinkes <br />• Melakukan pencetakan blanko kartu, entry, penerbitan dan distribusi kartu peserta <br />• Melakukan advokasi kepada Bupati/Walikota untuk penetapan sasaran <br />• Analisis kepesertaan <br />• Melakukan Pre Verifikasi kepesertaan<br />• Melakukan telaah utilisasi kepesertaan (berdasarkan laporan )<br />• Melakukan penanganan keluhan kepesertaan <br />• Melakukan pengolahan dan analisa data kepesertaan <br />• Melakukan pelaporan meliputi: kepesertaan dan pemanfaatan pelayanan <br /><br /> <br /><br />Tatalaksana Pelayanan kesehatan<br /><br />• Setiap peserta mempunyai hak mendapat YANKES meliputi : RJTP,RITP,RJTL,RITL, dan yankes gawat darurat<br />• Pelayanan kesehatan berdasarkan rujukan berjenjang.<br />• Pelayanan RI di Puskesmas Perawatan dan ruang rawat inap kelas III (tiga) di RS Pemerintah, RS Khusus, RS TNI/POLRI dan RS Swasta yang bekerjasama <br />• Dinas Kesehatan kabupaten/kota diketahui oleh Ka Dinkes Propinsi membuat perjanjian kerjasama (PKS) dengan RS setempat <br />• Pada keadaan gawat darurat (emergency) seluruh PPK wajib memberikan pelayanan walaupun tidak memiliki PKS <br />• Biaya pelayanan kesehatan diklaimkan dan diperhitungkan menjadi satu kesatuan menurut Tarif Paket yankes Jamkesmas sehingga dokter berkewajiban melakukan penegakan diagnose penyakit/ prosedur sebagai dasar pengajuan klaim. <br />• Verifikasi pelayanan di Puskesmas (RJTP, RITP, Persalinan, dan Pengiriman Spesimen) di laksanakan oleh Tim Pengelola Penyelenggaraan Program Jamkesmas Kabupaten/Kota dan verifikasi pelayanan di BKMM/BBKPM/BKPM/BP4/BKIM dan RS dilaksanakan oleh Tim Pelaksana Verifikasi <br />• Ketersediaan obat, BMHP , alat, Darah, dan bahan penunjang lainnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab Rumah Sakit.<br />• Peserta tidak boleh dikenakan iur biaya dengan alasan apapun <br />• Transportasi rujukan menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah <br /><br />Alur Penyaluran dana <br /><br /> <br /><br /><br /> <br /><br />Alur Pembayaran Klaim<br /><br /> <br /><br /><br /> <br /><br /> <br /><br /><br /> ridwanhttp://www.blogger.com/profile/02054077052225308649noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2237078163584498698.post-47978211525237679732008-12-09T17:42:00.001-08:002008-12-09T17:43:44.114-08:00jamkesmasTentang Jaminan Kesehatan Masyarakat <br />Written by Administrator <br />Friday, 05 October 2007 <br /><br />a. Kebijakan Kesehatan yang Berpihak pada Masyarakat Miskin (Pro Poor Health Policy) <br /><br />Kemiskinan dan penyakit terjadi saling kait-mengkait, dengan hubungan yang tidak akan pernah putus terkecuali dilakukan intervensi pada salah satu atau kedua sisi, yakni pada kemiskinannya atau penyakitnya. Hal itu dapat dijelaskan dengan skema berikut.<br /><br /><br /><br />Kemiskinan mempengaruhi kesehatan sehingga orang miskin menjadi rentan terhadap pelbagai macam penyakit, karena mereka mengalami gangguan sebagai berikut: <br /><br />1. menderita gizi buruk <br />2. pengetahuan kesehatan kurang <br />3. perilaku kesehatan kurang <br />4. lingkungan pemukiman buruk <br />5. biaya kesehatan tidak tersedia <br /><br />Sebaliknya kesehatan mempengaruhi kemiskinan. Masyarakat yang sehat menekan kemiskinan karena orang yang sehat memiliki kondisi sebagai berikut:<br />1. produktivitas kerja tinggi <br />2. pengeluaran berobat rendah<br />3. Investasi dan tabungan memadai<br />4. tingkat pendidikan maju <br />5. tingkat fertilitas dan kematian rendah<br />6. stabilitas ekonomi mantap <br /><br />Beberapa data empiris global menemukan hubungan sebagai berikut: <br />Kematian bayi keluarga miskin tiga kali lebih tinggi dari keluarga tidak miskin <br />Kematian balita keluarga miskin lima kali lebih tinggi dari keluarga tidak miskin <br />Pertumbuhan ekonomi negara dengan tingkat kesehatan lebih baik (IMR antara 50-100/1000 kelahiran hidup) adalah 37 kali lebih tinggi dibandingkan dengan negara dengan tingkat kesehatan lebih buruk (IMR>150/1000 kelahiran hidup).<br /><br /><br />Uraian tentang alasan pentingnya pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin, merupakan dorongan untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan dan keharusan mutlak untuk melaksanakan upaya peningkatan status kesehatan penduduk miskin. Apalagi, memasuki era globalisasi ini, untuk pertumbuhan ekonomi suatu negara dituntut daya saing yang memerlukan sumberdaya manusia dengan kuantitas dan kualitas tinggi.<br /><br />Penyelenggaraan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin mempunyai arti penting karena 3 alasan pokok:<br /><br />1. Menjamin terpenuhinya keadilan sosial bagi masyarakat miskin, sehingga pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin mutlak mengingat kematian bayi dan kematian balita 3 kali dan 5 kali lebih tinggi dibanding pada keluarga tidak miskin. Di sisi lain penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang baik bagi masyarakat miskin, dapat mencegah 8 juta kematian sampai tahun 2010.<br />2. Untuk kepentingan politis nasional yakni menjaga keutuhan integrasi bangsa dengan meningkatkan upaya pembangunan (termasuk kesehatan) di daerah miskin dan kepentingan politis internasional untuk menggalang kebersamaan dalam memenuhi komitmen global guna mnurunkan kemiskinan melalui upaya kesehatan bagi keluarga miskin.<br />3. Hasil studi menunjukan bahwa kesehatan penduduk yang baik, pertumbuhan ekonomi akan baik pula dengan demikian upaya mengatasi kemiskinan akan lebih berhasil.<br /><br />Upaya-upaya pelayanan kesehatan penduduk miskin, memerlukan penyelesaian menyeluruh dan perlu disusun strategi serta tindak pelaksanaan pelayanan kesehatan yang peduli terhadap penduduk miskin. Pelayanan kesehatan peduli penduduk miskin meliputi upaya-upaya sebagai berikut:<br /><br />1. Membebaskan biaya kesehatan dan mengutamakan masalah-masalah kesehatan yang banyak diderita masyarakat miskin seperti TB, malaria, kurang gizi, PMS dan pelbagai penyakit infeksi lain dan kesehatan lingkungan.<br />2. Mengutamakan penanggulangan penyakit penduduk tidak mampu<br />3. Meningkatkan penyediaan serta efektifitas pelbagai pelayanan kesehatan masyarakat yang bersifat non personal seperti penyuluhan kesehatan, regulasi pelayanan kesehatan termasuk penyediaan obat, keamanan dan fortifikasi makanan, pengawasan kesehatan lingkungan serta kesehatan dan keselamatan kerja.<br />4. Meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan penduduk tidak mampu<br />5. Realokasi pelbagai sumber daya yang tersedia dengan memprioritaskan pada daerah miskin<br />6. Meningkatkan partisipasi dan konsultasi dengan masyarakat miskin. Masalah kesehatan masyarakat bukan masalah pemerintah saja melainkan masalah masyarakat itu sendiri karena perlu dilakukan peningkatan pemberdayaan masyarakat miskin.<br /><br />b. Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS)<br /><br />Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H dan Undang-Undang Nomor 23/ 1992 tentang Kesehatan, menetapkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Karena itu setiap individu, keluarga dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya, dan negara bertanggungjawab mengatur agar terpenuhi hak hidup sehat bagi penduduknya termasuk bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Derajat kesehatan masyarakat miskin berdasarkan indikator Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia, masih cukup tinggi, yaitu AKB sebesar 26,9 per 1000 kelahiran hidup dan AKI sebesar 248 per 100.000 kelahiran hidup serta Umur Harapan Hidup 70,5 Tahun (BPS 2007). Derajat kesehatan masyarakat miskin yang masih rendah tersebut diakibatkan karena sulitnya akses terhadap pelayanan kesehatan. Kesulitan akses pelayanan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti tidak adanya kemampuan secara ekonomi dikarenakan biaya kesehatan memang mahal. Untuk menjamin akses penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945, sejak tahun 2005 telah diupayakan untuk mengatasi hambatan dan kendala tersebut melalui pelaksanaan kebijakan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin. Program ini diselenggarakan oleh Departemen Kesehatan melalui penugasan kepada PT Askes (Persero) berdasarkan SK Nomor 1241/Menkes /SK/XI/2004, tentang penugasan PT Askes (Persero) dalam pengelolaan program pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat miskin. Program ini dalam perjalanannya terus diupayakan untuk ditingkatkan melalui perubahan-perubahan sampai dengan penyelenggaraan program tahun 2008.. Perubahan mekanisme yang mendasar adalah adanya pemisahan peran pembayar dengan verifikator melalui penyaluran dana langsung ke Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) dari Kas Negara, penggunaan tarif paket Jaminan Kesehatan Masyarakat di RS, penempatan pelaksana verifikasi di setiap Rumah Sakit, pembentukan Tim Pengelola dan Tim Koordinasi di tingkat Pusat, Propinsi, dan Kabupaten/Kota serta penugasan PT Askes (Persero) dalam manajemen kepesertaan. Untuk menghindari kesalahpahaman dalam penjaminan terhadap masyarakat miskin yang meliputi sangat miskin, miskin dan mendekati miskin, program ini berganti nama menjadi JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT yang selanjutnya disebut JAMKESNAS dengan tidak ada perubahan jumlah sasaran.<br /><br />Tujuan Penyelenggaraan JAMKESMAS<br /><br />Tujuan Umum :<br /><br />Meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan terhadap seluruh masyarakat miskin dan tidak mampu agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal secara efektif dan efisien.<br />Tujuan Khusus: <br />a. Meningkatnya cakupan masyarakat miskin dan tidak mampu yang mendapat pelayanan kesehatan di Puskesmas serta jaringannya dan di Rumah Sakit<br />b. Meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin <br />c. Terselenggaranya pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel<br /><br />Sasaran<br />Sasaran program adalah masyarakat miskin dan tidak mampu di seluruh Indonesia sejumlah 76,4 juta jiwa, tidak termasuk yang sudah mempunyai jaminan kesehatan lainnya.ridwanhttp://www.blogger.com/profile/02054077052225308649noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2237078163584498698.post-72421703454218852432008-12-09T17:42:00.000-08:002008-12-09T17:43:40.293-08:00jamkesmasTentang Jaminan Kesehatan Masyarakat <br />Written by Administrator <br />Friday, 05 October 2007 <br /><br />a. Kebijakan Kesehatan yang Berpihak pada Masyarakat Miskin (Pro Poor Health Policy) <br /><br />Kemiskinan dan penyakit terjadi saling kait-mengkait, dengan hubungan yang tidak akan pernah putus terkecuali dilakukan intervensi pada salah satu atau kedua sisi, yakni pada kemiskinannya atau penyakitnya. Hal itu dapat dijelaskan dengan skema berikut.<br /><br /><br /><br />Kemiskinan mempengaruhi kesehatan sehingga orang miskin menjadi rentan terhadap pelbagai macam penyakit, karena mereka mengalami gangguan sebagai berikut: <br /><br />1. menderita gizi buruk <br />2. pengetahuan kesehatan kurang <br />3. perilaku kesehatan kurang <br />4. lingkungan pemukiman buruk <br />5. biaya kesehatan tidak tersedia <br /><br />Sebaliknya kesehatan mempengaruhi kemiskinan. Masyarakat yang sehat menekan kemiskinan karena orang yang sehat memiliki kondisi sebagai berikut:<br />1. produktivitas kerja tinggi <br />2. pengeluaran berobat rendah<br />3. Investasi dan tabungan memadai<br />4. tingkat pendidikan maju <br />5. tingkat fertilitas dan kematian rendah<br />6. stabilitas ekonomi mantap <br /><br />Beberapa data empiris global menemukan hubungan sebagai berikut: <br />Kematian bayi keluarga miskin tiga kali lebih tinggi dari keluarga tidak miskin <br />Kematian balita keluarga miskin lima kali lebih tinggi dari keluarga tidak miskin <br />Pertumbuhan ekonomi negara dengan tingkat kesehatan lebih baik (IMR antara 50-100/1000 kelahiran hidup) adalah 37 kali lebih tinggi dibandingkan dengan negara dengan tingkat kesehatan lebih buruk (IMR>150/1000 kelahiran hidup).<br /><br /><br />Uraian tentang alasan pentingnya pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin, merupakan dorongan untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan dan keharusan mutlak untuk melaksanakan upaya peningkatan status kesehatan penduduk miskin. Apalagi, memasuki era globalisasi ini, untuk pertumbuhan ekonomi suatu negara dituntut daya saing yang memerlukan sumberdaya manusia dengan kuantitas dan kualitas tinggi.<br /><br />Penyelenggaraan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin mempunyai arti penting karena 3 alasan pokok:<br /><br />1. Menjamin terpenuhinya keadilan sosial bagi masyarakat miskin, sehingga pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin mutlak mengingat kematian bayi dan kematian balita 3 kali dan 5 kali lebih tinggi dibanding pada keluarga tidak miskin. Di sisi lain penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang baik bagi masyarakat miskin, dapat mencegah 8 juta kematian sampai tahun 2010.<br />2. Untuk kepentingan politis nasional yakni menjaga keutuhan integrasi bangsa dengan meningkatkan upaya pembangunan (termasuk kesehatan) di daerah miskin dan kepentingan politis internasional untuk menggalang kebersamaan dalam memenuhi komitmen global guna mnurunkan kemiskinan melalui upaya kesehatan bagi keluarga miskin.<br />3. Hasil studi menunjukan bahwa kesehatan penduduk yang baik, pertumbuhan ekonomi akan baik pula dengan demikian upaya mengatasi kemiskinan akan lebih berhasil.<br /><br />Upaya-upaya pelayanan kesehatan penduduk miskin, memerlukan penyelesaian menyeluruh dan perlu disusun strategi serta tindak pelaksanaan pelayanan kesehatan yang peduli terhadap penduduk miskin. Pelayanan kesehatan peduli penduduk miskin meliputi upaya-upaya sebagai berikut:<br /><br />1. Membebaskan biaya kesehatan dan mengutamakan masalah-masalah kesehatan yang banyak diderita masyarakat miskin seperti TB, malaria, kurang gizi, PMS dan pelbagai penyakit infeksi lain dan kesehatan lingkungan.<br />2. Mengutamakan penanggulangan penyakit penduduk tidak mampu<br />3. Meningkatkan penyediaan serta efektifitas pelbagai pelayanan kesehatan masyarakat yang bersifat non personal seperti penyuluhan kesehatan, regulasi pelayanan kesehatan termasuk penyediaan obat, keamanan dan fortifikasi makanan, pengawasan kesehatan lingkungan serta kesehatan dan keselamatan kerja.<br />4. Meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan penduduk tidak mampu<br />5. Realokasi pelbagai sumber daya yang tersedia dengan memprioritaskan pada daerah miskin<br />6. Meningkatkan partisipasi dan konsultasi dengan masyarakat miskin. Masalah kesehatan masyarakat bukan masalah pemerintah saja melainkan masalah masyarakat itu sendiri karena perlu dilakukan peningkatan pemberdayaan masyarakat miskin.<br /><br />b. Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS)<br /><br />Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H dan Undang-Undang Nomor 23/ 1992 tentang Kesehatan, menetapkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Karena itu setiap individu, keluarga dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya, dan negara bertanggungjawab mengatur agar terpenuhi hak hidup sehat bagi penduduknya termasuk bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Derajat kesehatan masyarakat miskin berdasarkan indikator Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia, masih cukup tinggi, yaitu AKB sebesar 26,9 per 1000 kelahiran hidup dan AKI sebesar 248 per 100.000 kelahiran hidup serta Umur Harapan Hidup 70,5 Tahun (BPS 2007). Derajat kesehatan masyarakat miskin yang masih rendah tersebut diakibatkan karena sulitnya akses terhadap pelayanan kesehatan. Kesulitan akses pelayanan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti tidak adanya kemampuan secara ekonomi dikarenakan biaya kesehatan memang mahal. Untuk menjamin akses penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945, sejak tahun 2005 telah diupayakan untuk mengatasi hambatan dan kendala tersebut melalui pelaksanaan kebijakan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin. Program ini diselenggarakan oleh Departemen Kesehatan melalui penugasan kepada PT Askes (Persero) berdasarkan SK Nomor 1241/Menkes /SK/XI/2004, tentang penugasan PT Askes (Persero) dalam pengelolaan program pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat miskin. Program ini dalam perjalanannya terus diupayakan untuk ditingkatkan melalui perubahan-perubahan sampai dengan penyelenggaraan program tahun 2008.. Perubahan mekanisme yang mendasar adalah adanya pemisahan peran pembayar dengan verifikator melalui penyaluran dana langsung ke Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) dari Kas Negara, penggunaan tarif paket Jaminan Kesehatan Masyarakat di RS, penempatan pelaksana verifikasi di setiap Rumah Sakit, pembentukan Tim Pengelola dan Tim Koordinasi di tingkat Pusat, Propinsi, dan Kabupaten/Kota serta penugasan PT Askes (Persero) dalam manajemen kepesertaan. Untuk menghindari kesalahpahaman dalam penjaminan terhadap masyarakat miskin yang meliputi sangat miskin, miskin dan mendekati miskin, program ini berganti nama menjadi JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT yang selanjutnya disebut JAMKESNAS dengan tidak ada perubahan jumlah sasaran.<br /><br />Tujuan Penyelenggaraan JAMKESMAS<br /><br />Tujuan Umum :<br /><br />Meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan terhadap seluruh masyarakat miskin dan tidak mampu agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal secara efektif dan efisien.<br />Tujuan Khusus: <br />a. Meningkatnya cakupan masyarakat miskin dan tidak mampu yang mendapat pelayanan kesehatan di Puskesmas serta jaringannya dan di Rumah Sakit<br />b. Meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin <br />c. Terselenggaranya pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel<br /><br />Sasaran<br />Sasaran program adalah masyarakat miskin dan tidak mampu di seluruh Indonesia sejumlah 76,4 juta jiwa, tidak termasuk yang sudah mempunyai jaminan kesehatan lainnya.ridwanhttp://www.blogger.com/profile/02054077052225308649noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2237078163584498698.post-38500119484929889422008-11-20T17:49:00.000-08:002008-11-20T17:51:31.828-08:00fungsi keluargaHANDOUT FUNGSI KELUARGA<br />BY RIDWAN SETIAWAN,M.Kes<br /><br />1. Pengertian fungsi keluarga<br />Setelah sebuah keluarga terbentuk, anggota keluarga yang ada di dalamnya memiliki tugas masing-masing. Satu pekerjaan yang harus dilakukan dalam kehidupan keluarga inilah yang disebut fungsi. Menurut Wu et al. (1997) fungsi keluarga adalah suatu pekerjaan atau tugas yang harus dilakukan di dalam atau di luar keluarga.<br />Fungsi di sini mengacu pada peran individu dalam mewujudkan hak dan kewajiban. Mengetahui fungsi keluarga sangat penting sebab dari sinilah terukur dan terbaca sosok keluarga yang ideal dan harmonis. Munculnya krisis dalam rumah tangga dapat juga sebagai akibat tidak berfungsinya salah satu fungsi keluarga (Yusuf, 2001).<br />Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi keluarga adalah serangkaian aktifitas yang dilakukan antara orang tua dengan anak dan sebaliknya, di dalam sebuah keluarga berdasarkan peran masing-masing.<br /><br />2. Aspek fungsi keluarga<br />Aspek fungsi keluarga dapat di tinjau dari psikologis dan sosiologis. Menurut Yusuf (2001) aspek fungsi keluarga secara psikososiologis adalah sebagai: a) pemberi rasa aman bagi anak dan anggotanya keluarga lainnya; b) sumber pemenuhan kebutuhan baik fisik maupun psikis; c) sumber kasih sayang dan penerimaan; d) model pola perilaku yang tepat bagi anak untuk belajar menjadi anggota masyarakat yang baik; e) pemberi bimbingan bagi pengembangan perilaku yang secara sosial dianggap tepat; f) pembentuk anak dalam memecahkan masalah yang dihadapinya dalam rangka menyesuaikan dirinya terhadap kehidupan; g) pemberi bimbingan dalam belajar keterampilan motorik, verbal dan sosial yang dibutuhkan untuk penyesuaian diri; h) stimulator bagi perkembangan kemampuan anak untuk mencapai prestasi baik di sekolah maupun di masyarakat; i) pembimbing dalam mengembangkan aspirasi; dan j) sumber persahabatan atau teman bermain bagi anak sampai cukup usia untuk mendapatkan teman di luar rumah, atau apabila persahabatan di luar rumah tidak memungkinkan.<br />Aspek fungsi keluarga di tinjau dari sudut pandang sosiologis (Yusuf, 2001) adalah sebagai berikut :<br />a, Fungsi biologis<br />Keluarga di pandang sebagai pranata sosial yang memberikan legalitas, kesempatan dan kemudahan bagi para anggotanya untuk memenuhi kebutuhan dasar biologisnya. Kebutuhan itu meliputi: 1) pangan, sandang, dan papan; 2) hubungan seksual suami istri, dan 3) reproduksi atau pengembangan keturunan.<br />b, Fungsi ekonomis<br />Keluarga (dalam hal ini ayah) mempunyai kewajiban untuk menafkahi anggota keluarganya (istri dan anak). <br />c. Fungsi edukatif <br />Keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama dan utama bagi anak. Keluarga berfungsi sebagai “ transmitter budaya atau mediator” sosial budaya bagi anak. Menurut UU No. 2 tahun 1989 bab IV Pasal 10 Ayat 4 menyebutkan bahwa : <br />“Pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan yang memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral, dan keterampilan”. <br /><br />Berdasarkan undang-undang tersebut, maka fungsi keluarga dalam pendidikan adalah menyangkut penanaman, pembimbingan atau pembiasaan nilai-nilai agama, budaya dan keterampilan-keterampilan tertentu yang bermanfaat bagi anak. Tanggung jawab orang tua dalam mendidik anak tidak hanya sebatas anak mampu mempertahankan hidupnya, namun lebih dari itu adalah mampu memaknai hidupnya atau memahami misi suci hidupnya sebagai hamba dan khalifah Allah di muka bumi ini. Sebagai efek dari perubahan fisik pada remaja ialah kematangan pada kelenjar kelamin dengan perubahan hormonal serta munculnya tanda-tanda karakteristik seks sekunder yang diikuti pula timbulnya hasrat (dorongan) yang bersifat kenikmatan seksual. Pendidikan mengenai seksualitas, kematangan dan dorongan seks, masalah masturbasi, pergaulan heteroseksual, perlu diberikan oleh orang tua agar mendorong anak untuk berperilaku sehat dan bertanggung jawab.<br />d. Fungsi sosialisasi <br />Fungsi sosialisasi menunjuk pada peranan keluarga dalam membentuk sikap, perilaku dan kepribadian anak. Melalui fungsi ini, keluarga berusaha mempersiapkan selengkap-lengkapnya kepada anak dengan memperkenalkan pola tingkah laku, sikap, keyakinan, cita-cita, nilai atau peran-peran hidup dalam masyarakat yang harus dijalankan mereka. Keluarga merupakan lembaga yang mempengaruhi perkembangan kemampuan anak untuk mentaati peraturan (disiplin), mau bekerja sama dengan orang lain, bersikap toleran, menghargai pendapat orang lain, mau bertanggung jawab dan bersikap matang dalam kehidupan yang heterogen.<br />e. Fungsi religius <br />Keluarga berfungsi sebagai penanaman nilai-nilai agama kepada anak agar mereka memiliki pedoman hidup yang benar. Alquran, surat <br />Al-Tahrim:6, difirmankan: “Hai orang-orang yang beriman jagalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka”. Ayat ini memberikan isyarat kepada orang tua bahwa mereka diwajibkan memelihara diri dan keluarganya dari murka Tuhan. Salah satu cara untuk menghindari siksa api neraka atau murka Tuhan adalah dengan beribadah dengan benar. Keluarga berkewajiban mengajar, membimbing atau membiasakan anggotanya untuk mempelajari dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya. Para anggota keluarga yang memiliki keyakinan yang kuat terhadap Tuhan akan memiliki mental yang sehat, yakni mereka akan terhindar secara beban psikologis dan mampu menyesuaikan dirinya secara harmonis dengan orang lain, serta berpartisipasi aktif dalam memberikan kontribusi secara konstruktif terhadap kemajuan atau kesejahteraan masyarakat.<br />f, Fungsi perlindungan<br />Keluarga berfungsi sebagai pelindung bagi para anggota keluarganya dari gangguan, ancaman atau kondisi yang menimbulkan ketidak nyamanan (fisik - psikologis) para anggotanya.<br />g, Fungsi rekreatif <br />Untuk melaksanakan fungsi ini, keluarga harus diciptakan sebagai lingkungan yang memberikan kenyamanan, keceriaan, kehangatan dan penuh semangat bagi anggotanya. <br />Keluarga bahagia merupakan suatu hal yang sangat penting bagi perkembangan fisik, psikologi dan sosial bagi para anggotanya (terutama anak). Kebahagiaan ini di peroleh apabila keluarga dapat memerankan fungsinya secara baik. Idealnya sebuah keluarga dapat menjalankan semua fungsi-fungsi seperti tersebut di atas dengan baik, namun pada kenyataannya keberfungsian keluarga di pengaruhi oleh berbagai faktor seperti struktur keluarga, status sosial ekonomi, budaya, politik dan sebagainya.<br />Pada keluarga yang tidak utuh, misalnya keluarga dengan orang tua tunggal, maka fungsi pengawasan terhadap aktivitas anak akan menurun karena dilakukan oleh satu orang saja (ibu atau ayah). Keluarga dengan status sosial ekonomi yang tinggi mungkin kasih sayang lebih banyak tercurah kepada pemenuhan materi dan cenderung lebih permisif pada perilaku anak yang melanggar. Sebaliknya pada keluarga dengan status sosial ekonomi rendah, orang tua lebih memprioritaskan pada kegiatan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehingga fungsi-fungsi yang lain terabaikan. Keluarga yang fungsional (normal) adalah yang memenuhi kebutuhan psikososial anak dan mewariskan nilai-nilai agama dan budaya, dan mampu beradaptasi dengan perubahan yang terjadi (Yusuf, 2001). <br />Ciri-ciri keluarga yang disfungsional menurut Hawari (1997) adalah: 1) kematian salah satu atau kedua orang tua; 2) kedua orang tua berpisah atau bercerai; 3) hubungan kedua orang tua dengan anak tidak baik; 4) suasana rumah tangga yang tegang dan tanpa kehangatan; 5) orang tua sibuk dan jarang berada di rumah; dan 6) salah satu atau kedua orang tua mempunyai kelainan kepribadian atau gangguan kejiwaan. <br />Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa aspek fungsi keluarga dapat di tinjau dari psikologis dan sosiologis. Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan pandangan di antara keduanya. Dari Aspek fungsi keluarga yang telah diuraikan, yang terkait langsung dengan perilaku seksual remaja antara lain fungsi keluarga sebagai sumber kasih sayang (cinta, keintiman, penerimaan, perhatian, kehangatan dan persahabatan), fungsi sebagai pembimbing spritual, fungsi pembimbing sikap dan perilaku dalam pergaulan dan fungsi pengawasan atau kontrol terhadap aktivitas anak.ridwanhttp://www.blogger.com/profile/02054077052225308649noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2237078163584498698.post-27046758975730751722008-11-19T17:58:00.000-08:002008-11-19T17:59:56.370-08:00contoh kasus keluargaBAB III<br />TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN<br /><br />A. TINJAUAN KASUS<br />1. Pengkajian <br />a. Pengkajian Keluarga<br />1) Data Umum<br />Nama Puskesmas : Pasirkaliki<br />Tanggal Pengkajian : 8 Agustus 2005<br />Jarak untuk mencapai Puskesmas : + 3 Km<br />Nama Kepala Keluarga : Tn. A<br />Umur : 31 tahun<br />Agama : Islam<br />Pendidikan : STM<br />Status Marital : Menikah<br />Pekerjaan : Tidak bekerja<br />Suku/bangsa : Sunda/Indonesia<br />Alamat : Jl. Industri RT.07 RW.08 Kelurahan Arjuna Kota Bandung<br /><br /><br /><br /><br /><br />2) Daftar Anggota Keluarga<br />N<br />O Nama Anggota keluarga Hubungan Keluarga L/P Umur (thn) Pendidikan Pekerjaan Agama Keadaan Kesehatan KB Immunisasi<br />1 Ny. I Istri P 26 SMA IRT Islam Sehat Pil -<br />2 An.F Anak L 21 bulan - - - Sehat - BCG,DPT, Polio, Campak, Hepatitis<br /><br />3) Data Khusus Keluarga<br />a) Type Keluarga<br />Keluarga Tn. A termasuk kedalam type Nuclear family (Keluarga inti), dimana dalam keluarga terdiri dari ayah, ibu dan anak.<br />b) Tahap Perkembangan Keluarga Saat Ini<br />Tahap perkembangan keluarga Tn A berdasarkan siklus perkembangan menurut Duvalls termasuk kedalam tahap II yaitu keluarga mengasuh anak, karena anak pertamanya berusia kurang dari 30 bulan ( 21 bulan ).<br />c) Tugas Perkembangan Keluarga yang Belum Terpenuhi<br />Tugas perkembangan keluarga dari keluarga Tn.A yang belum terpenuhi adalah membentuk keluarga muda yang mantap terutama dari segi ekonomi, karena saat ini Tn.A sebagai kepala keluarga tidak bekerja sehingga fungsi ekonomi dari keluarga Tn.A terhambat. Dan memperluas persahabatan dengan keluarga besar karena kakek nenek sudah meninggal dan saudara tinggal berjauhan.<br />4) Keadaan Biologis Keluarga<br />a) Keadaan Kesehatan<br />Dalam keluarga Tn.A ada yang menderita penyakit TB paru yaitu Tn.A, sedangkan anggota keluarga yang lain dalam keadaan sehat.<br />b) Kebersihan Keluarga<br />Kebiasaan dalam membersihkan diri anggota keluarga Tn. A seperti mandi sebanyak 2 kali sehari dengan menggunakan sabun mandi, menggosok gigi setiap kali mandi dan sebelum tidur, kebiasaan mencuci rambut 2-3 kali dalam seminggu dengan menggunakan shampo. Kebersihan badan dan pakaian anggota keluarga cukup. Keadaan rumah tampak bersih.<br />c) Penyakit yang Sering Diderita<br />Penyakit yang sering diderita oleh anggota keluarga adalah demam, batuk dan pilek biasa.<br />d) Penyakit Kronis / Menular<br />Menurut Tn.A dan keluarga, di keluarga hanya Tn.A saja yang menderita penyakit TB paru.<br />e) Kecacatan Anggota Keluarga <br />Tidak ada anggota keluarga yang mengalami kecacatan<br />f) Pola Makan <br />Frekwensi makan keluarga Tn.A dalam sehari sebanyak 2-3 kali, jenisnya nasi, protein hewani / nabati dan sayuran.<br /><br /><br />g) Pola Istirahat<br />(1) Tidur Malam<br />Tn. A dan Ny.I tidur malam dari jam 21.00 sampai jam 04.30. dan tidak ada gangguan tidur. An.F tidur malam dari jam 19.00 sampai jam 05.00, kadang-kadang terbangun pada malam hari.<br />(2) Tidur Siang<br />Tn.A dan Ny.I kadang-kadang tidur siang kurang lebih 1-2 jam<br />h) Reproduksi / Akseptor KB<br />Keluarga Tn.A mempunyai 1 orang anak, dan berencana untuk mempunyai anak lagi setelah anak pertama berumur 3 tahun. Tn.A dan Ny.I adalah pasangan usia subur. Ny.I mengikuti program KB dengan menggunakan metode pil sejak 5 bulan yang lalu, sebelumnya Ny.I menggunakan metode suntik 3 bulan tetapi karena merasa tidak cocok yaitu badan menjadi gemuk dan merasa repot harus disuntik ke bidan, Ny.I berhenti menggunakan metode suntik dan beralih ke metode pil.<br /><br />5) Psikologis Keluarga<br />a) Keadaan Emosi / Mental<br />Keadaan emosi seluruh angggota keluarga tampak stabil, menurut keluarga jarang sekali terjadi pertengkaran di dalam rumah.<br />b) Koping Keluarga<br />Menurut keluarga bila timbul suatu masalah, biasanya dibicarakan bersama anggota keluarga (istri) dan dicari jalan keluarnya.<br />c) Kebiasaan Buruk<br />Tn. A mempunyai kebiasaan buruk yaitu kebiasaan merokok sejak sekolah di STM, menurut Tn.A bisa habis 1 bungkus dalam sehari tapi sejak Tn.A menderita TB paru kemudian berhenti merokok.<br />d) Rekreasi<br />Menurut keluarga, keluarga jarang sekali mengadakan rekreasi keluar rumah secara khusus, hanya ke tempat saudara atau jalan-jalan ke Mall. Sarana rekreasi yang ada dirumah antara lain televisi dan radio.<br />e) Pola Komunikasi Keluarga<br />Dalam keluarga, komunikasi antar anggota keluarga cukup baik, dimana anggota keluarga berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dan terkadang menggunakan bahasa Sunda.<br />f) Pengambil Keputusan<br />Dalam hal pengambilan keputusan, biasanya selalu dimusyawarahkan bersama istri dan yang paling sering mengambil keputusan terakhir adalah Tn. A sebagai kepala keluarga.<br />g) Peran Informal<br />Menurut keluarga setiap anggota keluarga memiliki perannya masing-masing, seperti Ny. I selalu mengikuti dan menuruti keputusan Tn.A. Tn.A sebagai educator dan motivator dengan tujuan agar keluarganya tetap harmonis.<br /><br /><br />6) Sosial Ekonomi Keluarga <br />a) Hubungan Dengan Orang lain<br />Hubungan dengan orang lain cukup baik terbukti dengan Tn.A dan keluarga mau berkomunikasi dan berinteraksi dengan tetangganya.<br />b) Kegiatan Organisasi Sosial<br />Anggota keluarga tidak ada yang mengikuti kegiatan organisasi sosial di lingkungannya, dikarenakan kesibukan mengurus anaknya.<br />c) Keadaan Ekonomi<br />Saat ini Tn.A tidak bekerja, sehingga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari Tn.A dibantu oleh keluarga / saudara yang lain.<br /><br />7) Spiritual Kultural Keluarga<br />a) Keadaan Beribadah<br />Keluarga Tn. A beragama Islam dan kebiasaan menjalankan ibadah shalat 5 waktu setiap harinya oleh seluruh anggota keluarga.<br />b) Keyakinan Tentang Kesehatan<br />Menurut keluarga sehat itu penting, Tn.A berharap agar penyakitnya cepat sembuh sehingga bisa bekerja lagi dan bisa seperti orang lain lagi yang sehat.<br />c) Nilai dan Norma<br />Nilai dan norma keluarga sama dengan nilai dan norma yang ada di masyarakat, tidak ada yang bertentangan.<br />d) Adat yang Mempengaruhi Kesehatan<br />Dalam keluarga tidak ada adat yang bertentangan dengan kesehatan.<br />8) Lingkungan Rumah<br />a) Kebersihan dan Kerapihan<br />Terdapat lorong untuk menuju pintu rumah yang gelap dan terasa pengap. Lantai rumah di tegel keramik dan di pel setiap hari. Kerapihan cukup, barang-barang di tempatkan pada tempatnya. Kebersihan masih kurang terlihat banyak lalat.<br />b) Penerangan<br />Penerangan di dalam rumah kurang, sinar matahari di siang hari hanya masuk lewat genting kaca, sehingga walaupun siang hari di dalam rumah tampak gelap dan harus menyalakan lampu. <br />c) Ventilasi<br />Ventilasi rumah kurang dari 20 % dari luas lantai, tidak ada jendela di dalam rumah, pertukaran udara terjadi bila pintu depan di buka, keadaan rumah sangat tertutup sehingga udara dalam rumah terasa kurang segar. <br />d) Jamban<br />Jamban / WC yang digunakan oleh keluarga Tn. A adalah milik sendiri dan terletak di dalam rumah bagian belakang. Air limbah mengalir kesungai melalui paralon, keadaan WC bersih dan tidak licin.<br />e) Sumber Air Bersih dan Minum<br />Sumber air bersih yang digunakan keluarga Tn.A berasal dari pabrik yang dialirkan melalui selang. Keadaan air baik, tidak berbau, tidak berasa, tidak berwarna dan tidak keruh. Sedangkan untuk air minum, kadang-kadang keluarga menggunakan air mineral, karena keluarga mempunyai anak kecil..<br />f) Pemanfaatan Halaman<br />Keluarga Tn. A tidak memiliki halaman rumah.<br />g) Pembuangan Air Kotor<br />Menurut keluarga air limbah / kotor bekas cucian atau mandi di buang ke lubang comberan melalui selokan kecil sedangkan kotoran tinja dari WC dibuang ke sungai <br />h) Pembuangan Sampah<br />Keluarga Tn.A biasa membuang sampah dengan dikumpulkan dulu lalu disimpan di depan rumah dan kemudian di bawa oleh petugas sampah.<br /><br />9) Genogram<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Keterangan :<br /><br /> : Laki-laki<br /><br />: Perempuan<br /> : Klien<br /><br />: Laki-laki / perempuan yang sudah meninggal<br /><br />: Hubungan perkawinan<br /><br />: Tinggal serumah<br /><br /><br />10) Denah Rumah<br /><br /> <br /><br /><br /><br /> <br /><br />Skala : 1 : 100<br />Keterangan <br />1 : Ruang tamu <br />2 : Kamar mandi<br />3 : Kamar tidur <br />4 : Dapur<br />5 : Tangga<br />b. Pengkajian Individu<br />1) Identitas<br />Nama : Tn.A<br />Umur : 31 tahun<br />Agama : Islam<br />Pendidikan : STM<br />Pekerjaan : Tidak bekerja<br />Suku/Bangsa : Sunda/Indonesia<br />Alamat : Jln. Industri RT 07 RW 08 Kelurahan Arjuna<br />Kota Bandung<br /><br />2) Riwayat Kesehatan<br />a) Masalah Kesehatan yang Pernah Dialami<br />Tn.A menderita TB paru sejak tahun 2003, pada saat Tn.A masih bekerja di pabrik kimia bagian pengecatan. Selama sakit Tn.A sudah dirawat 2 kali di RS Cibadak pada tahun 2003 dan RS Ciumbuleuit pada bulan September tahun 2004. Tn.A minum obat secara teratur dan berhenti minum obat sejak 2 bulan yang lalu, karena pada saat Tn.A kontrol ulang pada bulan Mei, Tn.A sudah tidak diberi obat TB paru hanya diberi OBH saja. Keluhan saat ini yaitu masih batuk-batuk berdahak, terutama bila kedinginan dan kelelahan, dahak berwarna putih kental, keringat malam tidak ada, kadang-kadang demam dan sering merasa lemas bila beraktivitas. Nafsu makan sudah mulai membaik dibanding saat sakit pertama kali, hanya sering mual-mual, terutama setelah minum obat OBH. Pada saat terakhir kontrol ke RS sekitar bulan Mei, dilakukan pemeriksaan dahak, dan pada pemeriksaan tersebut dahak dinyatakan negatif.<br />Keluarga mengatakan TB paru adalah penyakit menular yang gejalanya batuk, demam, keringat pada malam hari. Saat di tanya bagaimana cara untuk mencegah penularan TB paru Tn.A menjawab harus menutup mulut saat batuk dan bersin dan memisahkan barang-barang pribadi seperti alat makan dengan keluarga lain. Tn.A biasa buang dahak di kamar mandi, bila buang dahak di jalan selalu ditutup dengan daun atau kertas. Keluarga mengatakan tidak mengetahui perawatan dirumah pada Tn.A terutama mengenai pemberian makanan.<br /><br />b) Masalah Kesehatan Keluarga (Keturunan)<br />Menurut keluarga, dikeluarga tidak ada yang menderita sakit TB paru seperti yang dialami Tn.A, orangtua Tn.A mempunyai riwayat penyakit hipertensi dan penyakit jantung .<br /><br />3) Kebiasaan Sehari-hari<br />a) Biologis<br />(1) Pola Makan<br />Menurut Tn.A pola makannya sehari adalah 2 atau 3 kali, tapi kadang-kadang tidak habis karena merasa mual, Tn.A mengatakan nafsu makannya sekarang sudah lebih baik dibanding dengan waktu pertama kali sakit. Selama Tn.A sakit dan mengikuti program pengobatan TB paru berat badannya turun hingga berat badan mencapai 36 Kg. Menu makanan yang disajikan adalah nasi, sayur dan tahu/tempe. Keluarga tidak pernah memberikan menu khusus untuk Tn.A karena tidak tahu makanan apa yang terbaik untuk penderita TB, dan bila Tn.A tidak mau makan karena mual, keluarga hanya membiarkan saja.<br />(2) Pola Minum<br />Tn.A minum 7-8 gelas sehari, jenis minuman air putih dan air teh, <br />(3) Pola Tidur<br />Tn.A tidur malam jam 21.00 – 04.30 WIB (+ 8 jam semalam), tidurnya selalu nyenyak, kecuali kalau anaknya nangis karena ngompol. Tidur siang kadang-kadang sekitar 30 menit sampai 1 jam.<br />(4) BAB / BAK<br />Menurut Tn.A, dirinya BAB sekali dalam sehari dengan konsistensi lunak, warna kuning dan baunya khas, tidak ada gangguan dalam BAB, begitu juga dengan BAK yang rata-rata 5-6 kali sehari dengan warna kuning jernih, tidak ada keluhan dalam proses pengeluarannya.<br /><br /><br /><br />(5) Aktifitas Sehari-hari<br />Menurut Tn.A aktivitasnya saat ini hanya membantu istri mengasuh anaknya karena sekarang Tn.A tidak bekerja, setiap pagi Tn.A sering berjemur sambil mengasuh anaknya.<br />(6) Rekreasi<br />Tn.A jarang melakukan perjalanan khusus untuk berekreasi, hanya kadang-kadang bepergian ke rumah saudara-saudaranya. Sarana rekreasi dirumah antara lain TV dan radio.<br /><br />b) Psikologis<br />(1) Keadaan Emosi<br />Tn.A tampak tenang. Dalam menjalani sakitnya ini Tn.A mengatakan menerima dan berusaha untuk berobat karena ingin segera sembuh .<br /><br />c) Sosial<br />(1) Hubungan Antar Keluarga<br />Hubungan Tn.A dengan seluruh anggota keluarga baik, menurut pengakuan keluarga tidak pernah terjadi pertengkaran antar anggota keluarga<br />(2) Hubungan Dengan Orang Lain<br />Hubungan Tn.A dengan tetangga sekitar baik terutama dengan tetangga yang berdekatan dengan rumahnya, terbukti Tn.A sering bertegur sapa saat bertemu dan berbincang-bincang dengan tetangga dekat rumahnya.<br /><br />d) Spiritual / Kultural<br />(1) Pelaksanaan Ibadah<br />Tn.A adalah seorang yang beragama Islam, menurut pengakuannya Tn.A sering sholat 5 waktu.<br />(2) Keyakinan Tentang Kesehatan<br />Tn.A meyakini bahwa kesehatan itu penting bagi setiap orang, dan lebih penting mencegah dari pada mengobati, karena biaya yang dikeluarkan lebih besar.<br /><br />4) Pemeriksaan Fisik<br />No Aspek yang Dinilai Tn.A Ny.I An.F<br /><br />1 2 3 4 6<br />1 Keadaan Umum Sedang sakit Sehat Sehat<br /> Kesadaran Compos mentis Compos mentis Compos mentis<br /> Suhu 37,2 o C 36,8 o C 37,1 o C<br /> Nadi 88 x/mnt 80 x/mnt 100 x/mnt<br /> Tensi 120/80 mmHg 120/70 mmHg -<br /> Pernafasan 24 x/menit 18 x/menit 26x /menit<br /> Berat badan 45 kg 62 kg 11 kg<br /> Tinggi badan 166 cm 168 cm -<br />2. Head to toe<br />a. Kepala<br /> Kulit kepala Bersih tidak lengket tidak ada lesi dan benjolan Bersih tidak lengket tidak ada lesi dan benjolan Bersih tidak lengket tidak ada lesi dan benjolan<br /> Rambut Warna hitam, penyebaran merata, tidak mudah dicabut Warna hitam, penyebaran merata, tidak mudah dicabut Warna hitam, penyebaran merata, tidak mudah dicabut<br /> Bentuk Simetris Simetris Simetris<br /> Keluhan Tidak ada Tidak ada Tidak ada<br />b. Mata<br /> Bentuk Simetris Simetris Simetris<br /> Konjungtiva Warna merah muda Warna merah muda Warna merah muda<br /> Sclera Warna putih Warna putih Warna putih<br /> Refleks pupil ++/++ ++/++ ++/++<br /> Fungsi penglihatan Tn.A bisa membaca papan nama perawat dalam jarak 30 cm tanpa alat bantu Baik, terbukti Ny. I mampu membaca papan nama perawat pada jarak 30 cm tanpa alat Bantu <br /> Gerakan bola mata Dapat digerakkan ke segala arah Dapat digerakkan ke segala arah Dapat digerakkan ke segala arah<br />c. Telinga<br /> Bentuk Simetris, ujung pina sejajar dengan sudut bola mata Simetris, ujung pina sejajar dengan sudut bola mata Simetris, ujung pina sejajar dengan sudut bola mata<br /> Warna Sama dengan warna kulit sekitar Sama dengan warna kulit sekitar Sama dengan warna kulit sekitar<br /> Kelenturan dan kebersihan Daun telinga teraba elastis, tidak ada lesi dan tidak ada nyeri tekan, di dalam lubang telinga tidak tampak kotoran telinga Daun telinga teraba elastis, tidak ada lesi dan tidak ada nyeri tekan, di dalam lubang telinga tidak tampak kotoran telinga Daun telinga teraba elastis, tidak ada lesi dan tidak ada nyeri tekan, di dalam lubang telinga tidak tampak kotoran telinga<br /> Fungsi pendengaran Baik, terbukti Tn.A mampu menjawab semua pertanyaan dengan baik Baik, terbukti Ny. I mampu menjawab semua pertanyaan dengan baik Baik, terbukti An.F menoleh saat namanya dipanggil<br />d. Hidung<br /> Bentuk Simetris, tidak ada secret, septum berada di tengah Simetris, tidak ada secret, septum berada di tengah Simetris, tidak ada sekret, septum berada di tengah<br /> Fungsi penciuman Baik, terbukti Tn. A dapat membedakan bau minyak kayu putih dan bau kopi dengan mata tertutup, Tes kepatenan pada kedua hidung sama Baik, terbukti Ny. I dapat membedakan bau minyak kayu putih dan bau kopi dengan mata tertutup, Tes kepatenan pada kedua hidung sama <br />e. Mulut<br /> Bentuk Simetris, bibir lembab, mukosa mulut bersih Simetris, bibir lembab, mukosa mulut bersih Simetris, bibir lembab, mukosa mulut bersih<br /> Fungsi pengecapan Baik, terbukti Tn. A mampu membedakan rasa asin dan manis Baik, terbukti Ny. I mampu membedakan rasa asin dan manis -<br /> Gigi Jumlah 32 buah, tidak terdapat caries gigi Jumlah 32 buah, tidak terdapat caries gigi Gigi susu 15 buah<br /> Fungsi menelan Baik, tidak ada keluhan dalam menelan Baik, tidak ada keluhan dalam menelan <br />f. Lecher<br /> Bentuk Simetris, JVP tidak meninggi, KGB tidak teraba Simetris, JVP tidak meninggi, KGB tidak teraba <br /> Pergerakan Baik, leher Tn.A dapat digerakkan ke segala arah, tidak ada nyeri saat digerakan, tidak ada kaku kuduk Baik, leher Ny. I dapat digerakkan ke segala arah, tidak ada nyeri saat digerakan. <br />g. Dada<br /> Bentuk Simteris, warna kulit sama dengan warna kulit daerah sekitar, tidak ada lesi atau benjolan, tidak ada nyeri tekan Simteris, warna kulit sama dengan warna kulit daerah sekitar, tidak ada lesi atau benjolan, tidak ada nyeri tekan Simteris, warna kulit sama dengan warna kulit daerah sekitar, tidak ada lesi atau benjolan<br /> Bunyi nafas Vesikuler, terdengar ronkhi pada area paru terutama segmen atas Vesikuler, tidak terdengar ronkhi pada semua area paru Vesikuler, tidak terdengar ronkhi pada semua area paru<br /> Vokal fremitus Vibrasi teraba sama di kedua lobus paru Vibrasi teraba sama di kedua lobus paru -<br /> Ekspansi paru Simetris Simetris <br /> Jantung S1 dan S2 terdengar murni regular S1 dan S2 terdengar murni regular <br />h. Abdomen<br /> Bentuk Datar lembut, tidak ada nyeri tekan dan nyeri lepas, hati tidak teraba, ginjal tidak teraba, Datar lembut, tidak ada nyeri tekan dan nyeri lepas, hati tidak teraba, ginjal tidak teraba, Datar dan lembut<br /> Bising usus (+) 12 x /menit (+) 10 x /menit <br />i. Punggung<br /> Bentuk Tidak ada kelainan bentuk tulang belakang, tidak ada lesi atau benjolan Tidak ada kelainan bentuk tulang belakang, tidak ada lesi atau benjolan Tidak ada kelainan tulang belakang<br />J. Ekstermitas<br /> Ekstremitas atas Bentuk simetris, tidak ada lesi, oedema dan benjolan, warna kulit sawo matang, kedua tangan bebas bergerak, refleks trisep dan bisep ++/++, Bentuk simetris, tidak ada lesi, oedema dan benjolan, warna kulit sawo matang,, kedua tangan bebas bergerak, refleks trisep dan bisep ++/++ Bentuk simetris, tidak ada lesi, oedema dan benjolan, warna kulit sawo matang,, kedua tangan bebas bergerak<br /> Ekstremitas bawah Bentuk simetris, tidak ada lesi, edema dan benjolan, warna kulit sawo matang, kedua tungkai bebas bergerak, refleks patella ++/++ Bentuk simetris, tidak ada lesi, edema dan benjolan, warna kulit sawo matang, kedua tungkai bebas bergerak, refleks patella ++/++ Bentuk simetris, tidak ada lesi, edema dan benjolan, warna kulit sawo matang, kedua tungkai bebas bergerak<br /> Kekuatan otot 5 5<br />5 5<br />5 5<br />5 5<br /><br />k. Integumen<br /> Warna Sawo matang Sawo matang Sawo matang<br /> Keadaan Bersih Bersih Bersih<br /> Turgor Cepat kembali dalam 2 detik Cepat kembali dalam 3 detik Cepat kembali dalam waktu < 3 detik<br /> Sensasi Dapat membedakan sensasi tajam dan tumpul Dapat membedakan sensasi tajam dan tumpul <br /><br />c. Analisa Data<br />No Data Masalah kesehatan Masalah keperawatan<br /><br />1 2 3 4<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> DS :<br />- Keluarga mengatakan Tn.A menderita TB paru sejak tahun 2003 dan sudah 2 kali dirawat karena TB paru<br />- Tn.A mempunyai riwayat merokok sejak sekolah STM<br />- Tn.A mengatakan saat ini masih batuk-batuk berdahak, sesak nafas bila beraktifitas berat, dan lemah<br />- Tn.A mengatakan bulan Mei Tn. A kontrol dan kemudian dilakukan pemeriksaan dahak, hasilnya dinyatakan negatif<br />- Tn.A sudah tidak minum obat TB paru hanya di beri OBH yang dibeli di warung<br />DO :<br />- Tn.A tampak kurus dan lemah<br />- Tn.A tampak batuk-batuk<br />- Keadaan rumah kurang memenuhi syarat kesehatan<br /> TB paru <br /> DS :<br />- Tn.A mengatakan porsi makannya jarang habis<br />- Tn.A mengatakan tidak mengetahui tentang jenis makanan yang harus diberikan<br />- Tn.A mengatakan frekwensi makan 2 x dan kadang kadang 3 x, nafsu makannya sudah mulai membaik dibanding saat pertama kali sakit tapi sekarang sering merasa mual terutama setelah minum OBH<br />- Keluarga mengatakan hanya menyajikan makanan seadanya, menu makanan yang biasa diberikan adalah nasi, sayur, kadang tahu dan tempe.<br />- Keluarga mengatakan belum tahu cara mengatur makanan untuk Tn.A yang menderita TB paru<br />DO :<br />- BB 45 Kg, TB 166 cm<br />- Tn.A tampak lemah<br />- Tn.A tampak kurus Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan<br /> DS :<br />- Tn.A mengatakan keluhan saat ini yaitu masih sering batuk-batuk berdahak, terutama bila kedinginan atau kelelahan.<br />- Selama 2 bulan ini Tn.A hanya mengkonsumsi OBH yang dibeli di warung dengan alasan dokter hanya memberi OBH saja<br />- Tn.A mengatakan setiap hari mengasuh anaknya yang masih balita<br />- Keluarga mengatakan tidak punya tempat khusus untuk menampung dahak Tn.A<br />- Keluarga mengatakan alat makan Tn.A sudah terpisah dengan anggota keluarga lain<br />DO :<br />- Tn.A mempunyai anak balita<br />- Tn.A masih batuk-batuk<br />- Saat batuk Tn.A tidak menutup mulut atau memalingkan muka<br />- Keadaan rumah kurang memenuhi syarat kesehatan, ventilasi < 15 %, sinar matahari tidak masuk kedalam rumah hanya masuk lewat genting kaca, keadaan rumah gelap, terdapat lorong menuju pintu yang gelap dan pengap.<br /> Resiko terjadi penularan penyakit<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />d. Pengkajian Data Fungsi keluarga<br />TGL Masalah Data Fungsi Perawatan Keluarga Kesimpulan<br /><br />1 2 3 4<br />08-08-05<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> Masalah Kesehatan :<br />TB paru <br /><br />Masalah Keperawatan :<br />Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan<br /><br /><br /> - Keluarga mengatakan gangguan nutrisi adalah kekurangan gizi sehingga berat badan turun dan kurus<br />- Keluarga mengatakan penyebabnya karena makan yang sedikit dan makanan yang dimakan kurang bergizi <br />- Keluarga mengatakan faktor yang mempengaruhi gangguan nutrisi adalah karena tidak nafsu makan dan adanya mual<br />- Keluarga mengatakan setelah berobat TB paru terlihat sudah ada perbaikan pada Tn. A<br /> <br />- Keluarga merasakan keadaan Tn.A sebagai masalah tapi tidak tahu harus diapakan<br />- Keluarga mengatakan salah satu akibat dari tidak mau makan, badan Tn.A menjadi kurus dan lemah sehingga tidak bisa bekerja<br />- Keluarga mengatakan keluarga belum bisa memutuskan apa yang akan dilakukan pada Tn.A selanjutnya<br /><br />- Keluarga mengatakan akan membawa Tn..A kontrol ulang bila sudah ada biaya <br />- Keluarga hanya membiarkan saja bila Tn.A tidak mau makan<br />- Keluarga mengatakan tidak tahu cara mengatur makanan bagi Tn.A dan hanya menyajikan makanan seadanya saja.<br /> Ketidaktahuan keluarga mengenal masalah gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan pada Tn.A<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Ketidakmauan keluarga mengambil tindakan untuk mengatasi gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan pada Tn.A<br /><br /><br />Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga dengan gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan pada Tn.A dengan TB paru<br />08-08-05 Masalah Kesehatan :<br />TB paru <br /><br />Masalah Keperawatan:<br />Resiko terjadi penularan penyakit - Keluarga mengatakan tidak menjadi masalah karena Tn.A sudah merasa sembuh dan anaknya sehat-sehat saja.<br />- Keluarga mengatakan Tn.A sering mengasuh anaknya yang masih balita<br />- Keluarga mengatakan akibat yang akan terjadi jika Tn.A tidak melakukan pencegahan anak dan keluarganya akan tertular <br />- Keluarga mengatakan sejak sakit TB paru alat makan di pisahkan dari anggota keluarga lain<br /><br />- Keluarga mengatakan Tn.A membuang dahaknya di jamban dan bila membuang dahaknya di jalan, dahaknya selalu ditutup daun/kertas dan keluarga tidak tahu cara pembuangan dahak yang aman<br />- Keluarga akan membawa Tn.A ke RS bila sudah ada biaya<br />- Keluarga mengatakan kadang-kadang saja membuka pintu rumah supaya ada udara masuk ke dalam rumah.<br /> Ketidakmaun keluarga mengatasi masalah pencegahan penularan TB paru<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga dengan TB paru<br /><br /><br /><br />Pengkajian Keluarga Mandiri<br />Tanggal Masalah Kesehatan Masalah Keperawatan Kriteria Keluarga Mandiri Kategori Simpulan<br /> 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 <br />8/8/2005 TB Paru Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan pada TN.A dengan TB paru √ √ √ √ √ KM II<br />8/8/2005 TB Paru Resiko terjadi penularan TB paru pada anggota keluarga Tn.A √ √ √ √ √ KM II<br /><br />Keluarga Tn.A berada pada kemandirian tingkat II<br /><br /><br /><br /><br /><br />e. Penapisan / Prioritas Masalah<br />1) Gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan pada Tn.A dengan TB paru<br />No Kriteria Perhitungan Skore Pembenaran<br />1 Sifat masalah <br />Aktual (tidak /kurang sehat)<br /> 3/3 x 1 1 Masalah kurang / tidak sehat, keluarga merasakan sebagai masalah karena saat ini berat badan Tn.A kurang dari normal dan memerlukan tindakan yang segera<br />2 Kemungkinan masalah dapat diubah<br />Sebagian<br /> ½ x2 1 Kemungkinan masalah dapat diubah sebagian karena adanya keterbatasan sumber dana dan pengetahuan keluarga<br />3 Potensi pencegahan<br />Cukup<br /> 2/3 x 1 2/3 Cukup, masalah sudah terjadi dalam waktu yang lama dan untuk mencapai perbaikan status nutrisi dibutuhkan waktu yang lama<br />4 Penonjolan masalah<br />Ada masalah, tapi tidak perlu segera ditangani<br /> 2/2 x 1 1 Keluarga menyadari adanya masalah dan harus segera ditangani<br />Total Skore 3 2/3 <br /><br /><br /><br /><br />2) Resiko terjadi penularan penyakit pada seluruh anggota keluarga Tn. A<br />No Kriteria Perhitungan Skore Pembenaran<br />1 Sifat masalah <br />Ancaman kesehatan<br /> 2/3 x 1 2/3 Masalah merupakan ancaman kesehatan, karena belum terjadi tapi kemungkinan besar akan terjadi <br />2 Kemungkinan masalah dapat diubah<br />Mudah<br /> 2/2 x 2 2 Mudah, tingkat pendidikan anggota keluarga cukup, keluarga mempunyai kartu sehat untuk berobat, keluarga dapat memanfaatkan fasilitas yang ada dirumah<br />3 Potensi pencegahan<br />Cukup 2/3 x 1 2/3 Cukup, penyakit sudah diderita lama, dalam keluarga ada anak balita yang menjadi resiko tinggi penularan, keadaan lingkungan rumah kurang memenuhi syarat kesehatan<br />4 Penonjolan masalah<br />Masalah tidak dirasakan 0/2 x 1 0 Masalah tidak terlalu dirasakan oleh keluarga <br />Total Skore 2 4/3 <br /><br />Diagnosa Keperawatan berdasarkan Prioritas<br />1. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan pada Tn.A dengan TB paru <br />2. Resiko terjadi penularan penyakit pada seluruh anggota keluarga Tn.A ridwanhttp://www.blogger.com/profile/02054077052225308649noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2237078163584498698.post-86482453675248639782008-11-19T17:36:00.000-08:002008-11-19T17:38:08.400-08:00home careTUJUAN HOME CARE DI MASYARAKAT <br />Smith (1995), mengidentifikasi pelayanan keperawatan di rumah ( HC) memiliki lima tujuan dasar, yaitu :<br />1. Meningkatkan “support system” yang adekuat dan efektif serta mendorong digunakannya pelayanan kesehatan.<br />2. Meningkatkan keadekuatan dan keefektifan perawatan pada anggota keluarga dengan masalah kesehatan dan kecacatan.<br />3. Mendorong pertumbuhan dan perkembangan yang normal dari seluruh anggota keluarga dan keluarga serta memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga tentang peningkatan kesehatan dan pencegahan.<br />4. Menguatkan fungsi keluarga dan kedekatananantar keluarga <br />5. Meningkatkan kesehatan lingkungan.<br /><br />INDIKASI<br />Kasus umum yang merupakan pasca perawatan di RS adalah :<br />• Klien dengan COPD<br />• Klien dengan penyakit gagal jantung<br />• Klien dengan gangguan oksigensi<br />• Klien dengan mengalami perlukaan kronis<br />• Klien dengan diabetes<br />• Klien dengan gangguan fungsi perkemihan<br />• Klien dengan kondisi pemulihan kesehatan ( rehabilitasi)<br />• Klien dengan terapi cairan infus di rumah<br />• Klien dengan gangguan fungsi persyarafan<br />• Klien dengan AIDS<br /> Sedangkan kasus dengan kondisi khusus, meliputi :<br />• Klien dengan post partum <br />• Klien dengan gangguan kesehatan mental <br />• Klien dengan kondisi Usia Lanjut<br />• Klien dengan kondisi terminal ( Hospice and Palliative care)<br /><br /><br />KONSEP YANG MENDASARI<br />Pengertian, dan perkembangan HC<br /> Home Care (HC) merupakan layanan kesehatan yang dilakukan di rumah pasien (Lerman D & Eric B.L.,1993). Sedangkan menurut Rice, (2001) Home Care sendiri dapat diartikan sebagai ilmu dan seni yang berupaya memberikan layanan kesehatan dan perawatan bermutu yang dilakukan di rumah klien dan pada area di komunitas. Pengertian lain Home Care atau Home Health Nursing adalah interaksi yang dilakukan perawat di tempat tinggal keluarga yang bertujuan untuk meningkatkan dan mempertahankan kesehatan keluarga dan anggotanya.<br /> Bila dilihat dari perspektif sejarahnya maka kegiatan home care merupakan pelayanan yang dilakukan oleh para perawat dimana mereka melakukan kunjungan rumah bagi masyarakat miskin yang menderita sakit dan tidak di bawa ke rumah sakit. Hal ini telah dimulai di Amerika Serikat sekitar tahun 1796 di Boston dan pada tahun 1885 di New York telah ada semacam agen home care, yang akhirnya pada tahun 1886 di bentuk organisasi perawat kunjungan rumah atau Visiting Nurse Association (VNAs) dimana organisasi ini sejak tahun 1909 telah bergabung dengan lembaga asuransi dengan memperkejakan 1416 orang tenaga perawat kunjungan rumah. Sedangkan pemerintah USA memperkejakan sebanyak 12.000 perawat terlatih untuk memberikan asuhan keperawatan di rumah pada keluarga miskin melalui kegiatan Public Health Nurse/Community Health Nursing.<br /> Di Inggris, Home Care berkembang sejak di kenalkan Florence Nigthtingale (1820-1910) dan pada pertengahan abad 19 berkembanglah konsep district nursing yang diawali oleh para biarawati yang merawat orang-orang miskin di rumah. Peran district nurse terus berkembang mulai dari merawat orang sakit dan merawat orang dengan sakaratul maut di rumah, sampai mengajarkan keterampilan keperawatan dasar agar keluarga bisa mandiri.<br /> Perkembangan home care di Indonesia tidak banyak dicatat, namun sebenarnya telah ada sejak dikenalkan konsep Puskesmas sekitar tahun 70-an, dimana Public Health Nursing (PHN) saat itu dijadikan kegiatan pokok Puskesmas yang wajib dilaksanakan di setiap Puskesmas. Namun karena saat itu tenaga perawat di Indonesia masih belum memadai maka perkembangan kegiatan Home Care melalui program PHN menjadi tidak optimal. Pada saat ini seiring dengan pesatnya perkembangan pendidikan tinggi keperawatan dan perkembangan legislasi praktek keperawatan melalui dikeluarkannya SK Menkes No 1239 Thn 2002 tentang registrasi dan praktik keperawatan, maka kegiatan home care ke depan akan mengalami perkembangan yang pesat, apalagi banyak institusi rumah sakit yang mulai menyadari peluang kedepan tentang kegiatan hospital home care ini.<br /><br />Tujuan program HC<br /> Smith (1995), mengidentifikasi pelayanan keperawatan di rumah ( HC) memiliki lima tujuan dasar, yaitu :<br />1. Meningkatkan “support system” yang adekuat dan efektif serta mendorong digunakannya pelayanan kesehatan.<br />2. Meningkatkan keadekuatan dan keefektifan perawatan pada anggota keluarga dengan masalah kesehatan dan kecacatan.<br />3. Mendorong pertumbuhan dan perkembangan yang normal dari seluruh anggota keluarga dan keluarga serta memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga tentang peningkatan kesehatan dan pencegahan.<br />4. Menguatkan fungsi keluarga dan kedekatananantar keluarga <br />5. Meningkatkan kesehatan lingkungan.<br />Kelima tujuan dasar dari pelayanan keperawatan di rumah pada hakekatnya bertujuan untuk membantu keluarga menyelesaikan masalahnya, yang oleh Simmons (1980), dikatagorikan menjadi ;<br />1. Sikap hidup dan sumber-sumber pelayanan kesehatan<br />2. Penyimpangan status kesehatan<br />3. Pola dan pengetahuan tentang pemeliharaan kesehatan<br />4. Dinamika dan struktur keluarga. <br />Disamping hal tersebut, menurut Suharyati, (2004) program ini juga mempunyai dampak yang menguntungkan baik bagi klien dan keluarganya maupun bagi tenaga yang terlibat dalam pelayanan home care. Bagi klien dan keluarganya dapat membantu secara efisien dalam mengurangi beban biaya rawat inap di rumah sakit yang makin mahal, disamping pula meningkatkan kemandirian keluarga dalam perawatan klien di rumah. Sedangkan bagi para petugas yang terlibat terutama dalam pelayanan langsung di rumah klien program ini dapat memberikan variasi lingkungan kerja dan mampu menambah penghasilan bagi para perawat yang bekerja di rumah sakit.<br /><br /><br />Jenis kasus yang dilayani HC <br /> Rice. R, (2001) mengidentifikasi jenis kasus yang dapat dilayani pada program home care yang meliputi kasus-kasus yang umum pasca perawatan di rumah sakit dan kasus-kasus khusus klinik dan yang biasa dijumpai di komunitas.<br /> Kasus umum yang merupakan pasca perawatan di RS adalah :<br />• Klien dengan COPD<br />• Klien dengan penyakit gagal jantung<br />• Klien dengan gangguan oksigensi<br />• Klien dengan mengalami perlukaan kronis<br />• Klien dengan diabetes<br />• Klien dengan gangguan fungsi perkemihan<br />• Klien dengan kondisi pemulihan kesehatan ( rehabilitasi)<br />• Klien dengan terapi cairan infus di rumah<br />• Klien dengan gangguan fungsi persyarafan<br />• Klien dengan AIDS<br /> Sedangkan kasus dengan kondisi khusus, meliputi :<br />• Klien dengan post partum <br />• Klien dengan gangguan kesehatan mental <br />• Klien dengan kondisi Usia Lanjut<br />• Klien dengan kondisi terminal ( Hospice and Palliative care)<br />(Rice R , 2001.,Allender &Spradley, 2001)<br /><br />Provider dan peran perawat dalam program HC<br /> Dalam memberikan pelayanan kepada klien, program HC melibatkan berbagai multidisiplin baik tenaga medis, perawat, ahli gizi, fisioterapi, sosial worker dll, yang merupakan tenaga yang langsung berhubungan dengan pemberian pelayanan kepada klien, sedangkan yang lainnya adalah tenaga administratur program HC. <br />Dari semua jenis tenaga tersebut maka tenaga keperawatan merupakan tenaga utama dalam memberikan pelayanan keperawatan di rumah. Menurut Triebsch &Brueckner dalam Lerman and Linne,(1993); Rice R ,(2001)., Allender &Spradley, (2001) posisi perawat dalam home care merupakan tenaga utama yang memberikan pelayanan pada klien di rumah, oleh karena itu perawat dapat berfungsi sebagai koordinator dalam pelayanan dan memerankan diri sebagai case manager, dan harus terlibat sejak rencana klien pulang (discharge planning).<br />Sebagai koordinator perawat harus mempunyai pengetahuan tentang pelayanan home care (termasuk kriteria klien), keterampilan komunikasi dan sensitif terhadap kebutuhan klien termasuk kebutuhan rencana klien pulang dari perawatan di RS. Disamping itu perawat juga harus mampu menguasai keterampilam kerja tim, organisasi serta kemampuan membaca peluang dan pemasaran produk HC. <br />Perawat Home Care bekerja dengan berbagai macam klien yaitu klien-klien lansia dengan penyakit kronis, ibu dengan bayi baru lahir, klien-klien terminal, dan lain-lain. Fokus utama dalam pelayanan keperawatan Home Care adalah untuk memandirikan klien dan keluarga, meningkatkan status kesehatan klien dan keluarga dengan berperan sebagai pendidik, advokat bagi klien, sebagai manajer kasus, serta memberikan spirit pada klien dan keluarganya.<br />Sedangkan untuk menunjang dan mengaplikasikan peran tersebut diperlukan ketrampilan adalah:<br />• Keterampilan dalam mengkaji dan mengevaluasi <br />• Keterampilan dalam komunikasi yang efektif<br />• Keterampilan dalam pengambilan keputusan<br />• Keterampilan dalam pendokumentasian yang efektif<br />• Berfikir kreatif/fleksibel dan kritis<br />• Pengembangan diri<br /><br /><br /> Strategi Pengelolaan HHC (Hospital-based Home Care)<br /> Untuk mengelola program Hospital-based Home Care dengan sukses diperlukan komitmen semua pihak baik pengelola agensi home care, rumah sakit maupun para pemberi pelayanan. Komitmen ini sangat diperlukan mengingat banyaknya hambatan dalam pengelolaan HHC ini, terutama para pengelola harus memiliki jiwa kewirausahaan yang benar-benar tinggi.<br /> Menurut Ficks. W.J (1993) ada beberapa kendala/hambatan dalam mencapai sukses dalam pengelolaan HHC, yaitu dilihat dari aspek internal dan eksternal. Hambatan dari faktor internal terdiri dari product life cycle, wage and benefits, administrivia, dan hospital large-scale mind-set. Sedangkan hambatan eksternal menyangkut sistem pembayaran yang tidak lancar, meliputi reimbusment changes, prospective payment dan case management yang tidak hati-hati.<br /> Untuk menanggulangi hambatan faktor internal dan eksternal HHC tersebut maka strategi pengelolaan HHC menurut Lerman and Linne,(1993) diarahkan kepada :<br />1. Menetapkan strategi MIA ( Mission, Innovation, and Autonomy) untuk mengatasi hambatan internal<br />M =Mission<br />Antara agen/unit home care dan rumah sakit harus saling bersinergi dan mempunyai kesamaan pandangan dalam hal :<br />• Meningkatkan kunjungan klien, dimana bersama-sama berusaha secara aktif dan proaktif, sehingga akan mampu meningkatkan kepuasan pelanggan dalam pelayanan program HHC sehingga akan berdampak pada peningkatan kunjungan ke rumah sakit (klien rawat jalan)<br />• Penghematan biaya; HHC didesain untuk memaksimalkan penghematan biaya rumah sakit dengan menurunkan Lenght of stay (LOS). Penghematan biaya ini menggunakan rumus sbb:<br />Penghematan<br />Biaya RS melalui =<br />penurunan LOS <br />Rata-rata LOS - <br />LOS RS Aktual x Biaya-biaya lain RS per klien perhari<br /><br />I =Innovation<br />Agensi/unit Hospital-Based Home Care harus dapat mendorong menciptakan inovasi-inovasi terbaru berkaitan dengan pemasaran dan pelayanan. Dalam konteks ini Rumah Sakit harus mendukung kegiatan HHC tersebut dengan memberikan reward yang positif dan memadai. Ada dua prinsip yang harus dipegang untuk mengembangkan hal tersebut adalah :<br />• Jika RS memiliki program ionovasi yang dapat diimplementasikan tanpa mengganggu operasional HHC, maka sebaiknya unit HHC mengadaptasi program RS tersebut<br />• Dan sebaliknya jika agensi/unit HHC memiliki proses dan sistem inovasi sendiri dan tidak mengganggu sistem RS, maka RS sebaiknya mengadaptasi sistem HHC tersebut.<br /><br />A = Autonomy<br />Karena dalam mengembangkan program HHC mengandung unsur bisnis (profit oriented), maka sebaiknya pengelola HHC diberi otonomi dalam mengembangkan tehnik-tehnik euntrepreneurship (kewirausahaan), oleh karena itu sebaiknya yang menjadi administratur HHC adalah seorang euntrepreneur. Dengan demikian akan mampu mengingkatkan penampilan HHC yang profesional.<br /><br />2. Untuk mengatasi hambatan eksternal, direkomendarisakan 4 hal yang perlu diperhatikan :<br />• Administrator harus memastikan semua informasi yang dibutuhkan oleh staff dan tersedia dengan lengkap, meliputi akunting, laporan pelayanan,dan monitor produktifitas pelayanan.<br />• Untuk meningkatkan efisiensi operasional HHC, maka pengelola HHC harus mampu mengembangkn sistem pembiayaan yang efektif dan efisien (dihitung berdasarkan unit cost/kunjungan)<br />• Program HHC harus mampu menciptakan sistem referal (rujukan) sebagai upaya mengembangkan net-working yang mendukung peningkatan kunjungan ke HHC.<br />• Kunci sukses yang paling penting adalah menciptakan service/pelayanan yang berorientasi pada customers/pelanggan. Oleh karena orientasi kalkulasi bisnis harus berubah dari :<br /><br />Keuntungan (profit) = Revenue – Biaya (cost)<br /> Menjadi ..<br />Long term profit (dari cutomer yang puas) - Biaya =Profit plus<br /> <br /> Akhirnya faktor kunci sukses strategi pengelolaan dan pemasaran HHC menurut Lerman, (1993) yang paling tepat adalah dengan mengutamakan customer yaitu selain ongkos yang terjangkau dan memadai, perawatan yang berfokus pada klien, dan kepatuhan klien untuk kontrol yang teratur juga seperti di bawah ini:<br />• Aspek Pelayanan<br />- Keberhasilan pemberi pelayanan (provideer) yang selalu memegang nilai-nilai, misi dan etika RS untukk menjamin bahwa program Home Care dapat meningkatkan reputasi RS di masyarakat.<br />- Provider memberdayakan karyawannya untuk mengembangkan dan meningkatkan lingkup dan kualitas pelayanan.<br />- Provider memiliki komitmen terhadap pelayanan konsumen yang terbaik.<br />• Manajemen dan perencanaan strategi<br />- Administrator Home Care yang berhasil selalu mengembangkan rencana strategi yang memberi arah terhadap pelayanan<br />- Administrator dapat mengatasi hambatan organisasi RS guna keberhasilan program<br />- Administrator membangun koalisi internal RS dengan penyandang dana, manajer, dokter, staf klinik dan koordinator pemulangan klien untuk memasukkan Home Care sebagai komponen kunci dan tim yang penting di dalam sistem pelayanan RS yang terintegrasi<br />- Administrator selalu mengikuti teknologi dan inovasi, mencari target pasar yang baru, melayani berbagai jenis klien baru, mengubah pola praktek profesional jika kondisi klinik memungkinkan<br />- Administrator menggunakan data bisnisdan marketing untuk tujuan manajemen strategi<br />- Administrator menganalisa hasil provider lain dalam pasar, memeriksa siklus kehidupan hasil Home Care, mengidentifikasi kesenjangan di dalam pelayanan dan melaksanakan program baru<br />- Administrator berkolaboratif dan menekankan kemitraan dan hubungan kerjasama dengan provider lain jika diperlukan<br />• Manajemen Operasional<br />- Manajer Home Care yang berhasil memandang agen pelayanan Home Care dengan pemikiran Home Care dan bukan pemikiran RS tradisional<br />- Manajer Home Care siap untuk berubah dan mengenali bahwa tidak ada satu rahasia untuk sukses, fleksibilitas adalah kuncinya dan perubahan dalam arah harus dilakukan pada jalan menuju sukses<br />- Manajer Home Care mengevaluasi kembali hasil dan pelayanan yang ditawarkan dan merestrukturisasi kegiatan operasional jika diperlukan untuk mencapai tujuan RS<br />- Manajer Home Care mengimplementasi pemanfaatan dan sistem manajemen biaya dengan baik dalam persiapan kontrak perawatan dan kemungkinan sistem pembayaran Home Care secara prospektif<br />- Manajer Home Care melacak keakuratan klien dan mengidentifikasi total cost dan unit cost untuk setiap hasil dan pelayanan yang diberikan<br />- Manajer Home Care mengembangkan produktivitas dan sistem monitoring manajemen mutu yang kuat<br />- Manajer Home Care menyewa orang dengan bakat terbaik dan memberikan insentif yang sesuai dengan penampilan yang dilakukan<br />- Manajer Home Care secara efisien rencana pemulangan klien dan melakukan proses koordinasi<br />- Manajer Home Care mengimplementasikan manajemen sistem informasi yang canggih untuk meningkatkan manajemen operasional dan pengambilan keputusan dalam manajemen strategi secara klinis dan fiskal<br />- Manajer Home Care mengatur berbagai pelayanan dan hasil tanpa mengikuti pola pemikiran penggantian biaya (reimbursement) medicare<br />- Manajer Home Care mengimplementasikan kebijakan personil yang fleksibel untuk tujuan rekruitmen dan retensi<br />- Manajer Home Care menghilangkan program yang tidak berhasil, mengurangi kerugian dan terus maju ke depan dengan kesempatan baru<br />• Marketing/pembuatan kontrak<br />- Administrator Home Care yang berhasil secara afgresif memasarkan pelayanannya baik secara internal maupun eksternal untuk membangun dan mengembangkan dasar rujukan<br />- Administrator Home Care mengumpulkan dan mengemas pelayanan RS dan Home Care secara komprehensif dan terintegrasi bagi perusahaan asuransi swasta dan pemerintah untuk meningkatkan volume bisnis pada tingkat yang diharapkan<br />- Administrator Home Care memperkecil konsumen yang tergantuung pada pembayaran Medicare dan memperluas secara agresif ke dalam pasar asuransi swasta, manajemen kasus, self-pay (konsumen yang membayar sendiri)<br />Langkah-lngkah/prosedure Home Care.<br /> Untuk melaksanakan Home Care dengan baik maka perlu melihat hubungan perawat dengan klien/keluarga. Ada beberapa fase dalam melaksanakan pelayanan keperawatan di keluarga/rumah :<br />1. Fase Pre inisiasi/persiapan.<br />Pada fase pertama, perawat mendapat data tentang keluarga yang akan di kunjungi dari Puskesmas atau ibu kader. Perawat perlu membuat laporan pendahuluan untuk kunjungan yang dilakukan. Kontrak waktu kunjungan perlu dilakukan pada fase ini .<br />2. Fase Inisiasi/perkenalan.<br />Fase ini mungkin memerlukan beberapa kali kunjungan. Selama fase ini perawat dan keluarga berusaha untuk saling mengenal dan bagaimana keluarga menanggapi suatu masalah kesehatan. <br />3. Fase implementasi.<br />Pada fase ini, perawat melakukan pengkajian dan perencanaanuntuk menyelesaikan masalah kesehatan yang dimiliki oleh keluarga. Lakukan intervensi sesuai rencana,. Eksplorasi nilai-nilai keluarga dan persepsi keluarga terhadap kebutuhannnya. Berikan pendidikan kesehatan sesuai dengan pendidikannnya dan sediakan pula informasi tertulis.<br />4. Fase terminasi <br />Fase ini, perawat membuat kesimpulan hasil kunjungan berdasarkan pada pencapaian tujuan yang ditetapkan bersama keluarga.Menyususn rencana tindak lanjut terhadap masalah kesehatan yang sedang di tangani dan masalah kesehatan yang mungkindialami keluarga, penting dilakukan di fase terminasi.Tinggalkan nama dan alamat perawat dengan nomor telepon.<br />5. Fase pasca kunjungan <br />Sebagai fase terakhir hendaknya perawat membuat dokumentasi legkap tentang hasil kunjungan untuk disimpan di pelayanan kesehatan, tempat perawat bertugas. <br /><br />Mekanisme Operasional Perawatan Pasien di Rumah<br /> Menurut Helwiyah (2004) Klien yang memperoleh pelayanan keperawatan di rumah dapat merupakan rujukan dari klinik rawat jalan, unit rawat inap RS maupun Puskesmas. Namun klien dapat langsung menghubungi agensi pelayanan keperawatan di rumah atau praktek keperawatan perorangan untuk memperoleh pelayanan.<br /> Mekanisme yang harus dilakukan adalah:<br />• Klien pasca rawat inap atau rawat jalan harus diperiksa terlebih dahulu oleh dokter untuk menentukan apakah secara medis layak untuk dirawat di rumah atau tidak.<br />• Selanjutnya apabila dokter telah menetapkan bahwa klien layak dirawat di rumah, maka dilakukan pengkajian oleh koordinator kasus yang merupakan staf dari pengelola/agensi perawatan kesehatan di rumah, kemudian bersama-sama klien dan keluarga akan menentukan masalahnya dan membuat perencanaan, membuat kesepakatan juga mencakup jenis pelayanan, peralatan dan sistem pembayaran serta jangka waktu pelayanan.<br />• Selanjutnya klien akan menerima pelayanan dari pelaksana pelayanan keperawatan di rumah baik dari pelksana pelayanan yang dikontrak atau pelaksana yang direkrut oleh pengelola perawatan di rumah. Pelayanan dikoordinir dan dikendalikan oleh koordinator kasus, setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh tenaga pelaksana pelayanan harus diketahui oleh korrdinator kasus.<br />• Secara periodik koordinator kasus akan melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelayanan yang diberikan apakah sudah sesuai dengan kesepakatyan.<br /><br />Persyaratan klien yang menerima pelayanan keperawatan di rumah<br />• Mempunyai keluarga atau pihak lain yang bertanggung jawab atau menjadi pendamping bagi klien dalam berinteraksi deengan pengelola.<br />• Bersedia menandatangani persetujuan setelah diberikan informasi (informed consent).<br />• Bersedia melakukan perjanjian kerja dengan pengelola perawatan kesehatan di rumah untuk memenuhi kewajiban, tanggung jawab, dan haknya dalam menerima pelayanan.<br /><br /> <br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br />Allender J.A & Spardley., 2001., Community Health Nursing., Philadelphia: Lippincott.<br />Helwiyah Ropi., 2004., Home Care sebagai bentuk praktik keperawatan mandiri., Bandung: Majalah Keperawatan PSIK-FKUP.<br />Lerman D. & Linne E.B., 1993., Hospital Home Care., USA: AAAHP Inc.<br />Lukman M., 2002., Penanganan Keperawatan Komunitas sebagai Mitra Kedokteran Keluarga., Bandung: Pertemuan Ilmiah Tahunan Kedokteran Keluarga FKUP.<br />Rice R., 2001., Home Care Nursing Practice., St. Louis: Mosby Company.<br />Suharyati S., 1998., Analisis Peluang Pasar Program “Hospital Home Care” di RSHS Bandung tahun 1998.,Tesis: PPS IKM UI., Jakarta. <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />PANDUAN UNTUK PENGAJAR<br /><br /><br />1. Standar Kompetensi<br /><br />Kode Unit :<br />Judul Unit : Home Care di Masyarakat<br />Uraian Unit : <br /><br />Elemen/Subkompetensi Kriteria Unjuk Kerja<br />1. Fase Pre inisiasi/persiapan <br /><br /><br /><br /><br /><br />2. Fase Inisiasi/perkenalan Perencanaan<br /><br />3. Fase implementasi Pelaksanaan<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />4. Fase terminasi <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />5. Fase pasca kunjungan 1.1. Perawat mendapat data tentang keluarga yang akan di kunjungi dari Puskesmas atau ibu kader<br />1.2. Membuat laporan pendahuluan untuk kunjungan yang dilakukan.<br />1.3. Kontrak waktu kunjungan<br /><br />2.1 Perawat dan keluarga berusaha untuk saling mengenal dan bagaimana keluarga menanggapi suatu masalah kesehatan. <br /><br />3.1 Melakukan pengkajian<br />3.2 Perencanaan untuk menyelesaikan masalah kesehatan yang dimiliki oleh keluarga<br />3.3 Lakukan intervensi sesuai rencana<br />3.4 Eksplorasi nilai-nilai keluarga dan persepsi keluarga terhadap kebutuhannnya.<br />3.5 Berikan pendidikan kesehatan sesuai dengan pendidikannnya dan sediakan pula informasi tertulis.<br /><br />4.1 Perawat membuat kesimpulan hasil kunjungan berdasarkan pada pencapaian tujuan yang ditetapkan bersama keluarga.<br />4.2 Menyusun rencana tindak lanjut terhadap masalah kesehatan yang sedang di tangani dan masalah kesehatan yang mungkin dialami keluarga<br />4.3 Meninggalkan nama dan alamat perawat dengan nomor telepon.<br /><br /><br />5.1. Mencatat hasil pengkajian yang telah dilakukan<br />5.2 Melaporkan hasil kegiatan yang telah dilakukan dan rencana tindak lanjut kepada pihak puskesmas dan kecamatan. <br />5.3 Mencatat dengan jelas, ditandatangani disertai nama jelas<br />5.4 Tulisan yang salah dicoret kemudian diparaf<br />5.5 Catatan dibuat dengan menggunakan ballpoint atau tinta.<br /><br />Persyaratan/Kondisi Unjuk Kerja :<br />1. Komunikasi dan pendekatan pada keluarga<br />2. Kerja sama lintas program dan lintas sektoral<br />3. Melakukan upaya pemberdayaan dan peran serta aktif keluarga<br /><br />Acuan Penilaian :<br /><br />1. Mahasiswa mampu menjelaskan : <br />a. Tahapan pengorganisasian home care di masyarakat<br /><br />2. Mahasiswa mampu mendemonstrasikan :<br />a. Pengkajian pada keluarga<br />b. Pendekatan pada keluarga <br />c. Pelaksanaan home care di masyarakat<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />2. Standar Evaluasi<br /><br />MATRIKS PENILAIAN<br />HOME CARE DI MASYARAKAT <br /><br />(ELEMEN) SUBKOM PETENSI DOMAIN METODE PENILAIAN KET<br />KRITERIA UNJUK KERJA S K A O D Q LIS LAP <br />1.1. X X X X <br />1.2. X X X <br />1.3. X X X X X <br />2.1. X X X <br />3.1. X X X <br />3.2. X X X <br />3.3. X X X <br />3.4. X X X <br />3.5. X X X <br />4.1. X X X <br />4.2. X X X <br />4.3. X X X <br />5.1. X X <br />5.2. X X <br />5.3. X X <br />5.4. X X <br />5.5. X X <br /> <br /> Keterangan :<br /> S = skill K = kognitif A = afektif<br />O = observasi D = demonstrasi Q = quis Lis = lisan Lap = laporan <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />FORMAT PENILAIAN<br />(OBSERVASI PRAKTIKUM DI MASYARAKAT)<br /><br /><br />Judul Kompetensi : Home Care di Masyarakat<br />Nama Kandidat :<br /><br />NO. PROSEDUR SKALA KET<br /> 0 1 2 <br />1. Membina trust dengan keluarga <br />2. Melakukan pengkajian keluarga (data primer dan sekunder) <br />3. Melakukan pengkajian <br />4. Membuat perencanaan untuk menyelesaikan masalah kesehatan yang dimiliki oleh keluarga <br />5. Melakukan intervensi sesuai rencana <br />6. Mengeksplorasi nilai-nilai keluarga dan persepsi keluarga terhadap kebutuhannnya. <br />7. Memberikan pendidikan kesehatan sesuai dengan pendidikannnya dan sediakan pula informasi tertulis. <br />8. Membuat kesimpulan hasil kunjungan berdasarkan pada pencapaian tujuan yang ditetapkan bersama keluarga. <br />9. Menyusun rencana tindak lanjut terhadap masalah kesehatan yang sedang di tangani dan masalah kesehatan yang mungkin dialami keluarga <br />10. Meninggalkan nama dan alamat perawat dengan nomor telepon <br /><br />Ket : 0 : tidak dilakukan <br />1 : Dilakukan tidak sempurna<br /> 2 : Dilakukan sempurna<br /><br /> Nilai batas lulus 80%<br /><br /><br />Bandung, ………………<br />Peserta Ujian Evaluator<br /><br /><br /> ( ) ( )<br /><br />Catatan Penilaian Keperawatan<br />Studi Dokumentasi<br /><br /><br />Judul Kompetensi : Home Care di Masyarakat <br />Nama Kandidat :<br /><br />ASPEK YANG DINILAI<br /> SKALA KET<br /> 0 1 2 <br />1. Mencatat hasil pengkajian Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam melaksanakan home care di keluarga.<br />2. Mencatat respon keluarga sasaran dengan adanya tindakan keperawatan yang telah dilakukan.<br />3. Menandatangani catatan yang telah dibuat. <br />4. Melaporkan hasil pengelolaan keperawatan komunitas di masyarakat kepada pihak terkait<br />5. Tulisan :<br /> Jelas<br /> Mudah dibaca<br /> Ditandatangani<br /> Terdapat nama jelas<br /> Tidak ada bekas menghapus<br /><br />6. Diketahui oleh tokoh masyarakat setempat <br /><br /><br />Ket : 0 : tidak dilakukan <br />1 : Dilakukan tidak sempurna<br /> 2 : Dilakukan sempurna<br /><br /> Nilai batas lulus 80%<br /><br />Bandung, ………………<br /> Peserta Ujian Evaluator<br /><br /><br /><br />( ) ( )<br /><br />Catatan Penilaian Keperawatan<br />Bank Question<br /><br /><br />Judul Kompetensi : Home Care di Masyarakat <br />Nama Kandidat :<br /><br />Pertanyaan<br /> Jawaban yang diharapkan Ket<br />1. Apa tujuan penge-lolaan home care di masyarakat ?<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />2. Bagaimana langkah- langkah mengelola home care di masyarakat ?<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> Smith (1995), mengidentifikasi pelayanan keperawatan di rumah ( HC) memiliki lima tujuan dasar, yaitu :<br />1. Meningkatkan “support system” yang adekuat dan efektif serta mendorong digunakannya pelayanan kesehatan.<br />2. Meningkatkan keadekuatan dan keefektifan perawatan pada anggota keluarga dengan masalah kesehatan dan kecacatan.<br />3. Mendorong pertumbuhan dan perkembangan yang normal dari seluruh anggota keluarga dan keluarga serta memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga tentang peningkatan kesehatan dan pencegahan.<br />4. Menguatkan fungsi keluarga dan kedekatananantar keluarga <br />5. Meningkatkan kesehatan lingkungan.<br /><br />Ada beberapa fase dalam melaksanakan pelayanan keperawatan di keluarga/rumah :<br />1. Fase Pre inisiasi/persiapan.<br />Pada fase pertama, perawat mendapat data tentang keluarga yang akan di kunjungi dari Puskesmas atau ibu kader. Perawat perlu membuat laporan pendahuluan untuk kunjungan yang dilakukan. Kontrak waktu kunjungan perlu dilakukan pada fase ini .<br />2. Fase Inisiasi/perkenalan.<br />Fase ini mungkin memerlukan beberapa kali kunjungan. Selama fase ini perawat dan keluarga berusaha untuk saling mengenal dan bagaimana keluarga menanggapi suatu masalah kesehatan. <br />3. Fase implementasi.<br />Pada fase ini, perawat melakukan pengkajian dan perencanaanuntuk menyelesaikan masalah kesehatan yang dimiliki oleh keluarga. Lakukan intervensi sesuai rencana,. Eksplorasi nilai-nilai keluarga dan persepsi keluarga terhadap kebutuhannnya. Berikan pendidikan kesehatan sesuai dengan pendidikannnya dan sediakan pula informasi tertulis.<br />4. Fase terminasi <br />Fase ini, perawat membuat kesimpulan hasil kunjungan berdasarkan pada pencapaian tujuan yang ditetapkan bersama keluarga.Menyususn rencana tindak lanjut terhadap masalah kesehatan yang sedang di tangani dan masalah kesehatan yang mungkindialami keluarga, penting dilakukan di fase terminasi.Tinggalkan nama dan alamat perawat dengan nomor telepon.<br />5. Fase pasca kunjungan <br />Sebagai fase terakhir hendaknya perawat membuat dokumentasi legkap tentang hasil kunjungan untuk disimpan di pelayanan kesehatan, tempat perawat bertugas. ridwanhttp://www.blogger.com/profile/02054077052225308649noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2237078163584498698.post-47509779514793088412008-11-19T17:30:00.000-08:002008-11-19T17:32:12.184-08:00latihan exercise keluargaKONSEP YANG MENDASARI EXERCISE/LATIHAN FISIK PADA LANJUT USIA<br /><br /> Lanjut Usia (lansia) merupakan satu fase kehidupan yang telah dimulai dalam kandungan rahim ibu. Proses menua (aging) yang tidak lain adalah perubahan yang terus menerus bersamaan dengan berlalunya waktu. Proses menua adalah proses kompleks yang melibatkan berbagai variabel seperti genetik, faktor pola hidup, dan penyakit kronik, yang berinteraksi satu sama lain dan menentukan tingkat kemunduran fungsi tubuh. Menurut para ahli kemunduran tersebut setelah usia 30 tahun dapat mencapai 0,75% sampai 1% per tahun. Sebaliknya partisipasi dalam olahraga atau aktifitas fisik secara teratur merupakan upaya yang telah dibuktikan oleh banyak peneliti, bermanfaat bagi kesehatan dan dapat memperlambat jalannya proses menua sampai menjadi sekitar rata-rata 0,30% per tahun.<br /> Latihan olahraga yang efektif dan aman adalah yang dilakukan secara terukur, teratur, dan berkesinambungan. Dalam hal ini terukur sesuai dengankondisi dan terutama usia kita, teratur sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah olahraga, dan berkesinambungan dalam arti olahraga tersebut harus menjadi pola hidup yang terus dilakukan sebagai kebiasaan.<br /><br />Tujuan dan Manfaat Olahraga bagi Lansia<br /> Tujuan dan manfaat utama olahraga bagi lansia bukan prestasi melainkan peningkatan kualitas hidup yang meliputi perbaikan dalam derajat kesehatan, kapasitas fungsional (kebugaran jasmani) dan kemandirian. Peningkatan dan pemeliharaan kapasitas fungsional tidak lain adalah upaya promotif, yaitu tercapai dan terpeliharanya tingkat keugaran/kesegaran jasmani yang optimal. Kemandirian disini dimaksudkan adalah terutama kemandirian dalam melakukan aktifitas sehari-hari yang berupa gerak fisik dinamis, yang menurun karena melemahnya fleksibilitas dan kekuatan otot akibat proses menua. Hal itu mengakibatkan juga terganggunya stabilitas postur tubuh sehingga lansia kehilangan keseimbangan wktu berdiri atau terjatuh pada saat melakukan aktivitas dinamis. Dalam hal ini olahraga, latihan atau aktivitas fisik yang merangsang sistem koordinasi dan keseimbangan tubuh sangat bermanfaat.<br /><br />Olahraga dan Latihan Fisik<br /> Pada lansia dan penderita penyakit kronik, karena memiliki risiko berolahraga yang tinggi, penting membedakan olahraga (permainan) atau sport dan latihan fisik (physical training). Dalam melaksanakan latihan olahraga, prinsip-prinsip dasar latihan pada umumnya sama, baik untuk olahraga kesehatan atau prestasi, maupun bagi lansia atau usia muda, serta juga penderita penyakit degeneratif kronik atau orang sehat yaitu :<br />- latihan harus spesifik pada organ/sistem tubuh yang akan dikembangkan atau dilatih.<br />- Beban latihan ahrus cukup merangsang (overload)<br />- Bersifat progresif (bertahan meningkat)<br />- Pengulangan (frekuensi) latihan memadai<br />- Adanya pemenasan (warming-up) dan pendinginan (cooling-down) pada tiap sesi latihan.<br /><br />Penerapan prinsip-prinsip dasar tersebut pada lansia tentu saja harus lebih hati-hati secara kualitas maupun kuantitas. ARtinya pemberian beban latihan dimulai dengna intensitas yang lebih ringan, waktu (durasi) latihan lebih pendek, dan peningkatan beban lebih lambat.<br /><br />Latihan Olahraga yang Dianjurkan<br /> Dari tujuan dan manfaat olahraga bagi lansia, dewasa ini para ahli merekomendasikan sekurang-klurangnya 4 (empat) jenis bentuk latihan yang perlu dilakukan para lansia. Aktivitas fisik tersebut diantaranya berupa : latihan/olahraga erobik (endurance), latihan kekuatan (strength training), latihan fleksibilitas (kelentukan), dan latihan koordinasi dan keseimbangan.<br /> Latihan aerobik merupakan latihan terpenting bagi lansia karena melalui latihan ini tercapai training effect yang berpengaruh positif terhadap praktis semua sel organ tubuh kota. Positif dalam arti baik aliran darah maupun metabolismenya menjadi lebih baik. Agar latihan ini efektif dalam meningkatkan dan mempertahankan kesehatan, kebugaran, dan kemampuan kerja fisik, perlu diperhatikan hal-hal berikut :<br />1. Gerakan hendaknya bersifat dinamis dan melibatkan kelompok otot cukup besar minimal kedua tungkai<br />2. Intensitas latihan mencapai training zone dengan batas minimal dan optimalnyua ditentukan dari kapasitas aerobik maksimal atau bilangan nadi yang nilainya tergantung dari umur.<br />3. Lama latihan berlangsung antara 15-60 menit<br />4. Frekuensi latihan per minggu minimal 3 kali dan optimal 5 kali.<br /><br />Lama dan frekuensi latihan sangat tergantung dari intensitas. Jika intensitas latihan rendah perlu diimbangi dengan waktu (durasi) latiahan dan atau frekuensi latihan yang lebih lama atau sering.<br /> Latihan kekuatan dibedakan dalam latihan statis dan dimanis. Latihan statis relatif berbahaya bagi lansia terutama sehubungan dengan kemungkinan terjadinya reaksi peningkatan tekanan darah yang cukup tajam. Karena kekuatan sangat tergantung dari kualitas otot dan susunan saraf pusat, maka latihan ini disamping menguatkan otot-otot yang penting untuk aktivitas fisik juga berefek positif terhadap kerja insulin, densitas tulang, metabolisme energi dan fungsi persendian tertentu.<br /> Latihan fleksibilitas meliputi latihan fleksibilitas meliputi gerakan yang melibatkan satu sendi atau lebih. Di samping meregangkan otot/kelompok otot tertentu sehingga dapat menambah jangkauan gerak sendi, aktivitas seperti jalan, senam aerobik, secara tidak langsung meningkatkan juga fleksibilitas tubuh. Latihan ini sangat bermanfaat bagi lansia yang mempunyai keluhan (kelainan) persendian (rematik). Disamping itu latihan peregangan statis yang banyak dianjurkan, bermanfaat untuk menjadikan otot-otot terlatih yang kuat dan keras, lebih supel (elastis) sehingga tidak mudah robek atau cedera.<br /> Latihan koordinasi dan keseimbangan adalah melatih kerjasama antara susunan saraf pusat dengan otot dalam bentuk gerakan tertentu. Dalam prakteknya aktivitas ini dikenal sebagai latihan keterampilan, yang dapat melibatkan otot-otot besar ataupun kecil. Bentuk latihan ini sedikit sekali melibatkan organ jantung dan paru-paru, akan tetapi aktivitas aerobik seperti jalan, dan latihan beban, berpengaruh positif pula terhadap koordinasi dan keseimbangan.<br /> Tentang olahraga permainan (sport) yang cocok bagi lansia, disamping perlu memperhatikan bentuk dan intensitas gerakannya sangat tergantung juga dari kebiasaan yang telah dilakukan. Artinya jika olahraga tersebut sudah ditekuninya sejak usia muda, maka meneruskan kegiatan tersebut secara teratur dan terukur menurut kemampuannya akan merupakan pemeliharaan kondisi fisik yang cukup baik. Dalam hal ini perlu diperhatikan jenis gerakan pada masing-masing olahraga. Pada tenis misalnya lari sprint memburu bola, menggunakan kekuatan penuh pada waktu smash, serta tiba-tiba berhenti dan bergerak beralih arah merupakan gerakan yang cukup stress untuk jantung, otot, dan sendi lansia.<br /><br />Seleksi, Kontrol, dan Evaluasi Kondisi Badan<br /> Untuk dapat melaksanakan olahraga/latihan secara teratur, efektif, dan aman sangat penting artinya pemeriksaan kesehatan awal (seleksi), pengontrolan atau check-up secara periodik. Hal ini disamping penting sebagai pemeliharaan kesehatan dan pencegahan timbulnya penyakit, berlaku juga sebagai evaluasi bahwa aktivitas yang dilaksanakan telah tepat dan benar. Dalam hal ini langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah :<br />1. Pemeriksaan medis yang meliputi :<br />a. Tanya jawab yang mendalam tetntang riwayat penyakit.<br />b. Fisik diagnostik untuk mengidentifikasi tanda-tanda gangguan penyakit kardiovaskuler, pernapasan, persendian dan tulang.<br />c. EKG istirahat 12 hantaran<br />d. Tekanan darah sistolik dan diastolik istirahat<br />e. Gula darah puasa, kolestrol dan trigliserida<br />f. Melakukan tes pembebanan jantung atau stress test dengan monitor EKG.<br />2. Menentukan kualitas dan kuantitas latihan sesuai dengan kondisi dan situasi lansia masing-masing.<br />3. Latihan rutin secara teratur dan terukur yang idealnya selalu di bawah pengawasan medis dan bimbingan pelatih. Hal itu semua akan dapat dilaksanakan secara lebih baik dan efisien jika para lansia terorganisir dalam bentuk klub-klub atau perhimpunan, sehingga dapat melakukan latihan bersama-sama secara teratur di bawah bimbingan dan pengawasan para pelatih dan tenaga medis yang kompeten<br /><br />Akhirnya perlu ditegaskan lagi bahwa olahraga/latihan fisik hanyalah salah satu upaya untuk mengontrol proses menua serta pemeliharaan kesehatan pada umumnya, sehingga upaya-upaya lainnya seperti gizi seimbang, kesadaran akan lingkungan (polusi), dan pengelolaan stres harus pula dilaksanakan bersama-sama secara holistik.<br /><br /> <br /><br /><br /><br /><br /><br />KEPUSTAKAAN<br /><br />American College of Sports Medicine. 1998. Position Stand : Exercise and Physical Activity for Older Adults. Med Sci Sports Exerc. Vol.30 No. 6 pp. 992-1008<br />Karhiwikarta, W. 1987. Faktor Biologis dalam Proses Ketuaan. Simposium Sehari Olahraga dan Proses Ketuaam dalam rangka hari Olahraga Nasional. Jakarta 15 September 1987.<br /><br /><br /><br />PANDUAN UNTUK PENGAJAR<br /><br /><br />1. Standar Kompetensi<br /><br />KODE UNIT :<br />JUDUL UNIT : Exercise/Latihan-Latihan Fisik pada Lansia<br />URAIAN UNIT : Unit ini mencakup kemampuan dalam melaksanakan exercise/latihan-latihan fisik pada lansia. Keterampilan ini digunakan untuk dapat melakukan latihan fisik dengan tepat. <br />ELEMEN Kriteria Unjuk Kerja (KUK)<br />1. Pengkajian<br /> 1.1 Mengkaji kondisi fisik dan mental lansia untuk menentukan jenis latihan yang sesuai.<br />1.2 Menentukan training zone bagi lansia yang akan mengikuti latihan<br />1.3 Menentukan jenis latihan yang cocok sesuai kondisi lansia.<br />1.4 Menentukan peralatan yang diperlukan dan tempat latihan<br />2. Pelaksanaan 2.1 Melaksanakan latihan aerobik secara tepat<br />2.2 Melaksanakan latihan kekuatan secara tepat<br />2.3 Melaksanakan latihan fleksibilitas secara tepat<br />2.4 Melaksanakan latihan koordinasi dan keseimbangan secara tepat<br />3. Evaluasi 3.1 Memeriksa denyut nadi lansia setelah latihan<br />3.2 Memeriksa kesesuaian training zone lansia setelah latihan<br />3.3 Memeriksa tekanan darah lansia<br />3.4 Menanyakan respon lansia setelah latihan<br />4. Dokumentasi 1.1 Mencatat hasil pengkajian .<br />1.2 Mencatat hasil latihan yang dilakukan <br />PERSYARATAN / KONDISI UNJUK KERJA<br /> Bahasa yang digunakan dalam proses disesuaikan dengan latar belakang budaya dan pendidikan klien.<br /> Pelaksanaan latihan fisik disesuaikan dengan waktu dan kondisi klien.<br />ACUAN PENILAIAN<br />Tindakan ini membutuhkan keterampilan berkomunikasi, membina saling percaya dan pendekatan kepada klien, kemampuan memotivasi lansia agar mau mengikuti exercise/latihan fisik yang dapat diuji dengan uji tulis, dan ujian praktik.<br /><br />Keterampilan :<br /> Kemampuan observasi perilaku dan lingkungan klien dalam melaksanakan latihan.<br /> Kemampuan dalam mengantisipasi berbagai respon dari klien.<br /> Kemampuan melakukan exercise/latihan fisik secara tepat <br /><br /> Kemampuan :<br /> Mengumpulkan data melalui observasi dan pengukuran dalam mengkaji serta menggali berbagai potensi atau sumber daya yang dimiliki klien.<br /> Membimbing dan memotivasi lansia untuk melakukan latihan fisik<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />2. Standar Evaluasi<br /><br />MATRIKS PENILAIAN<br />PENGKAJIAN KEPERAWATAN KELUARGA <br /><br />(ELEMEN) SUBKOM PETENSI DOMAIN METODE PENILAIAN KET<br />KRITERIA UNJUK KERJA S K A O D Q LIS LAP <br />1.1. X X X X <br />1.2. X X X <br />1.3 X X X <br />1.4 X X X <br />2.1. X X X <br />2.2. X X X <br />2.3. X X X <br />2.4 X X X <br />3.1. X X X <br />3.2. X X X <br />3.3. X X <br />3.4. X X X X <br />4.1. X X X <br />4.2. X X X <br /> <br /> Keterangan :<br /> S = skill K = kognitif A = afektif<br />O = observasi D = demonstrasi Q = quis Lis = lisan Lap = laporan <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />FORMAT PENILAIAN<br />(OBSERVASI PENGKAJIAN GERONTIK)<br /><br /><br />Judul Kompetensi : Exercise/Latihan-latihan Fisik pada Lansia<br />Nama Kandidat :<br /><br />NO. PROSEDUR SKALA KET<br /> 0 1 2 <br />1. Membina trust dengan lansia <br />2. Menyampaikan tujuan latihan fisik dengan keluarga <br />3. Membuat kontrak <br />4 Melakukan pengkajian dan identifikasi kondisi status fisik dan mental lansia yang sebelum latihan fisik <br />5. Melakukan kegiatan latihan fisik sesuai kondisi lansia <br />6. Memotivasi lansia agar melakukan latihan dengan benar. <br />7. Mengevalusi pencapaian training zone pada saat latihan <br />8. Mengevaluasi denyut nadi, tekanan darah, respirasi dan respon lansia setelah melakukan latihan. <br /><br />Ket : 0 : tidak dilakukan <br />1 : Dilakukan tidak sempurna<br /> 2 : Dilakukan sempurna<br /><br /> Nilai batas lulus 80%<br />Bandung, ………………<br />Peserta Ujian Evaluator<br /><br /><br /><br /><br /> ( ) ( )<br /><br /><br /><br />Catatan Penilaian Keperawatan Observasi<br />( BERMAIN PERAN )<br /><br />Judul Kompetensi : Exercise/Latihan Fisik pada Lansia<br />Nama Kandidat :<br /><br />Aspek yang dinilai<br /> Skala Penilaian Ket<br /> 0 1 2 <br />1. Salam terapeutik<br />2. Menyampaikan tujuan interaksi dengan keluarga<br />3. Membuat kontrak<br />4. Melakukan pengkajian dan identifikasi kondisi status fisik dan mental lansia yang sebelum latihan fisik<br />5. Melakukan kegiatan latihan fisik sesuai kondisi lansia<br />6. Memotivasi lansia agar melakukan latihan dengan benar.<br />7. Mengevalusi pencapaian training zone pada saat latihan<br />8. Mengevaluasi denyut nadi, tekanan darah, respirasi dan respon lansia setelah melakukan latihan.<br /> <br /><br />Ket : 0 : tidak dilakukan <br />1 : Dilakukan tidak sempurna<br /> 2 : Dilakukan sempurna<br /><br /> Nilai batas lulus 80%<br /><br />Bandung, ………………<br /><br /> Peserta Ujian Evaluator<br /><br /><br /><br /><br />( ) ( )<br /><br />Catatan Penilaian Keperawatan<br />Studi Dokumentasi<br /><br /><br />Judul Kompetensi : Exercise/Latihan Fisik pada Lansia <br />Nama Kandidat :<br /><br />ASPEK YANG DINILAI<br /> SKALA KET<br /> 0 1 2 <br />1. Mencatat hasil pengkajian sebelum latihan fisik<br />2. Mencatat exercise/latihan fisik yang telah dilakukan<br />3. Mencatat denyut nadi, tekanan darah, respirasi rate dan respon klien setelah latihan fisik<br />4. Menandatangani catatan yang telah dibuat. <br />5. Melaporkan hasil pengkajian keperawatan gerontik kepada pihak terkait<br />6. Tulisan :<br /> Jelas<br /> Mudah dibaca<br /> Ditandatangani<br /> Terdapat nama jelas<br /> Tidak ada bekas menghapus <br /><br /><br />Ket : 0 : tidak dilakukan <br />1 : Dilakukan tidak sempurna<br /> 2 : Dilakukan sempurna<br /><br /> Nilai batas lulus 80%<br /><br />Bandung, ………………<br /> Peserta Ujian Evaluator<br /><br /><br /><br />( ) ( )<br /><br /><br /><br /><br /><br />Catatan Penilaian Keperawatan<br />Bank Question<br /><br /><br />Judul Kompetensi : Exercise/Latihan Fisik pada Lansia<br />Nama Kandidat :<br />Pertanyaan<br /> Jawaban yang diharapkan Ket<br />1. Apa tujuan exercise/latihan fisik pada lansia ?<br /><br /><br /><br /><br />2. Apa yang harus dikaji ketika akan melakukan exercise/latihan fisik pada lansia ?<br /><br /><br /><br />3. Jelaskan jenis exercise/latihan fisik pada lansia<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> Tujuan dan manfaat utama olahraga bagi lansia bukan prestasi melainkan peningkatan kualitas hidup yang meliputi perbaikan dalam derajat kesehatan, kapasitas fungsional (kebugaran jasmani) dan kemandirian.<br /><br />- Mengkaji kondisi fisik dan mental lansia untuk menentukan jenis latihan yang sesuai.<br />- Menentukan training zone bagi lansia yang akan mengikuti latihan<br /> -Menentukan jenis latihan yang cocok sesuai kondisi lansia<br /><br /> Latihan kekuatan dibedakan dalam latihan statis dan dimanis. Latihan statis relatif berbahaya bagi lansia terutama sehubungan dengan kemungkinan terjadinya reaksi peningkatan tekanan darah yang cukup tajam. Karena kekuatan sangat tergantung dari kualitas otot dan susunan saraf pusat, maka latihan ini disamping menguatkan otot-otot yang penting untuk aktivitas fisik juga berefek positif terhadap kerja insulin, densitas tulang, metabolisme energi dan fungsi persendian tertentu.<br /> Latihan fleksibilitas meliputi latihan fleksibilitas meliputi gerakan yang melibatkan satu sendi atau lebih. Di samping meregangkan otot/kelompok otot tertentu sehingga dapat menambah jangkauan gerak sendi, aktivitas seperti jalan, senam aerobik, secara tidak langsung meningkatkan juga fleksibilitas tubuh. Latihan ini sangat bermanfaat bagi lansia yang mempunyai keluhan (kelainan) persendian (rematik). Disamping itu latihan peregangan statis yang banyak dianjurkan, bermanfaat untuk menjadikan otot-otot terlatih yang kuat dan keras, lebih supel (elastis) sehingga tidak mudah robek atau cedera.<br /> Latihan koordinasi dan keseimbangan adalah melatih kerjasama antara susunan saraf pusat dengan otot dalam bentuk gerakan tertentu. Dalam prakteknya aktivitas ini dikenal sebagai latihan keterampilan, yang dapat melibatkan otot-otot besar ataupun kecil. Bentuk latihan ini sedikit sekali melibatkan organ jantung dan paru-paru, akan tetapi aktivitas aerobik seperti jalan, dan latihan beban, berpengaruh positif pula terhadap koordinasi dan keseimbangan.<br /> Latihan aerobik merupakan latihan terpenting bagi lansia karena melalui latihan ini tercapai training effect yang berpengaruh positif terhadap praktis semua sel organ tubuh kota. Positif dalam arti baik aliran darah maupun metabolismenya menjadi lebih baik. ridwanhttp://www.blogger.com/profile/02054077052225308649noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2237078163584498698.post-23923192127300823782008-11-19T17:28:00.000-08:002008-11-19T17:29:08.212-08:00Buku Ajar <br />TEKNIK MEMOTIVASI KELUARGA DALAM KESEHATAN<br /><br />Deskripsi: Intervensi adalah suatu proses dengan berbagai segi dalam bekerja dengan keluarga, berbagai intervensi digunakan secara fleksibel dan dinamis. Penyuluhan atau pendidikan kesehatan di keluarga merupakan salah satu intervensi keperawatan yang paling utama dilakukan pada saaat kunjungan rumah di keluarga. Tujuan utama penyluhan di keluarga adalah untuk merubah perilaku keluarga dalam bidang kesehatan.<br /><br />Tujuan Belajar :<br />1. Peserta didik mampu memahami konsep dasar intervensi keperawatan : Penyuluhan kesehatan di keluarga<br />2. Peserta didik mampu memahami langkah-langkah dalam kegiatan penyuluhan di keluarga<br />3. Peserta didik mampu merancang kegiatan penyuluhan kesehatan di keluarga<br />4. Peserta didik mampu mendemontrasikan kegiatan penyuluhan di keluarga<br /><br /><br />KONSEP DASAR PENYULUHAN KESEHATAN DI KELUARGA<br /><br />Merupakan salah satu intervensi keperawatan utama yang mengajarkan keluarga tentang sistem kesehatan, sakit dan sistem kesehatan dan manusia, dinamika keluarga, pengasuhan anak, perlakuan perawatan kesehatan, dan bidang-bidang terkait lainnya melalui strategi belajar sebagai metode untuk mempermudah proses belajar. Tujuan dari belajar adalah untuk mendukung perilaku-perilaku yang sehat atau mengubah perilaku-perilaku yang tidak sehat, meskipun perubahan perilaku tidak bisa langsung terjadi / Harus terus diobservasi. Tujuan pengajaran kesehatan menurut Steiger dan Lipson (1985):<br />1. Untuk memberikan informasi sehingga klien mampu membuat keputusan-keputusan yang tepat dalam hubungannya dengan kesehatan dan sakit.<br />2. Untuk membantu klien agar berpartisipasi secara efektif dalam perawatan maupun penyembuhan.<br />3. Untuk membantu klien beradaptasi terhadap realita penyakit dan pengobatannya.<br />4. Untuk membantu klien agar mengalami rasa puas dengan usah-usaha mereka sendiri yang menunjang perbaikan kesehatan.<br />Penyuluhan menyediakan informasi bagi klien dam dengan demikian membantu mereka mengatasi perubahan hidup dan kejadian-kejadian dalam hidup secar lebih efektif (Watson, 1985). Memperoleh informasi yang bermakna membantu anggota keluarga merasa memiliki perasaan kontrol dan mengurangi stress serta membuat mereka mampu mendefinisikan pilihan-pilihan mereka sendiri dan pemecahan masalah.<br />Penyuluhan kesehatan sekarang perlu diarahkan untuk membantu pasien dan keluarga agar mereka terlibat dalam perawatan diri dan tanggung jawab terhadap diri sendiri. Anggota keluarga yang dewasa diharapkan dapat memahami bahwa mereka memiliki kapasitas untuk merawat diri mereka sendiri dan keluarga mereka, dan hak untuk mendapatkan informasi yang cukup sehingga mereka dapat membuat keputusan mereka sendiri. Dalam hal ini peran perawat adalah sebagai fasilitator dan nara sumber dari para klien yang akan memutuskan pilihan-pilihan apa yang paling baik bagi mereka. Penyuluhan keterampilan keperawatan untuk memberi asuhan keluarga cukup berkembang seiring dengan banyaknya kebijakan baru yang mengijinkan kepulangan pasien sakit parah dimana perawat-perawat kesehatan keluarga dengan basis di rumah bertanggung jawab dalam mengajarkan pembari asuhan tentang bagaimana merawat anggota keluarga mereka post rawat inap di rumah sakit.<br /><br />Tipe-tipe belajar dalam Penyuluhan kesehatan<br /><br /> Belajar meliputi usaha untuk memperoleh pemikiran-pemikiran, ide-ide (belajar kognitif), sikap (belajar efektif), dan perilaku (akusisi keterampilan psikomotorik) (Bloom, 1956). Pengenalan ketiga jenis tipe balajar tersebut sangat diperlukan, khususnya ketika merencanakan intervensi belajar tersebut sangat diperlukan, khususnya ketika merencanakan intervensi belajar, karena ketiga tipe belajar tersebut penting (Lester, 1986). Lebih jauh lagi ketiga tipe belajar tersebut saling tergantung. Misalnya, jika sikap kita terhadap makanan dan nutrisi berubah, maka sering diikuti oleh perubahan-perubahan perilaku. Usaha untuk memperoleh keterampilan-keterampilan perawatan diri menghasilkan sikap positif terhadap perawatan diri.<br /><br />Pengajaran informal: penyediaan informasi<br /> Merupakan perpindahan informasi dalam pertemuan spontan antara perawat dan anggota keluarga dimana informasi dikomunikasikan dengan keluarga dengan cara-cara tidak tersusun. Doherty dan Campbell (1988) merincikan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan oleh kaum professional perawatan kesehatan ketika mereka memberikan informasi dan nasihat-nasihat medis yang berkesinambungan kepada keluarga-keluarga. Keterampilan tersebut adalah:<br />Mengkomunikasikan temuan-temuan dalam bdang kesehatan dan pilihan-pilihan pengobatan dengan anggota keluarga. <br />Mendengar dengan penuh perhatian terhadap pertanyaan-pertanyaan dan persoalan-persoalan anggota keluarga.<br />Memberi nasihat kepada keluarga bagaimana menangani kesehatan dan kebutuhan-kebutuhan rehabilitasi dari pasien.<br />Tipe kualitas informasi kesehatan bervariasi tergantung dengan siapa kita berbicara dalam anggota keluarga. Akurasi informasi sangat penting, tetapi siapa yang akan menyampaikan informasi dan materi informasinya harus dikoordinasikan dahulu bila tim perawatan kesehatan dan keperawatan terlibat.<br /><br />Menyediakan informasi untuk keluarga dengan anggota keluarga sakit kritis<br /><br /> Praktik-praktik klinis dan riset keluarga menunjukkan bahwa di semua setting perawatan kesehatan, keluarga lebih banyak mengiginkan informasi ini meninggi ketika anggota keluarga dirawat di rumah sakit dan sakit kritis (Wright dan Leahey,1987). Keluarga mengignginkan agar mereka diberi informas secara teratur tentang kondisi, penanganan kemajuan dari seseorang yang mereka cintai. Satu startegi yang dianjurkan (Bozett dan Gibbons,1983) adalah agar perawat melakukan hubungan telepon secara teratur dengan keluarga tersebut. Startegi ini bermanfaat bagi perawat yang sekarang mengontrol penyebaran informasi dan tidak lagi melihat keluarga sebagai pengganggu atau menyusahkan dan keluarga yang merasa bahwa tidak perlu lagi berada di rumah sakit secara konstan dan tidak perlu cemas karena adanya informasi yang bersifat suportif, yang diberikan secara teratur(bozett dan gibbons, 1983).<br /><br />Pemodelan peran<br /><br /> Merupakan modalitas kuat untuk mengajarkan anggota keluarga bagaimana mengubah perilaku mereka. Pendekatan ini secara khusus penting bagi perawat pediatri yang berpusat pada keluarga yang berfungsi sebagai model peran ketika mereka mengajar orang tua, untuk perawat perawatan primer dan komunitas, ketika mereka mengajarkan anggota keluarga bagaimana berkomunikasi dan berinteraksi lebih fungsional. “tidak ada yang kurang memotivasi daripada seorang pemberi asuhan kesehatan yang mendorong klien untuk berhenti merokok dan mneurunkan berat badan, namun berbadan gemuk dan tercium bau tembakau di badannya” (steiger dan lipson, 1985, hal. 15)<br /><br />Bimbingan antisipatori<br /><br /> Merupakan salah satu tipe intervensi yang paling sentral, namun, kaum tenaga kesehatan perlu mengingat bahwa pengetahuan dalam dan tentang dirinya tidak harus mengubah perilakunya. Seperti yang diulas the Health Belief Model (Rosenstockm 1974; Pender, 1987), perubahan-perubahan dalam perilaku kesehatan karena berbagai faktor. Meta analisa (Sebuah sintesis dari berbagai studi) tentang riset terhadap pengajaran pada pasien menunjukkan bahwa pendidikan terhadap pasien cenderung menjadi positif dan jelasnya lebih baik daripada hasil-hasil yang dicapai oleh pasien-pasien tidak mendapat pengajaran (Mumford et al, 1982). Meta analisa ini juga menegaskan bahwa dalam mengajar, prestasi dari pengetahauan itu sendiri bukanlah pilihan yang paling efektif, misalnya pendekatan yang mengkombinasikan informasi dengan dukungan emosional untuk menghilangkan rasa cemas dalam satu meta-analisa (Mumford et al, 1982) dilaporkan lebih hebat daripada penyedia informasi itu sendiri. <br /> Bimbingan antisipatori dilaksanakan dengan mendiskusikan kejadian, perasaan dan situasi dengan keluarga memberikan klarifikasi tentang ide-ide, reduksi ansietas dan kemampuan mengadaptasi perubahan peran di masa mendatang. Disamping itu, mempersiapkan keluarga dalam menghadapi kejadian traumatis sehingga keluarga dapat mengatasi stressor dengan lebih baik.<br /><br /><br /><br />Variabel-Variabel Yang Mempengaruhi Keefektifan Belajar-Mengajar<br />Faktor-faktor klien<br />- Motifasi anggota keluarga. Motivasi merupakan kekuatan atau dorongan yang sangat penting, yang mengaktifkan individu tersebut berubah.<br />- Usia anggota keluarga.<br />- Keadaan psikologis anggota keluarga (misalnya ansietas, tingkat depresi).<br />- Persepsi anggota keluarga terhadap masalah-masalah kesehatan.<br /><br />Faktor-faktor komunikasi<br />Komunikasi termasuk pertukaran informasi antara pengirim dan penerima. Rintangan-rintang komunikasi meliputi:<br />- Kurangnya pemahaman terhadap masalah-masalah.<br />- Rintangan-rintangan bahasa dan kebudayaan.<br />- Rintangan-rintangan sosioekonomi.<br />- Ketidakmampuan berkomunikasi secara jelas dengan guru dan satu sama lain.<br /><br />Faktor-faktor situasional<br />- Lingkungan dimana proses belajar-mengajar berlangsung.<br />- Timing belajar.<br />- Modalitas pengajaran yang digunakan.<br /><br />Partisipasi keluarga aktif<br /><br /> Partisipasi keluarga aktif adalah suatu pendekatan esensial yang dimasukkan dalam setiap strategi intervensi keperawatan keluarga terkait dengan konsep bahwa keluarga memiliki hak dan tanggung jawab untuk membuat keputusan menyangkut kesehatan mereka sendiri.<br /> Tujuan dilibatkannya keluarga dalam tahap intervensi agar keluarga terlibat dalam memecahkan masalah, mendiskusikan tentang pendekatan-pendekatan yang paling tepat atau paling mungkin untuk digunakan agar tercapai tujuan yang telah disepakati bersama.<br />Menyertakan keluarga sebanyak mungkin dalam sesi-sesi konseling/ suportif dan pendidikan yang terencanabersifat sangat membantu (doherty dan Campbell, 1988; Drotar, Crawfors dan Bush, 1984). Cara ini memberikan kesempatankepada anggota keluarga untuk mengekspresikan diri mereka sendiri dan mendukung satu sama lain. Selain itu, cara ini juga merangsang diskusi kelompok dan umpan balik yang sangat diperlukan serta menjamin bahwa semua anggota yang hadir memperoleh informasi yang dibutuhkan.<br /> Dalam keluarga yang memiliki seorang anak penderita penyakit kronis, seringkali hanya melibatkan ibu dalm mengurus anak tersebut. Hal ini mengakibatkan perasaan “diabaikan” yang datangnya dari ayah dan anak-anak lain yang sehat karena perhatian ibu hanya tercurah pada anak yang sakit (Drotter et al, 1984). Keadaan ini menciptakan jarak antar anggota keluarga sehingga menghambat tranformasi informasi tentang masalah kesehatan dan bagaimana penanggulangan bagi anak yang sakit. Selain itu hilang pula kesempatan untuk mendiskusikan permasalahan yang dihadapi seluruh anggota keluarga dan tidak tercapainya proses dukungan antara anggota keluarga.<br /> Dalam merawat seorang anggota keluarga di rumah sakit atau dirumah, khususnya jika sakit tersebut membahayakan kehidupan, anggota keluarga sering merasa tidak berdaya, dan stress. Sehingga dibutuhkan intervensi yang dapat mengikutsertakan anggota keluarga dan mengurangi stressnya. Intervensi menurut Wright dan Leahey (1987) meliputi:<br />- Teknik memberikn perawatan<br />- Teknik menyentuh dan memegang pasien tanpa mengganggu perawatan<br />- Teknik mendorong anggota keluarga untuk menanggung peran-peran perawatan<br />Keterlibatan keluarga dalam merawat anggota keluarganya yang sakit memberikan keluarga suatu perasaan kompotensi (Powar dan Dell Orto, 1988). Kompotensi adalah konsep empowerment Yaitu memberikan kekuasaan kepada keluarga sehingga mengetahui kemampuan dan kapasitas untuk memecahkan permasalahan kesehatan mereka sendiri, mengubah hidup mereka sendiri dan mencapai tujuan-tujuan kesehatan mereka sendiri.<br /><br />LANGKAH-LANGKAH PENYULUHAN/PENDIDIKAN KESEHATAN <br /><br /> Memiliki langkah-langkah dasar: pengkajian, pernyataan masalah (dalam penyuluhan disebut ‘kebutuhan belajar’), tujuan, implementasi dan evaluasi.<br />Pengkajian<br /> Pengkajian dilakukan terhadap kesiapan anggota keluarga untuk belajar. Kesiapan ini terdiri dari:<br />1. Kesiapan emosional meliputi motivasi untuk belajar<br />2. Kesiapan pengalaman meliputi memadainya latar belakang pengetahuan, penguasaan keterampilan tertentu dan pengetahuan, sikap serta nilai-nilai yang berkaitan dengan belajar (Steiger dan Lipson, 1985)<br />Mengkaji kesiapan anggota keluarga untuk belajar cukup sulit karena berbeda-beda tiap anggota keluarga. Kaum dewasa, secara khusus belajar lebih baik ketika mereka siap dan berkeinginan untuk belajar (Knowles, 1973). Perlu adanya penekanan lebih banyak terhadap proses belajar dari klien (Watson, 1985). Dalam mengkaji kesiapan anggota keluarga, perawat keluarga harus bekerja dalam kerangka kerja dari keluarga agar didapatkan persepsianggota keluarga dan kebutuhan-kebutuhan informasi dan keterampilan.<br /><br />Identifikasi Masalah<br /> Kebutuhan keluarga akan belajar biasanya berhubungan erat dengan masalah-masalah kesehatan dan sakit yang sifatnya serius dan kompleks. Akan tetapi, kurangnya pengetahuan dalam bidang peningkatan kesehatan keluarga dan semua hal yang ada didalamnya hendaknya tidak harus dipandang sebagai pusat perhatian pengajaran.<br /><br />Perencanaan<br /> Merumuskan tuuan jangka panjang dan jangka pendek yang realistis, objektif dengan mempertimbangkan kemampuan dan berorientasi pada tujuan. Selain itu juga menentukan strategi-strategi penyuluhan yang dapat mempermudah proses belajar.<br /><br />Implementasi Perencanaan Penyuluhan<br /> Pnyuluhan dalam keperawatan keluarga merupakan penyampaian informasi secara formal (sesuai perencanaan) maupun informal (dalam suasana yang fleksibel, interaktif dan spontan dalam suatu interaksi perawat klien) dan terstruktur sesuai dengan kondisi keluarga. Pengajaran meliputi pemodelan, memperagakan, strategi-strategi yang berkaitan dengan pengalaman yang membantu keluarga mempelajari kompetensi baru atau memperoleh definisi yang lebih positif dalam situasi mereka (disebut reframing).<br /><br />Dokumentasi dan Evaluasi<br /> Merupakan proses pencatatan tentang penyuluhan yang telah dilaksanakan terdiri dari : respon-respon klien selama penyuluhan berlangsung, sejauh mana pencapaian tujuan telah tercapai (menurut keluarga dan perawat) dan bagaimana proses keperawatan yang berlangsung. Apabila tujuan tidak tercapai sepenuhnya, dibuat analisa terhadap hambatan-hambatan secara berurutan dalam mengidentifikasi. Rintangan-rintangan, biasanya modifikasi rencana belajar-mengajar dapat dilakukan (Steiger dan Lipson, 1985).<br /><br /><br />PANDUAN UNTUK PENGAJAR<br /><br /><br />1. Standar Kompetensi<br /><br />KODE UNIT :<br />JUDUL UNIT : Konseling<br />URAIAN UNIT : Unit ini mencakup kemampuan dalam melaksanakan teknik konseling, yang meliputi proses konseling, kemampuan yang harus dimiliki oleh konselor, hal-hal yang harus diperhatikan dalam proses konseling. Keterampilan ini digunakan dalam membantu menyelesaikan masalah kesehatan yang dialami oleh individu, keluarga maupun kelompok (komunitas).<br /><br />ELEMEN Kriteria Unjuk Kerja (KUK)<br />1.Pembinaan hubungan baik<br /><br /> • Wajah menghadap ke klien<br />• Memberikan senyum dan mengangguk<br />• Ekspresi muka menunjukan sikap terbuka dan tidak menilai<br />• Tubuh condong ke depan<br />• Kontak mata<br />• Santai dan sikap bersahabat<br /> 2. Penggalian informasi • Mendorong klien untuk berbicara<br />• Mendengar secara aktif<br />• Menunjukan minat dan perhatian terhadap klien<br />• Mengamati komunikasi nonverbal klien<br />• Menggunakan teknik klarifikasi dan validasi<br />• Tidak melakukan penilaian<br /> 3. Pemberian informasi • Memberikan informasi sesuai kebutuhan<br />• Menggunakan teknik personalizing<br /> 4. Pengambilan keputusan, pemecahan masalah dan perencanaan • Mengidentifikasi kondisi masalah yang dihadapi<br />• Menyeleksi setiap alternatif pemecahan masalah<br />• Membantu memilih alternatif yang sesuai<br />• Membantu menyusun tujuan<br />• Membantu dan mengarahkan langkah-langkah untuk mencapai tujuan.<br /> 5. Terminasi dan rencana tindak lanjut • Menyimpulkan hasil pertemuan<br />• Menentukan rencana pertemuan berikut<br />• Membuat dokumentasi hasil pertemuan<br /> PERSYARATAN / KONDISI UNJUK KERJA<br />• Proses konseling dilaksanakan berdasarkan kebutuhan klien.<br />• Untuk pelaksanaan konseling diperlukan ruangan yang menjamin kerahasiaan klien dan memberikan rasa nyaman bagi klien.<br />• Diperlukan keterampilan dan kwalitas kepribadian bagi konselor yang meliputi mengenal diri sendiri, memahami orang lain, mampu berkomunikasi dengan orang lain, mempunyai etika sebagai konselor dan bertanggung jawab. .<br /><br />ACUAN PENILAIAN<br /><br />Tindakan ini membutuhkan keterampilan berkomunikasi, kemampuan dalam menggali permasalahan klien, mengarahkan dalam pengambilan keputusan yang sesuai dengan kondisi klien, kemampuan dalam mencari penyelesian masalah dengan segala konsekwensinya. <br /> <br />Keterampilan :<br />Jenis keterampilan yang diperlukan meliputi attending skill, responding skill, teknik personalizing dan teknik intiating.<br /><br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <br />2. Standar Evaluasi<br /><br />MATRIKS PENILAIAN<br />PENGKAJIAN KOMUNITAS<br /><br />(ELEMEN) SUBKOM PETENSI DOMAIN METODE PENILAIAN KET<br />KRITERIA UNJUK KERJA S K A O D Q LIS LAP <br />1.1. X X X X <br />1.2. X X X <br />1.3. X X X X <br />1.4. X X X X <br />1.5. X X X X <br />1.6. X X X X <br />2.1. X X X <br />2.2. X X X <br />2.3. X X X <br />2.4. X X X <br />2.5. X X X <br />2.6. X X X <br />3.1. X X X <br />3.2. X X X <br />4.1. X X X <br />4.2. X X X <br />4.3. X X X <br />4.4. X X X <br />4.5. X X X <br />5.1. X X <br />5.2. X X <br />5.3. X X <br /> <br /> Keterangan :<br /> S = skill K = kognitif A = afektif<br />O = observasi D = demonstrasi Q = quis Lis = lisan Lap = lapora<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Catatan Penilaian Keperawatan Observasi<br />( BERMAIN PERAN )<br />Judul Kompetensi : Proses Penyuluhan Keluarga<br />Nama Kandidat :<br />TINGKAH LAKU YANG DIAMATI SKOR KET<br /> 0 1 2 <br />1. Menyapa klien dengan ramah <br />2. Menyapa klien dengan ramah <br />3. Duduk menghadap klien <br />4. Senyum / mengangguk <br />5. Ekspresi wajah menunjukan perhatian <br />6. Tubuh condong ke klien <br />7. Kontak mata sesuai budaya <br />8. Santai dan dikap bersahabat <br />9. Volume suara memadai <br />10. Intonasi dan kecepatan suara memadai <br />11. Memberikan penghargaan <br />12. Memperhatikan tingkah laku verbal/nonverbal <br />13. Menggunakan teknik klarifikasi <br />14. Mendengar secara aktif <br />15. Memberikan respon terhadap komunikasi nonverbal klien <br />16. Memberikan informasi sesuai kebutuhan <br />17. Membenatu merumuskan masalah <br />18. Membantu merumuskan alternatif pemecahan masalah <br />19. Membantu proses perencanaan pemecahan masalah <br />20. Merangkum pembicaraan <br />21. Melakukan terminasi dan membuat rencana tindak lanjut. <br />Total <br /><br />Ket : 0 : tidak dilakukan <br />1 : Dilakukan tidak sempurna<br /> 2 : Dilakukan sempurna<br /> Nilai batas lulus 80%<br /><br /><br />Bandung, …………………..<br /> Peserta Ujian Evaluator<br /><br /><br /><br /><br />( ) ( )<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Catatan Penilaian Keperawatan<br />Studi Dokumentasi<br /><br />Judul Kompetensi : Melakukan Penyuluhan Keluarga<br />Nama Kandidat :<br /><br />Aspek yang dinilai<br /> CEK Ket<br /> 0 1 2 <br />1. Mencatat semua tindakan yang dilakukan selama melaksanakan kegiatan penyuluhan pada catatan perawat.<br />2. Mencatat respon keluarga selama penyuluhan pada catatan perawat.<br />3. Menandatangani catatan yang telah dibuat.<br />4. Tulisan :<br /> Jelas<br /> Mudah dibaca<br /> Ditandatangani<br /> Terdapat nama jelas<br /> Tidak ada bekas menghapus<br /> Tulisan yang salah dicoret<br /> Ditulis dengan tinta / ballpoint. <br /><br />Ket : 0 : tidak dilakukan <br />1 : Dilakukan tidak sempurna<br /> 2 : Dilakukan sempurna<br /><br /> Nilai batas lulus 80%<br /><br /><br />Bandung, ………………<br /> Peserta Ujian Evaluator<br /><br /><br /><br /><br />( ) ( )<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Catatan Penilaian Keperawatan<br />Bank Question<br /><br /><br />Judul Kompetensi : Penyuluhan Keluarga<br />Nama Kandidat :<br /><br />ELEMEN KUK Pertanyaan<br /> Jawaban yang diharapkan Ket<br />1.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />2<br /><br /><br /><br /><br /><br />3. 1<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> 1. Apa tujuan penyuluhan ?<br /><br /><br /><br /><br /><br />2. Apa indikasi melakukan penyuluhan ?<br /><br /><br /><br />3. Bagaimana prosedur melakukan terapi keluarga dengan pendekatan sistem?<br /><br /><br /><br /><br /> Untuk membantu klien dalam mengidentifikasi masalah, proses pengambilan keputusan dan penyusunan rencana atau langkah dalam menyelesaikan masalah baik masalah individu, keluarga maupun kelompok.<br /><br />2. Klien individu, keluarga maupun kelompok yang memiliki masalah baik yang teridentifikasi maupun tidak dan memiliki keinginan untuk mengatasinya.<br /><br />1.Untuk memberikan informasi sehingga klien mampu membuat keputusan-keputusan yang tepat dalam hubungannya dengan kesehatan dan sakit.<br />2.Untuk membantu klien agar berpartisipasi secara efektif dalam perawatan maupun penyembuhan.<br />3. Untuk membantu klien beradaptasi terhadap realita penyakit dan pengobatannya.<br />4. Untuk membantu klien agar mengalami rasa puas dengan usah-usaha mereka sendiri yang menunjang perbaikan kesehatan.<br /><br />1. Menyediakan lingkungan yang nyaman<br />2. Menyambut klien dengan ramah<br />3. Duduk menghadap klien<br />4. Senyum / mengangguk<br />5. Ekspresi wajah menunjukan perhatian<br />6. Tubuh condong ke klien<br />7. Kontak mata sesuai budaya<br />8. Santai dan sikap bersahabat<br />9. Volume suara memadai<br />10. Intonasi dan kecepatan suara memadai<br />11. Memberikan penghargaan<br />12. Memperhatikan tingkah laku verbal/nonverbal<br />13. Menggunakan teknik klarifikasi dan Mendengar secara aktif<br />14. Memberikan respon terhadap komunikasi nonverbal klien<br />15. Memberikan informasi sesuai kebutuhan<br />16. Membantu merumuskan masalah<br />17. Membantu merumuskan alternatif pemecahan masalah<br />18. Mengidentifikasi konsekwensi setiap alternatif<br />19. Membantu proses perencanaan pemecahan masalah<br />20. Merangkum pembicaraan<br />21. Melakukan terminasi dan membuat rencana tindak lanjut. ridwanhttp://www.blogger.com/profile/02054077052225308649noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2237078163584498698.post-85894949253249036812008-11-19T17:27:00.000-08:002008-11-19T17:28:14.575-08:00terapi keluargaBUKU AJAR <br />TERAPI KELUARGA<br /><br /><br />JUDUL UNIT : Terapi Keluarga<br />URAIAN UNIT : Unit ini mencakup kemampuan dalam melaksanakan terapi keluarga yang berkaitan dengan masalah psikologis, sosial, kesehatan fisik, status mental, dan spiritual yang dialami oleh keluarga. Kompetensi ini digunakan pada tatanan pelayanan keperawatan keluarga baik di masyarakat maupun di institusi pelayanan kesehatan lainnya. Keterampilan ini digunakan sebagai salah satu cara penyelesaian konflik yang dialami oleh keluarga.<br />ELEMEN Kriteria Unjuk Kerja (KUK)<br />1. Pengkajian 1.1 Mengkaji struktur keluarga (pola komunikasi, peran, nilai, dan kekuatan keluarga)<br />1.2 Mengkaji fungsi keluarga (fungsi afektif, sosialisasi, ekonomi, dan koping keluarga).<br />1.3 Menganalisa masalah keluarga yang dapat diselesaikan melalui terapi keluarga<br />2. Melakukan persiapan 2.1 Menyiapkan bahan untuk terapi keluarga <br />2.2 Menyampaikan tujuan terapi kepada keluarga<br />2.3 Membuat kontrak dengan keluarga untuk pelaksanaan terapi keluarga. <br />ELEMEN Kriteria Unjuk Kerja (KUK)<br />3. Melakukan terapi keluarga dengan pendekatan sistem 3.1 Mengucapkan salam terapeutik kepada keluarga<br />3.2 Menyampaikan tujuan sesi terapi keluarga saat ini<br />3.3 Menjelaskan tata tertib yang harus dipatuhi oleh keluarga<br />3.4 Melakukan terapi keluarga dengan pendekatan sistem :<br />- Mengklarifikasi dan membedakan pemikiran dan perasaan pada anggota keluarga<br />- Membantu keluarga untuk menyatakan pendapat dan pemikirannya sendiri tanpa takut merasa berbeda dengan anggota yang lain<br />- Mengupayakan terjadinya diferensiasi pada anggota keluarga dan mencegah terjadinya segitiga masalah dalam keluarga dengan tetap menjaga kontak aktif dari seluruh anggota keluarga<br />- Mempertahankan diferensiasi yang telah terjadi pada anggota keluarga dan menerapkannya untuk mengatasi masalah yang terjadi di keluarga<br />4. Evaluasi 4.1 Melakukan evaluasi terapi keluarga bersama-sama<br />4.2 Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya.<br />5. Dokumentasi 5.1 Mencatat hasil terapi keluarga<br />5.2 Membuat dan mencatat rencana intervensi.<br /><br />PERSYARATAN / KONDISI UNJUK KERJA<br />• Terapi keluarga dilakukan setelah terbina hubungan saling percaya.<br />• Bahasa yang digunakan disesuaikan dengan latar belakang budaya dan pendidikan klien.<br />• Setiap kali berinteraksi, dilakukan sesuai tahapan komunikasi terapeutik.<br />• Pelaksanaan terapi keluarga dilakukan sesuai dengan SOP. <br />ACUAN PENILAIAN<br />Tindakan ini membutuhkan keterampilan berkomunikasi, kemampuan menganalisa data, menegakkan masalah, melaksanakan terapi keluarga yang tepat dan benar, yang dapat didemonstrasikan dan diuji dengan uji tulis, lisan, dan ujian praktik.<br /><br /> Keterampilan :<br />1. Teknik komunikasi verbal – non verbal yang terapeutik.<br />2. Kemampuan observasi perilaku / ekspresi non verbal klien<br />3. Kemampuan berespon terhadap semua perilaku (respon verbal dan non verbal klien).<br /><br /> Kemampuan :<br />1. Mengkaji struktur dan fungsi keluarga.<br />2. Menganalisa data hasil pengkajian yang memerlukan intervensi terapi keluarga.<br />3. Melaksanakan terapi keluarga.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Catatan Penilaian Keperawatan Observasi<br />( BERMAIN PERAN )<br /><br />Judul Kompetensi : Terapi Keluarga<br />Nama Kandidat :<br />ASPEK YANG DINILAI SKALA KET<br /> 0 1 2 <br />1. Mengucapkan salam terapeutik kepada keluarga<br />2. Menyampaikan tujuan sesi terapi keluarga saat ini<br />3. Membuat kontrak (waktu dan tempat ) bersama klien.<br />4. Menjelaskan tata tertib yang harus dipatuhi oleh keluarga<br />5. Melakukan terapi keluarga dengan pendekatan sistem :<br />- Mengklarifikasi dan membedakan pemikiran dan perasaan pada anggota keluarga<br />- Membantu keluarga untuk menyatakan pendapat dan pemikirannya sendiri tanpa takut merasa berbeda dengan anggota yang lain<br />- Mengupayakan terjadinya diferensiasi pada anggota keluarga dan mencegah terjadinya segitiga masalah dalam keluarga dengan tetap menjaga kontak aktif dari seluruh anggota keluarga<br />- Mempertahankan diferensiasi yang telah terjadi pada anggota keluarga dan menerapkannya untuk mengatasi masalah yang terjadi di keluarga<br /><br />6. Memvalidasi atau mengklarifikasi ungkapan klien<br />7. Mengidentifikasi pencapaian tujuan bersama klien<br />8. Membuat kontrak untuk pertemuan selanjutnya.<br />9. Mengucapkan salam<br />10. Mencatat tindakan yang telah dilakukan<br />11. Mencatat respon klien (obyektif dan subyektif ) <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> <br /><br />Ket : 0 : tidak dilakukan <br />1 : Dilakukan tidak sempurna<br /> 2 : Dilakukan sempurna<br /><br /> Nilai batas lulus 80%<br />Bandung, ………………<br /><br />Peserta Ujian Evaluator<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />( ) ( )<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Catatan Penilaian Keperawatan<br />Studi Dokumentasi<br /><br /><br />Judul Kompetensi : Melakukan terapi keluarga <br />Nama Kandidat :<br /><br />Aspek yang dinilai<br /> CEK Ket<br /> 0 1 2 <br />1. Mencatat semua tindakan yang dilakukan selama melaksanakan kegiatan terapi keluarga pada catatan perawat.<br />2. Mencatat respon keluarga selama terapi keluarga pada catatan perawat.<br />3. Menandatangani catatan yang telah dibuat.<br />4. Tulisan :<br /> Jelas<br /> Mudah dibaca<br /> Ditandatangani<br /> Terdapat nama jelas<br /> Tidak ada bekas menghapus<br /> Tulisan yang salah dicoret<br /> Ditulis dengan tinta / ballpoint. <br /><br /><br />Ket : 0 : tidak dilakukan <br />1 : Dilakukan tidak sempurna<br /> 2 : Dilakukan sempurna<br /><br /> Nilai batas lulus 80%<br /><br /><br />Bandung, ………………<br /><br />Peserta Ujian Evaluator<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />( ) ( )<br />Catatan Penilaian Keperawatan<br />Bank Question<br /><br /><br />Judul Kompetensi : Terapi Keluarga<br />Nama Kandidat :<br /><br />ELEMEN KUK Pertanyaan<br /> Jawaban yang diharapkan Ket<br />1.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> 1.1<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> 1. Apa tujuan terapi keluarga ?<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />2. Apa indikasi melakukan terapi keluarga?<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />3. Bagaimana prosedur melakukan terapi keluarga dengan pendekatan sistem?<br /><br /><br /><br /><br /> Tujuan dari terapi keluarga adalah untuk menyelesaikan konflik yang terjadi dalam keluarga yang tidak dapat diselesaikan melalui terapi individual.<br /><br />1. Masalah yang ada merupakan masalah dalam kerangka system keluarga, seperti konflik pernikahan, konflik antara saudara kandung, atau konflik antar generasi (orang tua dan anak, orang tua dan kakek/nenek).<br />2. Munculnya berbagai jenis kesulitan dan konflik antara pasien dan anggota keluarga lain.<br />3. Keluarga menghadapi tahap transisi dari siklus kehidupan keluarga, seperti menjadi keluarga pemula, menikah, kelahiran anak pertama, anak memasuki masa remaja, anak pertama meninggalkan rumah, memasuki masa pensiun, atau karena kematian pasangan.<br />4. Terapi individual dengan satu anggota keluarga menyebabkan timbulnya gejala pada anggota keluarga yang lain.<br />5. Tidak ada perbaikan dengan terapi individual yang adekuat<br />6. Pasien yang sedang dalam perawatan tampak tidak mampu untuk menggunakan terapi individual, justru menggunakan sesi terapi untuk membicarakan atau mengeluh tentang anggota keluarganya yang lain.<br /><br />1. Mengklarifikasi dan membedakan pemikiran dan perasaan pada anggota keluarga<br />2. Membantu keluarga untuk menyatakan pendapat dan pemikirannya sendiri tanpa takut merasa berbeda dengan anggota yang lain<br />3. Mengupayakan terjadinya diferensiasi pada anggota keluarga dan mencegah terjadinya segitiga masalah dalam keluarga dengan tetap menjaga kontak aktif dari seluruh anggota keluarga<br />4. Mempertahankan diferensiasi yang telah terjadi pada anggota keluarga dan menerapkannya untuk mengatasi masalah yang terjadi di keluarga<br /> <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BUKU AJAR TERAPI KELUARGA<br /><br /><br /><br />DESKRIPSI POKOK BAHASAN<br /><br />Unit ini mencakup kemampuan dalam melaksanakan terapi keluarga yang berkaitan dengan masalah psikologis, sosial, kesehatan fisik, status mental, dan spiritual yang dialami oleh keluarga. Kompetensi ini digunakan pada tatanan pelayanan keperawatan keluarga baik di masyarakat maupun di institusi pelayanan kesehatan lainnya. Keterampilan ini digunakan sebagai salah satu cara penyelesaian konflik yang dialami oleh keluarga.<br /><br />TUJUAN PEMBELAJARAN <br /><br />Tujuan Umum :<br />Setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar, mahasiswa diharapkan mampu untuk melaksanakan kegiatan terapi keluarga di masyarakat maupun institusi pelayanan kesehatan.<br /><br />Tujuan Khusus :<br />Setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar, mahasiswa mampu :<br />1. Menyebutkan tujuan terapi keluarga<br />2. Menyebutkan indikasi terapi keluarga<br />3. Menjelaskan tahapan/prosedur terapi keluarga<br />4. Melaksanakan terapi keluarga<br /><br />KONSEP YANG MENDASARI<br />TUJUAN TERAPI KELUARGA<br />Tujuan dari terapi keluarga adalah untuk menyelesaikan konflik yang terjadi dalam keluarga yang tidak dapat diselesaikan melalui terapi individual.<br /><br />INDIKASI<br />Indikasi dilakukannya terapi keluarga apabila terdapat kondisi berikut ini :<br />7. Masalah yang ada merupakan masalah dalam kerangka system keluarga, seperti konflik pernikahan, konflik antara saudara kandung, atau konflik antar generasi (orang tua dan anak, orang tua dan kakek/nenek).<br />8. Munculnya berbagai jenis kesulitan dan konflik antara pasien dan anggota keluarga lain.<br />9. Keluarga menghadapi tahap transisi dari siklus kehidupan keluarga, seperti menjadi keluarga pemula, menikah, kelahiran anak pertama, anak memasuki masa remaja, anak pertama meninggalkan rumah, memasuki masa pensiun, atau karena kematian pasangan.<br />10. Terapi individual dengan satu anggota keluarga menyebabkan timbulnya gejala pada anggota keluarga yang lain.<br />11. Tidak ada perbaikan dengan terapi individual yang adekuat<br />12. Pasien yang sedang dalam perawatan tampak tidak mampu untuk menggunakan terapi individual, justru menggunakan sesi terapi untuk membicarakan atau mengeluh tentang anggota keluarganya yang lain.<br /><br />KONSEP TEORI KELUARGA<br />Keluarga sebagai suatu sistem sosial yang hidup, merupakan sebuah kelompok kecil yang terdiri dari individu-individu yang mempunyai hubungan erat satu sama lain dan saling tergantung, yang diorganisir dalam satu unit tunggal dalam rangka mencapai tujuan-tujuan tertentu. <br /> Keluarga memiliki hubungan satu sama lain dalam suatu sistem keluarga terikat begitu ruwet sehingga suatu perubahan yang terjadi pada satu bagian pasti menyebabkan perubahan-perubahan dalam seluruh sistem keluarga. Setiap anggota keluarga dan subsistem akan dipengaruhi oleh stresor-stresor transisional dan situasional, tapi efek-efek tersebut berbeda-beda intensitas maupun kualitas. Oleh karena itu jika ada seorang anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan baik fisik maupun psikososial maka hal tersebut akan dapat mempengaruhi kondisi keluarga secara keseluruhan. <br /> Dengan memahami prinsip-prinsip keluarga, perawat dapat melakukan observasi yang akurat sehingga dapat meningkatkan pengkajian terhadap kebuthan dan sumber-sumber dalam keluarga. Perawat juga dapat menyarankan cara baru untuk meningkatkan fungsi keluarga yang adaptif dan meningkatkan koping keluarga yang efektif. Dengan demikian, perawat dapat lebih cepat mengidentifikasi masalah di dalam sistem keluarga dan bersama keluarga mencari penyelesaian masalah yang tepat serta melakukan rujukan jika diperlukan.<br /> Terapi keluarga merupakan terapi yang dikembangkan untuk menangani keluarga-keluarga yang bermasalah dan oleh karena itu sebagian besar berorientasi pada patologis yang menyangkut keluarga fungsional maupun disfungsional, dan bersifat preskriptif (menyarankan strategi penangan (Friedman, 1992).<br /> Ada 3 jenis terapi keluarga yang banyak digunakan yaitu : terapi sistem keluarga, terapi struktural, dan terapi strategis. Berikut ini akan dijelaskan masing-masing dari terapi tersebut.<br />1. Terapi Sistem Keluarga<br />Terapi ini dikembangkan oleh Bowen pada tahun 1950-an dan terus berkembang sampai sekarang. Premis dari terapi ini adalah bahwa sebuah keluarga merupakn sistem yang homeostatik. Adanya perubahan dalam fungsi satu anggota keluarga akan mengakibatkan perubahan dalam fungsi anggota keluarga yang lain.<br />Terapi sistem menjelaskan disfungsi emosional dalam hubungan manusia, khususnya dalam sistem keluarga. Adanya gejala-gejala pada anggota keluarga, baik sosial, fisik, emosional, atau konfliktual dipandang sebagai bukti adanya disfungsi dalam proses hubungan keluarga.<br />Tujuan dari terapi sistem keluarga untuk mengidentifikasi fakta fungsional dari suatu hubungan : apa yang terjadi, kapan, dimana, bagaimana, dan siapa saja yang terlibat. Fakta yang dapat diobservasi ini lebih penting daripada alasan mengapa perilaku yang problematik ini terjadi. Perawat lebih mengumpulkan deskripsi perilaku anggota keluarga daripada ungkapan perasaan. Terapi sisem menggunakan kata-kata yang sederhana dan deskriptif, tidak menggunakan jargon psikodinamik.<br />Terapi sistem dikembangkan dari suatu pola sentral yang diobservasi pada keluarga yang diteliti. Beberapa keluarga gagal untuk membedakan antara proses intelektual berpikir dan lebih ke arah proses subyektif dari perasaaan. Anggota keluarga merasa bahwa proses berpikirnya sangat dipenuhi dengan perasaan sehingga ia tidak mampu memisahkan kepercayaan intelektual dari perasaan subyektif. Keluarga lebih memfokuskan pada perasaan dalam rangka menciptakan kebersamaan dan kesepakatan. Mereka menghindar untuk menyatakan pendapat atau keyakinan yang akan membuat satu anggota keluarga berbeda atau terpisah dari “garis keluarga”.<br />Tujuan kunci dari terapi sistem adalah untuk mengklarifikasi dan membedakan pemikiran dan perasaan pada anggota keluarga. Observasi dari fusi antara pemikiran dan perasaan membawa pada konsep ego keluarga yang tidak terdiferensiasi. Orang yang memiliki fusi pemikiran dan perasaan yang paling besar akan berfungsi secara minimal. Mereka mewarisi persentase yang tinggi dari masalah kehidupan sosial, psikiatri, dan masalah medis.<br />Teori sistem keluarga terdiri dari tujuh konsep yang saling berkaitan. Tiga konsep diterapkan untuk keseluruhan karakteristik sistem keluarga yaitu : diferensiasi diri, segitiga, dan sistem emosional keluarga inti. Empat konsep yang lain berhubungan dengan karakteristik sentral keluarga yaitu : proses transmisi multigenerasi, proses proyeksi keluarga, posisi saudara kandung, dan “emotional cutoff”(lihat Tabel 1).<br /><br /><br /><br /><br />Tabel 1. Konsep sentral Terapi Sistem Keluarga<br />Konsep Definisi<br />Diferensiasi Pemisahan antara intelektual dan emosi sehingga seseorang tidak didominasi oleh kecemasan reaktif dari sistem emosi keluarga.<br />Segitiga Proses emosional yang dapat diprediksi yang terjadi ketika kesulitan terjadi dalam hubungan yang penting.<br />Sistem emosional keluarga inti Pola interaksi antara anggota keluarga dan tingkatan pola ini dapat meningkatkan fusi emosional.<br />Proses transmisi multigenerasi Asumsi bahwa pola hubungan dan gejala dalam suatu keluarga berasal dari beberapa generasi sebelumnya; genogram empat atau lima generasi dapat menunjukkan pola seperti ini.<br />Proses proyeksi keluarga Proyeksi dari masalah pasangan terhadap satu atau lebih anak untuk menghindari intensitas fusi emosional antar pasangan.<br />Posisi saudara kandung Urutan kelahiran dan jenis kelamin dilihat sebagai faktor yang menentukan dalam kepribadian seseorang.<br />Emotional cutoff Cara disfungsional dari beberapa anggota keluarga dalam menghadapi intensitas konflik keluarga dengan menggunakan isolasi emosional atau menjauh secara geografis.<br /><br />Semua konsep in merujuk pada proses keluarga yang menghambat atau meningkatkan munculnya fusi emosional pada individu keluarga. Bowen percaya bahwa pergerakkan anggota keluarga ke arah peningkatan kedekatan atau menjauh secara emosional merupakan hal yang refleksif dan dapat diprediksi.<br />Bentuk terapi yang dapat digunakan dapat berupa terapi dengan kedua pasangan, atau terapi yang hanya melibatkan salah satu anggota keluarga. Bentuk yang kedua ini paling sering digunakan pada dewasa muda yang masih sendiri dan dapat mendukung dirinya sendiri. Metode ini meliputi pemahaman tentang fungsi sistem keluarga dan segitiga. Metode ini juga melibatkan kegiatan untuk tetap menjaga hubungan emosional aktif dengan anggota keluarga yang penting dengan cara menelepon, menulis surat, dan melakukan kunjungan yang direncakan. Terapi ini memerlukan pengembangan kemampuan untuk mengontrol reaktivitas emosi untuk menghindari menjadi bagian dari segitiga selama kunjungan dengan keluarga. Tujuannya adalah untuk mencapai diferensiasi diri yang lebih besar daripada sebelumnya. Orang tersebut juga mengembangkan hubungan pribadi orang ke orang dengan anggota keluarga yang penting. Terapi ini disebut “coaching”. Ketika seseorang mengetahui tentang segitiga dan metode untuk menghilangkannya di dalam keluarga, sesi terapi dapat ditunda seperlunya untuk melihat upaya diferensiasi diri yang dilakukan terus menerus.<br />Bentuk terapi yang terakhir adalah multiple family therapy (terapi keluarga multipel). Terapi ini berbeda dengan terapi kelompok keluarga multipel. Terapi keluarga multipel dilakukan untuk menjamin agar tidak terjadi pertukaran emosional diantara keluarga. Bowen percaya bahwa pertukaran emosional ini mendorong fusi dari keluarga yang lain ke dalam massa ego yang lebih besar dan tidak terdiferensiasi.<br />Pada terapi keluarga multipel, perawat bekerja dengan setiap keluarga seperti hanya satu keluarga tersebut yang mendapatkan terapi, sementara keluarga lain yang hadir mengobservasi kegiatan tersebut. Ketika keluarga menjawab pertanyaan rinci tentang masalahnya, perawat tidak memfokuskan perasaan dan hanya bertanya pada satu pasangan sementara pasangannya mendengarkan. Kemudian pasangan yang diam ditanya untuk membagi pikiran atau reaksi terhadap apa yang telah dikatakan oleh pasangannya. Anggota keluarga yang mengobsevasi dapat bicara pada perawat tentang keluarga yang lain akan tetapi tidak dapat berbicara langsung dengan keluarga tersebut.<br /><br />2. Terapi Keluarga Struktural<br />Terapi keluarga struktural adalah teori dan teknik berdasarkan pada individu di dalam konteks sosial. Asumsinya adalah bahwa perilaku merupakan suatu konsekuensi dari organisasi keluarga dan pola interaksi antara anggota kelaurga. Perubahan dalam organisasi keluarga dan proses umpan balik antara anggota akan mengubah konteks dalam fungsi seseorang. Oleh karena itu proses didalam orang tersebut dan perilakuknya juga akan berubah.<br />Pertanyaan dasar dari terapis terapi keluarga ini adalah “Dengan cara apa struktur keluarga ini mempertahankan gejala maladaptif ini ?” Struktur keluarga merupakan kumpulan tuntutan yang tidak terlihat yang menentukan cara anggota keluarga berinteraksi. Sistem keluarga bekerja melalui pola transaksional. Transaksi yang berulang akan membentuk pola bagaimana, kapan, dan dengan siapa berinteraksi, dan pola ini menentukan apakah sistem ini fungsional atau disfungsional.<br />Komponen-komponen dalam terapi keluarga struktural adalah transisi dalam keluarga, tahapan dalam perkembangan keluarga, dan struktur keluarga. Terapi keluarga struktural mengubah hubungan antara satu orang dan konteks yang dikenal dimana orang tersebut berfungsi. Hal ini mengubah pengalaman subyektif dan memungkinkan lebih banyak perilaku fungsional yang muncul.<br />Komponen penting dari terapi keluarga struktural adalah proses bergabung ke dalam keluarga. Perawat sementara menjadi bagian dari sistem keluarga, beradaptasi dengan peraturan dan perilaku keluarga. Tujuannya adalah untuk membantu keluarga sehingga perawat mendapatkan pengalaman masuk ke dalam sistem keluarga. Jika hal ini tidak dilakukan maka restrukturisasi dan perubahan keluarga tidak mungkin tercapai.<br />Metode untuk dapat bergabung dengan keluarga yaitu dengan mirroring atau mimicking (menyesuaikan dengan mood, kecepatan, atau pola komunikasi keluarga), menghormati nilai keluarga, menemukan elemen yang hampir sama, mencari kekuatan keluarga, mendukung subsistem keluarga, dan tracking (meminta elaborasi penjelasan dengan rincian dan contoh yang konkrit dalam diskusi keluarga).<br /><br /><br /><br />3. Terapi Strategis<br />Terapi keluarga strategis dikembangkan dari teori komunikasi. Ahli komunikasi menyatakan bahwa semua perilaku, tidak hanya perilaku verbal, merupakan komunikasi. Mereka mengenali bahwa sebagian besar komunikasi terdiri dari berbagai tingkat antara pengirim dan penerima, dan kepentingan dari setiap pesan tergantung pada penguatan, kontradiksi, atau dikerangkai oleh pesan lain.<br />Teori lain menyatakan bahwa komunikasi adalah proses yang terjadi terus menerus. Tidak ada titik awal dan titik akhirnya dalam menstimulus respon pola penguatan dari interaksi manusia.<br />Terdapat tiga masalah umum dalam komunikasi yaitu diskualifikasi, diskonfirmasi, dan komunikasi yang tidak kongruen.<br />Komponen terapi strategis ini aadalah membuat perbedaan antara kesulitan dan masalah. Kesulitan adalah kondisi yang tidak diingankan dari penyimpangan yang dapat dihilangkan dengan penyelesaian logis atau tidak diinginkan, maslah kehidupan umum yang harus dijalani. Masalah timbul dari kesulitan kecil yang meningkat yang terjadi karena salah penanganan.<br />Terapi strategis tidak memperhatikan riwayat terjadinya masalah atau motivasi dibaliknya, juga tidak meliaht karakteristik orang dan tempat terjadinya. Intervensi dilakukan dengan pasien atau anggota keluarga lain, atau keduanya, tergantung pada siapa yang paling perhatian dengan maslah tersebut. Orang ini yang memiliki kesediaan paling besar untuk berubah. Intervensi yang efektif dapat dilakuan melalui anggota dari sistem untuk memberikan umpan balik yang positif.ridwanhttp://www.blogger.com/profile/02054077052225308649noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2237078163584498698.post-3595783458004650822008-11-19T17:23:00.000-08:002008-11-19T17:25:16.145-08:00peawatan keluargaBUKU AJAR<br />PENGKAJIAN KEPERAWATAN KELUARGA<br /><br />Deskripsi :<br />Pengkajian keperawatan keluarga merupakan suatu tahapan dimana seorang perawat mengambil informasi secara terus menerus terhadap anggota keluarga dan lingkungannya. Pengkajian keluarga ini meliputi aspek yang berkaitan dengan data demografi dan sosiobudaya, data lingkungan keluarga, struktur dan fungsi keluarga, stres dan koping keluarga, pengkajian fisisk anggota keluarga dan harapan-harapan keluarga terhadap pelayanan kesehatan. Pada akhir materi ini diharapkan peserta didik dapat mendemontrasikan kegiatan pengkajian melalui kegiatan role play di kelas.<br /><br />Tujuan belajar-mengajar :<br />1. Peserta didik mampu memahami konsep dasar pengkajian keperawatan keluarga<br />2. Peserta didik mampu mengidentifikasi data umum (demografi dan sosio-kultural) keluarga<br />3. Peserta didik mampu mengidentifikasi data lingkungan keluarga<br />4. Peserta didik mampu mengidentifikasi data struktur dan fungsi keluarga<br />5. Peserta didik mampu mengidentifikasi data stres dan koping keluarga<br />6. Peserta didik mampu mengidentifikasi data pengkajian fisik anggota keluarga<br />7. Peserta didik mampu mendemontrasikan pengkajian keperawatan keluarga<br />8. Peserta didik mampu menerapkan hasil pengkajian untuk membuat diagnosa keperawatan keluarga<br /><br /><br />KONSEP DASAR PENGKAJIAN KELUARGA<br />Definisi Keluarga <br />Dalam kehidupan sehari-hari istilah keluarga sering dikacaukan dengan istilah rumah tangga. Selain itu, secara konseptual konseptualisasi keluarga akan tergantung pada sudut pandang yang digunakan dan akan berubah sesuai dengan perubahan social yang terjadi. Kamus Webster (1993) mendefinisikan keluarga, antara lain, sebagai berikut:<br />1. A social unit consisting of parent and the children they rear (sebuah unit social yang terdiri dari orang tua dan anak yang mereka asuh);<br />2. A group of people related by ancestry or marriage (sekelompok orang yang dihubungkan oleh keturunan atau perkawinan).<br />Definisi in jelas masih sangat sederhana. Yang ditekankan hanya anggota, besaran unsur kumpulan orang yang membentuk kelompok: hak dan kewajiban setiap anggota dan fungsinya belum disentuh, meskipun dasar ikatan pengelompokan itu sudah dikemukakan, yakni perkawinan atau keturunan.<br /> Pendapat Sumardjan (1993) bahwa keluarga adalah sekelompok manusia yang Para warganya terikat dengan jalur keturunan sejalur dengan definisi di atas. Definisi formal tentang keluarga di Indonesia juga sejalan dengan definisi di atas. Peraturan pemerintah Nomor 21 than 1994 tentang Penyelenggaraan Pembangunan Keluarga Sejahtera mengemukakan bahwa keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami-istri, atau suami, istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. <br /> Jelas pula, definisi ini juga belum memasukkan kecenderungan bentuk keluarga modern misalnya commuter family atau keluarga berdasarkan kontrak perkawinan. Tetapai sebagai petunjuk awal, definisi ini sudah cukup memadai untuk menelusuri konseptualisasi lain tentang keluarga.<br /> Burgerss dan Locke (Guhardja dkk., 1992) memasukkan ciri tambahan ke dalam konsep keluarga. Menurut mereka, anak yang diasuh tidak harus dari keturunannya sendiri, tetapi bisa juga anak angkat (adopsi). Burgess dan Locke mendefinisikan keluarga sebagai unit social terkecil yang terdiri dari individu-individu yang terikat oleh perkawinan (suami-istri), darah atau adopsi (orang tua -anak); dan dalam kasus keluarga luas terlihat adanya nenek atau kakek dengan cucu.<br /> Dengan demikian yang dimaksud dengan keluarga adalah: 1). Keluarga terdiri dari orang orang yang disatukan dalam ikatan perkawinan, darah dan ikatan adopsi; 2).Para anggotanya hidup bersama-sama dalam satu rumah tangga; 3).Anggota kleuarga berinteraksi dan berkomunikasai satu dengan yang lain dalam peran-peran social keluarga;4). Keluarga menggunakan kultur yang sama. (Fiedman, 1998)<br /><br />Pengkajian keluarga<br /> Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengunpulan data dari berbagai sumber data untuk mengidentifikasi status kesehatan klien (Iyer et al.,1996). Tahap pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien. Oleh karena itu pengkajian yang lengkap dan akurat sesuai dengan kenyataan dan kebenaran data sangat penting dalam merumuskan suatu diagnosa keperawatan. <br /> Data dasar yang komprehensif merupakan kumpulan data yang berisikan mengenai status kesehatan klien, kemampuan klien untuk mengelola kesehatan dan keperawatannya terhadap dirinya sendiri, dan hasil konsultasi dari medis atau profesi kesehatan lainnya. Sedangkan data fokus keperawatan adalah data tentang perubahan-perubahanatau respon klien terhadap kesehatan dan masalah kesehatannnya serta hal-hal yang mencakup tindakan yang dilaksanakan terhadap klien.<br /> Dalam pengkajian keluarga data dasar keluarga menjadi penting untuk dikaji berdasarkan kondisi yang ditemui saat pengkajian itu dilaksanakan yang menyangkut aspek data demografi dan sosialbudaya, data lingkungan keluarga, data perkembangan keluarga, data struktur dan fungsi keluarga, data koping keluarga dan data tentang pengkajian fisik tiap anggota keluarga. Setelah diketahui data dasar keluarga maka akan dapat dijumpai respon keluarga terhadap masalah kesehatan yang ada, sehinggga selanjutnya dapat dilakukan data fokus keperawatan yakni mengidentifikasi data spesifik yang ditentukan oleh perawat, klien dan keluarga berdasarkan keadan klien. <br /> Dalam pengumpulan data dikenal dua tipe data pengkajian yaitu data subyektif dan data obyektif. Data subyektif adalah data yang didapatkan dari keluarga/klien sebagai suatu pendapat terhadap suatu situasi dan kejadian, data ini termasuk data sekunder dari fasilitas kesehatan lainnya. Sedangkan data objektif adalah data yang dapat diobservasi dan diukur (Iyer et al., 1996), misalnya data mengenai kondisi lingkungan rumah dan data hasil pemeriksaan fisik anggota keluarga. Pengumpulan data ini harus memiliki karakteristik: lengkap, akurat, nyata, dan relevan.<br /><br />Beberapa konsep yang terkait dengan pengkajian keluarga:<br />1. Bentuk keluarga<br /> Bentuk keluarga banyak macamnya. Goldenberg (1980) membedakan bentuk keluarga atas sembilan macam yaitu :<br />1. Keluarga inti (nuclear family), adalah keluarga yang terdiri dari suami, istri serta anakanak kandungnya.<br />2. Keluarga besar (extended family), adalah keluarga yang disamping terdiri dari suami, istri dan anak-anak kandung, juga terdiri dari sanak saudara lainnya, baik menurut garis keturunan vertical maupun horizontal.<br />3. Keluarga campuran (blended family), adalah keluarga yang terdiri dari suami istri,anak kandung serta anak tiri<br />4. Keluarga menurut hukum umum (common law family), adalah keluarga yang terdiri dari pria dan wanita yang tidak terikat dalam perkawinan syah serta anak-anak mereka tinggal bersama.<br />5. Keluarga orang tua tunggal (single parent family), adalah keluarga yang terdiri dari pria atau wanita , mungkin karena telah bercerai, berpisah, ditinggal mati, atau mungkin tak pernah menikah, serta anak-anak mereka tinggl bersama.<br />6. Keluarga hidup bersama (commune family), adalah keluarga yang terdiri dari pria, wanita dan anak-anak yang tinggal bersama berbagi hak dan tanggung jawab serta memiliki kekayaan bersama.<br />7. Keluarga serial (serial family), adalah keluarga yang terdiri dari pria dan wanita yang telah menikah dan mungkin telah punya anak, tetapi kemidian bercerai dan masing-masing menikah lagi serta memiliki anak-anak dengan pasangan masing-masing, tetapi semuanya menganggapsebagai satui keluarga.<br />8. Keluarga gabungan (composit family), keluarga yang terdiri dari suami dengan beberapa istri dan anak-naknya atau istri dengan beberapa suami dan anak-anaknya yang hidup bersama <br />9. Keluarga tinggal bersama (cohabitation family), adalh keluarga yang terdiri dari pria dan wanita yang hiduip bersama tanpa ada ikatan perkawinan yang syah.<br /><br />Sedangkan Sussman (1974) dalam Fiedman (1998) membedakan atas dua bentuk yakni keluarga tradisional dan keluarga non tradisional. Keluarga tradisional adalah keluarga yang pembentukannya sesuai dengan atau tidak melanggar norma-norma kehidupan masyarakatyang secara tradisional dihormati bersama. Norma-norma tersebut yang terpenting adalah keabsahan ikatan perkawinan antara suami dan istri. Sedangkan keluarga nontradisional sebaliknya. <br /> <br />2. Struktur keluarga<br />Menurut Friedman struktur keluarga terdiri atas :<br />1. Pola dan proses komunikasi.<br />2. Struktur peran.<br />3. Struktur kekuatan.<br />4. Nilai-nilai keluarga.<br /><br />Pola dan Proses Komunikasi<br />Pola interaksi keluarga yang berfungsi : (1) bersifat terbuka dan jujur, (2) selalu menyelesaikan konflik keluarga, (3) berpikiran positif, dan (4) tidak mengulang-ulang isu dan pendapat sendiri.<br /><br />Karakteristik Komunikasi yang berfungsi <br />Karakteristik pengirim<br />1. Yakin dalam mengemukakan sesuatu atau pendapat<br />2. Apa yang disampaikan jelas dan berkualitas<br />3. Selalu meminta dan menerima umpan balik.<br /><br />Karakteristik Penerima<br />1. Siap mendengarkan<br />2. Memberikan umpan balik<br />3. Melakukan validasi<br /><br />Struktur Peran<br />Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan posisi sosial yang diberikan. Yang dimaksud dengan posisi atau status adalah posisi individu dalam masyarakat, misalnya status sebagai istri/suami atau anak.<br /><br />Struktur Kekuatan<br />Kekuatan merupakan kemampuan (potensial atau aktual) dari individu untuk mengendalikan atau mempengaruhi untuk merubah perilaku orang lain kearah positif.<br /><br />Tipe struktur kekuatan : (1) Legitimate Power/Authority; (2) Refrent Power; (3) Reward; (4) Power; (5) Coercive; (6) Affectif power.<br /><br />Nilai-nilai Keluarga <br />Nilai merupakan suatu sistem, sikap dan kepercayaan yang secara sadar atau tidak, mempersatukan anggota keluarga dalam satu budaya. Nilai keluarga juga merupakan suatu pedoman perilaku dan pedoman bagi perkembangan norma dan peraturan.<br />Norma adalah pola perilaku yang baik, menurut masyarakat berdasarkan sistem nilai dalam keluarga.<br />Budaya adalah kumpulan dari pola perilaku yang dapat dipelajari, dibagi dan ditularkan dengan tujuan untuk menyelesaikan masalah.<br /><br />3. Fungsi Keluarga<br /> Dalam memenuhi kebutuhan kehidupannnya keluarga memiliki fungsi-fungsi dasar keluarga. Fungsi-fungsi tersebut di Indonesia dikenal dengan delapan fungsi keluarga ( PP No. 2001 th.1994) yaitu fungsi keagamaan; fungsi budaya; fungsi cinta kasihfungsi melindungi; fungsi reproduksi; fungsi sosialisasi dan pendidikan; fungsi ekonomi; dan fungsi pembinaan lingkungan. Sedangkan dalam keperawatan keluarga dikenal dengan lima fungsi keluarga ( Friedman, 1998), yaitu :<br />1. Fungsi Afektif ( affective function), adalah fungsi keluarga dalam pembentukan dan pemeliharaan kepribadian anak-anak, pemantapan kepribadian orang dewasa serta pemenuhan kebutuhan psikologis para anggota keluarganya.<br />2. Fungsi Sosialisasi dan penempatan sosial (socialization and social placement function), adalah fungsi keluraga dalam mempersiapkan anak-anak sehingga dapat menjadi anggota masyarakat yang produktif dan atau memberikan status yang dimiliki keluarga kepada semua anggota keluarga<br />3. Fungsi reproduksi ( reproduction function), adalah fungsi menjaga kelangsungan garis keturunan dan atau menambah anggota keluarga yang kelak akan menjadi anggota masyarakat.<br />4. Fungsi ekonomis ( economic function), fungsi keluarga dalam menyediakan sumber ekonomi keluargasecara cukup serta mengatur pemakaiannya secara efektif.<br />5. Fungsi perawatan kesehatan (health care function), unstuk memenuhi kebutuhan fisik (provision of physical necessity)<br /><br />FungsiAfektif<br />Fungsi afektif berhubunganerat dengan fungsi internal keluarga, yang merupakan basic kekuatan keluarga. Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan kebutuhan psikososial. Keberhasilan melaksanakan fungsi afektif tampak pada kebahagiaan dan kegembiraan dari seluruh anggota keluarga. Tiap anggota keluarga saling mempertahankan iklim yang positif. Hal tersebut dipelajari dan dikembangkan melalui interaksi dan hubungan dalam keluarga. Dengan demikian keluarga yang berhasil melaksanakan fungsi yang afektif, seluruh anggota keluarga dapat mengembangkan konsep diri yang positif.<br /><br />Komponen yang perlu dipenuhi oleh keluarga dalam melaksanakan fungsi afektif adalah :<br />a. Saling mengasuh, cinta kasih, kehangatan, saling menerima, saling mendukung antar anggota keluarga. Setiap anggota yang mendapatkan kasih sayang dan dukungan dari anggota yang lain maka kemapuannya untuk memberikan kasih sayang akan meningkat, yang pada akhirnya tercipta hubungan yang hangat dan saling mendukung. Hubungan intim di dalam keluarga merupakan modal dasar dalam memberi hubungan dengan orang lain di luar keluarga atau masyarakat.<br />b. Saling menghargai. Bila anggota keluarga saling menghargai dan mengakui keberadaan hak setiap anggota keluarga serta selalu mempertahankan iklim yang positif maka fungsi afektif akan tercapai.<br />c. Ikatan dan identifikasi. Ikatan keluarga dimulai sejak pasangan sepakat memulai hidup baru. Ikatan antar anggota keluarga dikembangkan melalui proses identifikasi dan penyesuaian pada berbagai aspek kehidupan anggota keluarga. Orang tua harus mengembangkan proses identifikasi yang positif sehingga anak-anak dapat meniru perilaku yang positif tersebut.<br /><br />Fungsi afektif merupakan sumber “energi” yang menentukan kebahagiaan keluarga. Keretakan keluarga, kenakalan anak atau masalah keluarga timbul karena fungsi afektif yang tidak terpenuhi.<br /><br />Fungsi Sosialisasi<br />Sosialisasi adalah proses perkembangan dan perubahan yang dilalui individu, yang menghasilkan interaksi sosial dan belajar berperan dalam lingkungan sosial (Friedman, 1986).<br />Sosialisasi dimulai sejak lahir. Keluarga merupakan tempat individu untuk belajar sosialisasi. Keberhasilan perkembangan individu dan keluarga dicapai melalui interaksi atau hubungan antar anggota keluarga yang diujudkan dalam sosialisasi. Anggota keluarga belajar disiplin, belajar tentang norma-norma, budaya dan perilaku melalui hubungan dan interaksi dalam keluarga.<br /><br />Fungsi Reproduksi<br />Keluarga berfungsi untuk meneruskan kelangsungan keturunan dan menambah sumber daya manusia. Dengan adanya program keluarga berencana maka fungsi ini sedikit terkontrol.<br /><br />Fungsi Ekonomi<br />Fungsi ekonomi merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga, seperti kebutuhan akan makanan, pakaian dan tempat berlindung (rumah).<br /><br />Fungsi Perawatan Kesehatan<br />Keluarga juga berfungsi unrtuk melaksanakan praktek asuhan kesehatan, yaitu untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan dan/atau merawat anggota keluarga yang sakit. Kemampuan keluarga dalam memberikan asuahan kesehatan mempengaruhi status kesehatan. Kesanggupan keluarga melaksanakan pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dari tugas kesehatan keluarga yang dilaksanakan. Keluarga yang dapat melaksanakan tugas kesehatan berarti snggup menyelesaikan masalah kesehatan keluarga.<br />Tugas kesehatan keluarga adalah sebagai berikut (Friedman, 1998) :<br />a. Mengenal masalah kesehatan<br />b. Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat<br />c. Memberi perawatan pada anggota keluarga.<br />d. Mempertahankan atau menciptakan suasana rumah yang sehat.<br />e. Mempertahankan hubungan dengan (menggunakan) fasilitas kesehatan masyarakat.<br />Dengan melihat fungsi-fungsi diatas apabila sebuah keluarga dapat mewujudkannnya maka akan terwujud keluarga yang sejahtera<br /><br />4. Siklus kehidupan keluarga <br /> Untuk dapat memahami dengan lengkap tentang perkembangan keluarga perlu diketahui bagaimana siklus kehidupan keluarga. Hal in sangat penting bagi perawat keluarga dalam rangka mengidentifikasi permasalahan kesehatan yang ditemukan dalam setisp tahap perkembangannnya. Duvall (1977) mengemukakan ada 8 tahapan pokok dari siklus kehidupan keluarga berikut dengan tugas tugas perkembangannya, yaitu :<br />1. Tahap awal perkawinan ( newly married)<br />Pada tahap in suatu pasangan baru saja kawin dan belum mempunyai anak, biasanya berlangsung rata-rata selama 2 than.<br />Tugas perkembangannya adalah penyesuaian diri dengan kehidupan keluarga yang baru dibentuk baik dalam bidang kepribadian, emisional dan atau pun komunikasi antar suami dan istri ataupun dengan anggota keluarga dari pasangan masing-masing. Tugas bantuan pelayanan kesehatan dapat dilakukan oleh perawat komunitas antara lain konseling kesehatan, keluarga berencana, pelayanan ante natal dan konseling persalinan.<br />2. Tahap keluarga dengan bayi (birth of the first child)<br />Pada tahap in keluarga tersebut telah mempunyai bayi, dapat satu atau dua orang. Di Amerika Serikat yang dimaksud bayi adalah sampan dengan umur 30 bulan dan biasanya tahap in berlangsung rata-rata selama 2,5 than. <br />Tugas perkembangannya mencakup antara lain menjadi orang tua yang baik, menyesuaikan penghasilan deengan pengeluaran tambahan, merawat bayi dan menyesuaikan kegiatan dengan jadwal pengasuhan bayi. Sedangkan tugas bantuan pelayanan kesehatan antara lain pertolongan persalinan, pelayanan pos natal care, perawatan bayi termasuk imunisasi dan konseling KB.<br />3. Tahap keluarga dengan anak usia prasekolah (family with preschool children)<br />Pada tahap in anak pra sekolah berumur 30 bulan sampan 6 than dan berlangsung rata-rata 3,5 than.<br />Tugas perkembangannya adalah menjadi orang tua yang baik, menyesuaikan penghasilan dengan pengeluaran tambahan, membesarkan balita dan pengaturan serta pengembangan sosialisasi balita. Tugas bantuan pelayanan kesehatan dapat berupa pelayanan kesehatan balita, penanganan kecelakaan, konseling pendidikan pra sekolah dan konseling pelayanan KB.<br />4. Keluarga dengan anak usia sekolah (family with children school), anak pertama usia 6-13 than.<br />Tugas perkembangannya antara lain menjadi orang tua yang baik, menyesiaikan penghasilan dengan pengeluaran tambahan, membesarkan anak usia sekolah dan pengaturan serta pengembangan fisik, social, emosional serta kecerdasan anak usia sekolah. Tugas bantuan pelayanan kesehatan dapat berupa pelayanan kesehatan anak usia sekolah (UKS), penangan kecelakaan, konseling masalah perilaku dan nasehat KB.<br />5. Tahap keluarga dengan anak usia remaja (family with teenagers) anak berumur antara 13-20 than.<br />Tugas perkembangannya menjadi orang tua yang baik, menyesiaikan penghasilan dengan pengeluaran tambahan, membesarkan anak usia remaja, memelihara keharmonisan keluarga untuk pengembangan mental, emosional dan kecerdasan anak usia remaja, serta mempersiapkan diri untuk berbeda pendapat dengan anak. Tugas bantuan kesehatan mencakup pelayanan kesehatan usia remaja, penangan kecelakaan, konseling kenakalan remaja.<br />6. Tahapan keluarga dengan anak meninggalkan keluarga (family as launching center). Pada tahap in satu persatu anak meninggalkan keluarga yang dimulai anak tertua dan diakhiri anak terkecil. Biasanya tahap in berlangsung rata-rata 8 than.<br />Tugas perkembangan keluarga mencakup antara lain mempersiapkan diri utnuk ditinggalkan anak-anak, mempersiapkan diri untuk berkomunikasi dengan anak-anak sebgai orang dewasa, meningkatkan hubungan suami istri dan mempersiapkan diri untuk menjadi mertua, kakek dan nenek yang baik. Tugas bantuan kesehatan dapat berupa nasehat hubungan antara anggota kelruarga dan nasehat untuk hidup mandiri.<br />7. Tahap orang tua usia menengah (parent alone in middle years). Tahap in semua anak telah meninggalkan keluarga yang tinggal hanyalah suami isttri dengan usia menengah, tahap in biasanya berlangsung rata-rata 15 than. <br />Tugas perkembangan keluarga yang harus dilaksanakan oleh keluarga mencakup antara lain mempersiapkan diri untuk memasuki usia pensiun, mempersiapkan diri untuk menjadi mertua, kakek atau nenek yang baik dan mempersiapkan diri untuk menghadapi berbagai penyakit dan atau kelainan degeneratif. Tugas bantuan pelayanan kesehatan antara lain konseling persiapan masa pensiun, konseling hidup madiri tanpa anak, konseling menghadapi berbagai penyakit degeneratif serta keadaan menopause.<br />8. Tahap keluarga usia jompo (aging family member). Tahap in suami istri telah berusia lanjut sampan meninggal dunia. Tahap in biasanya berlangsung selama 10-15 than. Tugas perkembangan keluarga mencakup antara lain mengisi masa pensiun dengan pelbagai kegiatan yang bermanfaat, mengatur pengeluaran sesuai dengan uang pensiun, mempersiapkan diri untuk kehilangan pasangan, serta mempersiapkan diri untuk menghadapai berbagai penyakit atau kelainan degeneratif. Tugas bantuan pelayanan kesehatan adalah nasehat mengisi masa pensiun dedngan pelbagai kegiatan yang bermanfaat, nasehat kebugaran jasmani, nasehat apabila kehilangan pasangan, nasehat apabila mengghadapi pelbagai penyakit degeneratif serta bantuan psikologis.<br /><br />LANGKAH-LANGKAH PENGKAJIAN <br />Persiapan pengkajian keluarga:<br />1. Menetapkan keluarga sasaran yang akan dikunjungi serta menentukan kasus-kasus yang perlu ditindaklanjuti di rumah, baik melalui seleksi kasus di Puskesmas, maupun selesi kasus di lapangan/masyarakat.<br />2. Menetapkan jadual kunjungan:<br />a. Membuat jadual kunjungan dan nama-nama keluarga yang akan di kunjungi<br />b. Membuat kesepakan dengan keluarga tentang waktu kunjungan dan kehadiran anggota keluarga pengambil keputusan<br />3. Menyiapkan perlengkapan pengkajian lapangan yang dibutuhkan :<br />a. Mempelajari riwayat penyakit klien dari status /rekam kesehatan keluarga dan catatan lain yang ada kaitannya dengan klien tersebut<br />b. Membuat catatan singkat tentamng permasalahan keluarga dan klien sebagai dasar kajian lebih lanjut.<br />c. Formulir atau catatan pengkajian keluarga <br />d. PHN Kit lengkap yang berisi alat pengkajian fisik anggota keluarga<br /><br />Dalam pelaksanaan pengkajian di rumah keluarga :<br />1. Menciptakan suasana/hubungan yang baik dengan semua anggota keluarga (menciptakan rapport)<br />2. Menggunakan bahasa yang sederhana dan dapat dimengerti keluarga<br />3. Memperkenalkan diri dengan sopan dan ramah<br />4. Menginformasikan tujuan kunjungan rumah dan membuat kontrak waktu kunjungan rumah <br /><br />Hal-hal yang perlu dikaji dalam keluarga adalah :<br />I. Data Umum<br />Pengkajian terhadap data umum keluarga meliputi :<br />1. Nama kepala keluarga(KK)<br />2. Alamat dan telepon<br />3. Pekerjaan kepala keluaga <br />4. Pendidikan kepala keluarga <br />5. Komposisi keluarga dan genogram <br />6. Tipe keluarga<br />Menjelaskan mengenai jenis tipe keluarga beserta kendala atau masalah-masalah yang terjadi dengan jenis tipe keluarga tersebut.<br />7. Suku bangsa .<br />Mengkaji asal suku bangsa keluarga tersebut serta mengidentifikasi budaya suku bangsa tersebut terkait dengan kesehatan. <br />8. Agama<br />Mengkaji agama yang dianut oleh keluarga serta kepercayaan yang dapat mempengaruhi kesehatan.<br /> 9. Status sosial ekonomi keluarga <br /> Status sosial ekonomi keluarga ditentukan oleh pendapatan baik dari kepala keluarga maupun anggota keluarga lainnya. Selain itu status ekonomi sosial keluarga ditentukan pula oleh kebutuhan- kebutuhan yang dikeluarkan oleh keluarga serta barang-barang yang dimiliki oleh keluarga. <br />10. Aktivitas rekreasi keluarga.<br />Rekreasi keluarga tidak hanya dilihat kapan saja keluarga pergi bersama sama untuk mengunjungi tempat rekreasi tertentu namun dengan menonton TV dan mendengarkan radio juga merupakan aktifitas rekreasi.<br /><br />II. Riwayat dan tahap perkembangan keluarga <br />11. Tahap perkembangan keluarga saat ini <br />Tahap perkembangan keluarga ditentukan dengan anak tertua dari keluarga inti. Contoh: Keluarga bapak A mempunyai 2 orang anak , anak pertama berumur 7 tahun dan anak kedua berumur 4 tahun , maka keluarga bapak A berada pada tahapan perkembangan keluarga dengan usia anak sekolah.<br />12. Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi <br />Menjelaskan mengenai tugas perkembangan yang belum terpenuhi oleh keluarga serta kendala mengapa tugas perkembangan tersebut belum terpenuhi.<br />13. Riwayat keluarga inti.<br />Menjelaskan mengenai riwayat kesehatan pada keluarga inti, yang meliputi riwayat penyakit keturunan , riwayat kesehatan masing masing anggota keluarga , perhatian terhadap pencegahan penyakit (status imunisasi) , sumber pelayanan kesehatan yang biasa digunakan keluarga seta pengalaman pengalaman terhadap pelayanan kesehatan<br /><br />14. Riwayat keluarga sebelumnya.<br />Dijelaskan mengenai riwayat kesehatan pada keluarga dari pihak suami dan istri.<br /><br />III. Pengkajian lingkungan<br />15. Karakteristik rumah<br />Karakteristik rumah diidentifikasi dengan melihat luas rumah , tipe rumah, jumlah ruangan , jumlah jendela ,jarak septic tank dengan sumber air , sumber air minum yang digunakan serta denah rumah.<br />16. Karakteristik tetangga dan komunitas RW<br />Menjelaskan mengenai karakteristik dari tetangga dan komunitas setempat , yang meliputi kebiasaan , lingkungan fisik , aturan/kesepakatan pendduduk setempat , budaya setempat yang mempengaruhi kesehatan.<br />17. Mobilitas geografis keluarga<br />Mobilitas geografis keluarga ditentukan dengan kebiasaan keluarga berpindah tempat.<br />18. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat<br />Menjelaskan mengenai waktu yang digunakan keluarga untuk berkumpul serta perkumpulan keluarga yang ada dan sejauh mana keluarga interaksinya dengan masyarakat.<br />19. Sistem pendukung keluarga <br />Yang termasuk pada sistem pendukung keuarga adalah jumlah anggota keluarga yang sehat , fasilitas fasilitas yang dimiliki keluarga untuk menunjang kesehatan. Fasilitas mencakup fasilitas fisik , fasilitas psikologi atau dukungan dari anggota keluarga dan fasilitas sosial atau dukungan dari masyarakat setempat.<br /><br />IV. Dimensi Struktur Keluarga<br />20. Pola komunikasi keluarga<br />Menjelaskan mengenai cara berkomunikasi antar anggota keluarga <br />21. Struktur kekuatan keluarga <br />Kemampuan anggota keluarga mengendalikan dan mempengaruhi orang lain untuk mengubah perilaku.<br />22. Struktur peran <br />Menjelaskan peran dari masin masing anggota keluarga baik secara formal maupun informal.<br />23. Nilai atau norma keluarga <br />Menjelaskan mengenai nilai dan norma yang dianut oleh keluarga, yang berhubungan dengan kesehatan.<br /><br />V. Fungsi keluarga <br />24. Fungsi efektif <br />Hal yang perlu dikaji yaitu gambaran diri anggota keluarga, perasaan memiliki dan dimiliki dalam keluarga, dukungan keluarga terhadap anggota keluarga lainnya , bagaimana kehangatan tercipta pada anggota keluarga dan bagaimana keluarga mengembangkan sikap saling menghargai.<br />25. Fungsi sosialisasi <br />Hal yang perlu dikaji bagaimana interaksi atau hubungan dalam keluarga, sejauhana anggota keluarga belajar disiplin, norma, budaya dan perilaku.<br />26. Fungsi perawatan kesehatan<br />Menjelaskan sejauh mana keluarga menyediakan makanan , pakaian , perlindungan serta merawat anggota keluarga yang sakit. Sejauhmana pengetahuan keluarga mengenai sehat sakit. Kesanggupan keluarga di daam melaksanakan perawatan kesehatan dapat dilihat dari kemampuan keluarga dalam melaksanakan 5 tugas kesehatan keluarga, yaitu keluarga mampu mengenal masalah kesehatan, mengambil keputusan untuk melakukan tindakan, melakukan perawatan terhadap anggota yang sakit, menciptakan lingkungan yang dapat meningkatkan kesehatan dan keluarga mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan yang terdapat di lingkungan setempat<br /><br />Hal-hal yang perlu dikaji sejauh mana keluarga melakukan pemenuhan tugas perawatan keluarga adalah :<br />a. Untuk mengetahui kemampuan keluarga mengenal masalah kesehatan, yang perlu dikaji adalah sejauhmana keluarga mengetahiu fakta-fakta dari masalah kesehatan yang meliputi pengertian, tanda dan gejala, faktor penyebab dan yang mempengaruhinya serta persepsi keluarga terhadap masalah.<br />b. Untuk mengetahui kemampuan keluarga mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan yang tepat, hal yang perlu dikaji adalah:<br />1. Sejauhmana kemampuan keluarga mengerti mengenai sifat dan luasnya masalah.<br />2. Apakah masalah kesehatan dirasakan oleh keluarga.<br />3. apakah keluarga merasa menyerah terhadap masalah yang dialami.<br />4. apakah keluarga merasa takut akan akibat dari tindakan penyakit.<br />5. Apakah keluarga mempunyai sikap negatif terhadap masalah kesehatan.<br />6. Apakah keluarga dapat menjangkau fasilitas kesehatan yang ada <br />7. Apakah keluarga kurang percaya terhadap tenaga kesehatan.<br />8. Apakah keluarga mendapat informasi yang salah terhadap tindakan dalam mengatasi masalah. <br />c. Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit, yang perlu dikaji adalah:<br /><br />27. Fungsi reproduksi <br />Hal yang perlu dikaji mengenai fungsi reproduksi keluarga adalah:<br />a. berapa jumlah anak<br />b. bagaimana keluarga merencanakan jumlah anggota keluarga <br />c. Metode apa yang digunakan keluarga dalam upaya mengendalikan jumlah anggota keluarga.<br />28. Fungsi ekonomi<br />Hal yang perlu dikaji mengenai fungsi ekonomi keluarga adalah:<br />a. Sejauh mana keluarga memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan.<br />b. Sejauhmana keluarga memanfaatkan sumber yang ada di masyarakat dalam upaya peningkatan ststus kesehatan keluarga .<br /><br />VI. Stres dan koping keluarga<br />29. Stresor jangka pendek dan panjang<br />a. Stresor jangka pendek yaitu stesor yang dialami keluarga yang memerlukan penyelesaian dalam waktu kurang lebih 6 bulan.<br />b. Stresor jangka panjang yaitu stresor yang dialami keluarga yang memerlukan penyelesaian dalam waktu lebih dari 6 bulan.<br />30. Kemampuan keluarga berespon terhadap situasi/stresor<br />Hal yang perlu dikaji adalah sejauhmana keluarga berespon terhadap situasi/stresor<br />31. Strategi koping yang digunakan <br />Strategi koping apa yang digunakan keluarga bila menghadapi permasalahan<br />32. Strategi adaptasi disfungsional<br />Dijelaskan mengenai strategi adaptasi disfungsional yang digunakan keluarga bila menghadapi permasalahan<br /><br />VII. Pemeriksaan Fisik <br />Pemeriksaan fisik dilakukan pada semua anggota keluarga. Metode yang digunakan pada pemeriksaan fisik tidak berbeda dengan pemeriksaan fisik di klinik<br /><br />VIII. Haparan Keluarga <br />Pada akhir pengkajian, perawat menanyakan harapan keluarga terhadap petugas kesehatan yang adaridwanhttp://www.blogger.com/profile/02054077052225308649noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2237078163584498698.post-70152725184868162002008-11-06T19:56:00.000-08:002008-11-06T19:59:53.268-08:00PROPOSAL PENELITIAN<div align="justify">FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN ASI TIDAK EKSLUSIF DI<br />POLI KIA RSUD CIBINONG BOGOR TAHUN 2008<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />OLEH :<br /><br />HILLY TISVA<br />NIM .AK.2.07.19.<br /><br /><br /><br /><br />SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BHAKTI KENCANA BANDUNG 2008<br /><br /><br /><br />BAB I<br />PENDAHULUAN<br /><br />1.1 Latar Belakang<br />Air Susu Ibu adalah makanan paling bergizi untuk bayi baru lahir, ASI memberikan perkembangan fisik dan mental yang optimal, memberikan rasa aman dan memperkuat sistem kekebalan, kualitas ASI tidak dapat ditiru. ASI juga steril, mudah dibawa-bawa, suhu yang tepat untuk bayi dan tersedia setiap saat. (Suharjo, 2003:68)<br />ASI ekslusif atau lebih tepat pemberian ASI secara ekslusif adalah bayi yang hanya diberikan ASI saja, tanpa tambahan cairan seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi dan tim.pemberian ASI secara ekslusif dianjurkan untuk jangka waktu setidaknya 4 bulan bila mungkin 6 bulan. (Roesli, 2000:3).<br />Pada tahun 1999 setelah pengalaman selama 9 tahun World Health Organization (WHO)/United Nations International Children’s Emergency Fund (UNICEF) memberikan klasifikasi tentang rekomendasi jangka waktu pemberian ASI ekslusif. Rekomendasi terbaru UNICEF bersama World Health Asembli (WHA) dan banyak negara lainnya adalah menetapkan jangka waktu pemberian ASI ekslusif selama 6 bulan. (Roesli, 2000:3).<br />Selama perang dunia ke dua ketika sedang banyak wanita yang bekerja di luar rumah, pemberian susu formula meningkat dan bahkan semakin meningkat pada tahun 1950 an dan 1960 an. Pada akhir 1966 hanya ada 18% bayi yang disusui ibunya sesaat setelah meninggalkan rumah sakit dan persentase ini turun secara tajam begitu bayi sudah di rumah. Pada tahun 1970 an ibu menyusui di Amerika Serikat menyentuh angka terendah. (Nichol, 2003:6).<br />Program peningkatan penggunaan ASI khususnya ASI ekslusif merupakan program perioritas karena dampak yang keluar terhadap status gizi dan kesehatan balita : Derklarlasi Innocenti (Italia) tahun 1990 tentang perlindungan, promosi dan dukungan terhadap penggunaan ASI, disepakati pula untuk pencapaian ASI ekslusif sebesar 80% pada tahun 2000. KTT atau Kompresi Tingkat Tinggi tentang kesejahteraan anak pada tahun 1990 berisi pentingnya mendukung wanita dalam tugas pemberian ASI saja pada 4-6 bulan pertama kehidupan anak. (Roesli, 2000:4).<br />Di Indonesia Pada bulan Juli 1984 organisasi non pemerintah, PERINASIA dan BKPP ASI. Mengorganisasikan lokakarya mengenai ASI telah dihasilkan suatu rekomendasi tentang kebijakan dan aktifitas tentang pendidikan serta promosi penggunaan ASI. Menteri Kesehatan menekankan pada usaha pendidikan secara teknis dalam peningkatkan pemeliharaan ibu hamil dan ibu yang menyususi bayinya. Kebijakan Departemen Kesehatan Republik Indonesia tentang usaha peningkatan penggunaan ASI dinyatakan dalam seminar Perinatologi PERINASIA bulan Mei 1985 di Palembang dalam Invitational ASI Regional Lactation menajemen Work Shop Juli 1988 di Bali yang diselenggarakan PERINASIA dan Wall Start Sandiego Lactation Program. Dilakukan evaluasi hasil kerja yang dilakukan alumni Wall Start. Salah satu hasil dari Wall Start perluasan untuk penggunaan ASI dalam tahun 1988-1991 PERINASIA telah siap dengan program traveling seminar di 12 ibu kota propinsi di Indonesia sebagai perluasan program ASI. Semua program usaha di bawah koordinasi departemen kesehatan melalui Kantor Wilayah. (Sarwono, 2002:264).<br />Dari penelitian terhadap 900 ibu disekitar Jabotabek 1995 diperoleh fakta bahwa yang dapat memberikan ASI ekslusif selama 4 bulan hanya sekitar 5% padahal 98% ibu-ibu tersebut menyusui. Dari penelitian tersebut juga didapatkan bahwa 37,9% dari ibu-ibu tidak pernah mendapatkan informasi khusus tentang ASI, sedangkan 70,4% pernah mendengar info tentang ASI ekslusif. (Roesli, 2000:2).<br />Selain itu juga situasi di Indonesia mempunyai statistik yang berbeda antar daerah. Analisa keseluruhan masih kurang jelas, tetapi data yang ada menunjukan bahwa sebagian besar bayi hanya diberikan ASI secara parsial dan hanya 20% bayi mulai diberikan ASI pada 24 pertama setelah melahirkan, selain itu hanya 10-15% ASI ekslusif. Dibeberapa daerah walaupun angka nasional 39% pemberian makanan pendamping ASI dini sangat umum kadang dimulai dari bayi 30 minggu selain itu juga banyak ibu yang merasa ASInya tidak cukup. (Sigit Sidi, 2006).<br />Dari penelitian para peneliti ditemukan banyak manfaat ASI bagi bayi. Dibandingkan bayi-bayi yang diberi susu formula. Studi menunjukan kalau bayi-bayi yang diberi ASI lebih jarang diserang gangguan pancernaan yang parah, gangguan pernafasan ataupun infeksi telinga, kematian mendadak saat tidur (Sudden Dead Infant Syndrome) atau penyakit serius. ASI juga melindungi bayi dari serangan virus dan bakteri karena si ibu dengan cepat mengembangkan anti body (partikel-pertikel dalam darah yang dihasilkan untuk memerangi infeksi) dan membagi kekebalan itu pada si bayi lewat susu yang diberikan. Zat kekebalan ini melindungi bayi, bahkan ketika si ibu menderita deman atau flu. (Balaskas, 2001:38).<br />Bidan sebagai praktisi mandiri mempunyai peran penting untuk mendorong para ibu dalam memberikan ASI ekslusif dengan jalan melakukan penyuluhan mengenai pentingnya pemberian ASI ekslusif, sehingga dapat menghasilkan bayi-bayi yang sehat sebagai calon sumber daya manusia (SDM) yang handal berdasarkan hal-hal di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI tidak ekslusif di Poli KIA RSUD Cibinong Bogor Tahun 2008.<br /><br />1.2 Perumusan Masalah<br />Faktor–faktor apa saja yang berhubungan dengan pemberian ASI tidak ekslusif di Poli KIA RSUD Cibinong Bogor Tahun 2008. ?<br /><br />1.3 Tujuan Penelitian<br />1.3.1 Tujuan Umum<br />Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI tidak ekslusif di Poli KIA RSUD Cibinong Bogor Tahun 2008.<br />1.3.2 Tujuan Khusus<br />1. Diketahuinya distribusi pemberian ASI tidak ekslusif dengan pendidikan,pekerjaan, akses media massa di Poli KIA RSUD Cibinong Bogor Tahun 2008..<br />2. Diketahuinya faktor pendidikan berhubungan dengan pemberian ASI tidak ekslusif di Poli KIA RSUD Cibinong Bogor Tahun 2008.<br />3. Diketahuinya faktor perkerjaan ibu berhubungan dengan pemberian ASI tidak ekslusif di Poli KIA RSUD Cibinong Bogor Tahun 2008.<br />4. Diketahuinya faktor akses media masa berhubungan dengan pemberian ASI tidak ekslusif di Poli KIA RSUD Cibinong Bogor Tahun 2008.<br /><br />Manfaat Penelitian<br />1. Bagi Petugas Kesehatan<br />Dapat dijadikan motivasi para petugas kesehatan khususnya Bidan untuk lebih meningkatkan kegiatan penyuluhan tentang pemberian ASI ekslusif. <br />2. Bagi Masyarakat<br />Dapat dijadikan masukan bagi masyarakat untuk meningkatkan kesadaran terhadap pemberian ASI ekslusif.<br />3. Bagi Puskesmas<br />Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi motivator bagi tenaga kesehatan agar lebih aktif dalam memberikan penyuluhan tentang ASI.<br />4. Bagi Peneliti<br />Dapat meningkatkan pengetahuan tentang ASI dan memberikan sumbangan pemikiran terhadap masyarak<br /><br />BAB II<br /><br />TINJAUAN PUSTAKA<br /><br />2.1 Pengertian Air Susu Ibu (ASI)<br />Pemberian air susu ibu secara ekslusif menurut WHO bahwa semua bayi harus mendapatkan ASI secara ekslusif sejak lahir, sesegera mungkin sampai setidaknya usia 4 bulan dan bila mungkin hingga usia 6 bulan. ASI diberikan sebanyak dan sesering yang diinginkan untuk bayi, siang maupun malam Setidaknya 8 jam dalam sehari. (Roesli, 2000).<br />ASI secara ekslusif untuk bayi hanya diberikan ASI saja tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi dan tim. (Roesli, 2001:3 ).<br />ASI ekslusif adalah pemberian ASI (air susu ibu) sedini mungkin setelah persalinan, diberikan tanpa jadwal dan tidak diberi makanan lain walaupun hanya air putih sampai bayi berumur 6 bulan. (Purwati, 2004).<br />ASI ekslusif adalah pemberian ASI saja sejak bayi lahir sampai sekitar usia 6 bulan. (Sigit Sidi, 2004).<br />2.2 Manfaat ASI<br />Menurut Sigit Sidi (2004) Manfaat ASI dibagi menjadi 3 yaitu: Bagi bayi, Ibu, Keluarga dan Negara.<br />a. Manfaat untuk bayi<br />1. Nutrien (zat besi) yang sesuai untuk bayi : lemak, karbonhidrat, protein, garam dan mineral, vitamin.<br />2. Mengandung zat proaktif seperti laktoferin, lisozim, komplemen, C3 dan C4, faktor anti streptokokus anti body imunitas seluler tidak menimbulkan alergi.<br />3. Mempunyai psikologis yang menguntungkan.<br />Waktu menyusui kulit bayi akan menempel pada kulit ibu. Kontak kulit yang dini ini sangat besar pengaruhnya pada perkembangan bayi kelak. Walaupun seorang ibu dapat memberikan kasih sayang yang lebih besar dengan memberikan susu formula, tetapi menyusui sendiri akan memberikan efek psikologis yang besar, selain itu akan menimbulkan rasa aman bagi bayi.<br />4. Menyebabkan pertumbuhan yang baik.<br />Bayi yang mendapat ASI mempunyai kenaikan berat badan yang baik setelah lahir, pertumbuhan sesudah perinatal baik dan mengurangi obesitas.<br />5. Mengurangi kejadian karies dentis.<br />Insiden karies dentis pada bayi yang mendapat susu formula jauh lebih tinggi dibandingkan yang mendapat ASI, karena kebiasaan menyusui dengan botol dan dot terutama pada waktu akan tidur menyebabkan gigi lebih lama kontak dengan sisi susu pormula dan menyebabkan asam yang terbentuk yang akan merusak gigi. Kecuali jika ada anggapan kadar selenium yang tinggi dalam ASI akan mencegah karies dentis.<br />6. Mengurangi kejadian maloklusi.<br />Maloklusi rahang adalah kebiasaan lidah yang mendorong ke depan akbiat menyusui dengan botol dan dot.<br />b. Manfaat untuk ibu<br />1. Aspek kesehatan ibu<br />Isapan bayi pada payudara akan merangsang terbentuknya oksitosin oleh kelenjar hipofise. Oksitosin uterus dapat mencegah terjadinya pendarahan pasca persalinan. Penundaan haid dan berukurangnya pendarahan pasca persalinan mengurangi prevalensi anemia defisiensi besi. Kejadian karsinoma mammae pada ibu yang menyusui lebih rendah dibandingkan yang tidak menyusui.<br /><br />2. Aspek keluarga berencana<br />Menyusui secara murni (ekslusif) dapat menjarangkan kehamilan. Ditemukan perataan jarak kelahiran ibu yang menyusui adalah 24 bulan, sedangkan yang tidak menyusui 11 bulan. Hormon yang mempertahankan laktasi berkerja menekan hormon untuk evolusi, sehingga dapat menunda kembalinya kesuburan. Ibu yang sering hamil kecuali terjadi beban bagi ibu sendiri, juga merupakan resiko tersendiri bagi ibu untuk mendapatkan penyakit seperti anemia, resiko kesakitan dan kematian akibat persalinan.<br /><br />3. Aspek psikologis<br />Keuntungan menyusui bukan hanya bermanfaat untuk bayi, tetapi juga untuk ibu. Ibu akan merasa bangga dan diperlukan, rasa yang dibutuhkan oleh semua manusia.<br /><br />c. Manfaat untuk keluarga<br />1. Aspek ekonomi<br />ASI tidak perlu dibeli, sehingga dana yang seharusnya digunakan untuk membeli susu formula dapat digunakan untuk keperluan lain. Kecuali itu, penghematan disebabkan karena bayi yang dapat ASI lebih jarang sakit sehingga mengurangi biaya berobat.<br />2. Aspek psikologis<br />Kebahagiaan keluarga bertambah, karena kelahiran lebih jarang, sehingga suasana kejiwaan ibu baik dan dapat mendekatkan hubungan bayi dengan keluarga.<br />3. Aspek kemudahan<br />Menyusui sangat praktis, karena dapat diberikan dimana saja dan kapan saja. Keluarga tidak perlu repot menyiapkan air masak, botol dan dot yang harus selalu dibersikan, tidak perlu minta pertolongan orang lain.<br /><br />d. Manfaat untuk negara<br />1. Menurunkan angka kesakitan dan kematian anak<br />Adanya faktor proteksi dan nutrien yang sesuai dalam ASI menjamin status gizi bayi baik serta kesakitan dan kematian anak menurun. Beberapa penelitian epidemiologis menyatakan bahwa ASI melindungi bayi dan anak dari penyakit infeksi, misalnya diare, otitis media, dan infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah.<br />2. Mengurangi subsidi untuk rumah sakit<br />Subsidi untuk rumah sakit berkurang, karena rawat gabung akan memperpendek lama rawat ibu dan bayi, mengurangi komplikasi persalinan dan infeksi nosokomial serta mengurangi biaya yang diperlukan untuk perawatan anak sakit. Anak yang mendapatkan ASI lebih jarang dirawat di rumah sakit dibandingkan anak yang mendapatkan susu formula.<br />3. Mengurangi devisa untuk membeli susu formula<br />ASI dapat dianggap sebagai kekayaan nasional. Jika semua ibu menyusui, diperkirakan dapat menghemat devisa sebesar Rp.8,6 milyar yang seharusnya dipakai untuk membeli susu formula.<br />4. Meningkatkan kualitas generasi penerus bangsa<br />Anak yang mendapatkan ASI dapat tumbuh kembang secara optimal, sehingga kualitas generasi penerus bangsa akan terjamin.<br />2.3 Sifat-Sifat Unggul ASI<br />Menurut Wiryo (2000:17) sifat-sifat unggul yang terkandung dalam ASI adalah sebagai berikut:<br />a. Makanan alam (natural), ideal dan psikologik.<br />b. Mengandung nutrien yang lengkap dengan komposisi yang sesuai untuk keperluan pertumbuhan bayi yang sangat cepat, yaitu pada bulan pertama berat badan dapat bertambah dengan kira-kira 30%.<br />c. Nutrien selalu diberikan dalam keadaan segar dengan suhu yang optimal dan bebas dari kuman patogen.<br />d. Mengandung zat anti (anti body) dan zat yang dapat mempercepat pembentukan kekebalan. ASI mengandung faktor zat anti yaitu : faktor sesuler (Limfosit, netrofil, makrofag) dan faktor humoral (imunoglobulin Slg.A, laktoferin, lisosim, dan faktor bifidus). Faktor seluler terutama banyak terdapat pada kolostrum. Makrofag mengadakan fagositosis kolostrum dan ASI juga mengandung berbagai jenis hormon yang mempunyai efek terhadap pertumbuhan dan perkembangan susu yaitu hormon Epidermal Growth Factor (EGF) dan prostaglandin.<br />Secara teoritis ASI tidaklah cukup mengandung kalori bagi pertumbuhan bayi yang normal setelah usia 3 – 6 bulan (Jeliffe, 1979). <br />e. ASI mengandung asam lemak tidak jenuh yaitu asam decosa hexaenoic yang sangat berguna untuk pertumbuhan sel saraf, axon dan dendrit sehingga pertumbuhan otak dan mata menjadi sempurna. Zat tersebut merupakan salah satu variabel sangat penting untuk meningkatkan IQ seseorang. Sebagaimana diketahui otak tumbuh dengan optimal sampai bayi berumur 2 tahun.<br />2.3.1 ASI cukup untuk bayi bila :<br />Menurut Wiryo (2002:17) ASI cukup untuk bayi jika terdapat hal-hal seperti dibawah ini: <br />Berat badan waktu lahir telah tercapai kembali sekurang-kurangnya pada akhir 2 minggu setelah lahir dan selama itu tidak terjadi penurunan berat badan yang lebih dari 10 %.<br />Kurva pertumbuhan berat badan memuaskan, yaitu menunjukan kenaikan berat badan sebagai berikut : selama triulan ke 1 : kenaikan berat badan 150-250 gr setiap minggu; selama triulan ke 2 : 500-600 gr setiap bulan; selama triulan ke 3 : 350-450 gr setiap bulan; selama triulan ke 4 : 250-350 gr setiap bulan; atau berat badan menjadi 2 kali lipat berat badan waktu lahir pada umur 4-5 bulan dan tiga kali lipat pada umur satu tahun.<br />Kecukupan ASI dapat pula dirasakan oleh ibu (subyektif), sebagai berikut : bayi tampak puas dan tidur nyeyak setelah menyusu dan ibu merasa perubahan tegangan pada payudara sebelum dan sesudah menyusu, dan merasakan pengaliran ASI yang cukup selama menyusui.<br /><br />2.4 Fisiologi Laktasi<br />Proses pembentukan ASI dipengaruhi oleh kerja sistem hormon di dalam tubuh. Terdapat 3 proses pembentukan ASI, yaitu mamogenesis atau pertumbuhan kelenjar susu, laktogenesis atau permulaan sekresi air susu, dan galaktorpoesis atau permulaan sekresi air susu, dan galaktopoesis atau kelangsungan produksi ASI. Sekresi telah dimulai pada trimester pertama kehamilan dibawa pengaruh hormon prolaktin dan dukungan oleh hormon lain dari lipofisis, ovarium, tiroid, adrenal, dan pankreas. (<a href="http://www.mkionline.net/">www.mkionline.net</a>, 2004).<br />Pada waktu kelahiran, dengan lahirnya plasenta, hormon plancental lactogen akan menghilang dalam beberapa jam. Demikian juga konsentrasi hormon esrogen dan progesterone mendadak menurun, sedangkan konsentrasi hormon prolaktin tetap tinggi. Penurunan kadar hormon estrogen dan progesterone dalam sirkulasi menyebabkan hilangnya hambatan terhadap hormon prolaktin dan peristiwa ini mengawali laktasi. Kerja sebagai sistem hormon di dalam tubuh dalam tubuh dapat berlangsung optimal apabila zat-zat gizi terdapat dalam jumlah yang adekuat, sehingga dapatlah disimpulkan status gizi ibu menyusui harus dalam keadaan optimum. (<a href="http://www.mkionline.net/">www.mkionline.net</a>, 2004).<br /><br />2.5 Anatomi Payudara Dan Proses Pembentukan ASI<br />Menurut Roesli (2000:18) payudara wanita dibagi menjadi 2 bagian yaitu: bagian luar (eksternal) dan bagian dalam (internal).<br />Bagian luar terdiri dari :<br />· Sepasang buah dada yang terletak di dada.<br />· Puting susu.<br />· Daerah kecokelatan disekitar puting susu (areola mammae).<br /><br />Bagian dalam terdiri dari empat jaringan utama :<br />· Kelenjar susu (mammary alveoli) merupakan pabrik susu.<br />· Gudang susu (sinus lactiferous) yang berfungsi menampung ASI, terletak di bawah daerah bawah daerah kecokelatan di sekitar puting susu.<br />· Saluran susu (ductus lactiferous) yang mengalirkan susu dari pabrik susu ke gudang susu.<br />· Jaringan penunjang dan pelindung, seperti jaringan ikatdan sel lemak yang melindungi.<br /> Air susu ibu diproduksi/dibuat oleh jaringan kelenjar susu atau pabrik ASI. Kemudian disalurkan melalui saluran susu ke dalam gudang susu yang terdapat di bawah daerah yang berwarna gelap/coklat tua disekirar puting susu. Gudang susu ini sangat penting artinya, karena merupakan tempat penampungan ASI. Puting susu mengandung banyak sekali saraf sensoris sehingga sangat peka.<br /><br />A. Hormon dan Refleks yang Menghasilkan ASI <br />ASI diproduksi atas hasil kerja gabungan antara hormon dan refleks. Selama kehamilan, terjadilah perubahan pada hormon yang berfungsi mempersiapkan jaringan kelenjar susu untuk memproduksi ASI. Segera setelah melahirkan, bahkan kadang-kadang mulai pada usia kehamilan 6 bulan akan terjadi perubahan pada hormon yang menyebabkan payudara mulai memproduksi ASI. Pada waktu bayi mulai mengisap ASI, akan menjadi dua refleks yang akan menyebabkan ASI keluar pada saat yang tepat dengan jumlah yang tepat pula, yaitu refleks pembentukan/produksi ASI atau refleks prolaktin yang di rangsang oleh hormon prolaktin dan refleks pengaliran/pelepasan ASI (let down reflex).<br />Pengetahuan mengenai refleks ini akan dapat membantu ibu untuk berhasil menyusui karena akan menerangkan mengapa dan bagaimana seorang ibu dapat memproduksi ASI. <br /><br />2.6 Komposisi ASI<br />Menurut Manuaba (1998) komposisi yang terkandung dalam ASI adalah sebagai berikut:<br />a. Kolostrum Pelindungan yang Kolosat<br />“Kolostrum adalah cairan pelindungan emas, cairan pelindungan yang kaya zat anti-infeksi dan Berprotein tinggi”<br />b. ASI Transisi/Peralihan<br />· ASI peralihan adalah ASI yang keluar setelah kolostrum sampai sebelum menjadi ASI yang matang.<br />· Kadar protein makin rendah, sedangkan kadar karbonhidrat dan lemak makin meninggi.<br />· Volume akan makin meningkat.<br />c. ASI matang (mature)<br />· Merupakan ASI yang dikeluarkan pada sekitar hari ke-14 dan seterusnya, komposisi relatif konstan.<br />· Pada ibu yang sehat dengan produksi ASI cukup, ASI merupakan makanan satunya yang paling baik dan cukup untuk bayi sampai umur 6 bulan.<br />d. Perbedaan komposisi ASI dari menit ke menit<br />ASI yang keluar pada lima menit pertama dinamakan foremilk. Foremilk mempunyai komposisi yang berbeda dengan ASI yang keluar kemudian (hindmilk). Foremilk lebih encer. Hindmilk mengandung lemak 4-5 kali lebih banyak dibanding foremilk. Diduga Hindmilk inilah yang mengenyangkan bayi.<br />e. Lemak ASI makanan terbaik otak bayi<br />1. Lemak ASI, lemak yang tepat bagi bayi<br />2. Lemak ikatan panjang ASI, makanan untuk Otak<br />3. Kolestrol baik atau buruk untuk bayi<br />f. Karbohidrat ASI terasa manis dan segar<br />Coba bedakan rasa ASI dengan susu formula. Rasa ASI segar, karna laktosa ASI memang manis dan segar rasanya, sedangkan susu formula rasanya seperti tercampur aroma kaleng.<br />Karbohidrat utama ASI adalah laktosa (gula). ASI mengandung lebih banyak laktosa dibandingkan dengan susu mamalia lainya atau sekita 20-30 % lebih banyak dari susu sapi.<br />g. Protein ASI, Protein Perkasa<br />Protein adalah baku untuk tumbuh. Kualitas protein sangat penting selama tahun pertama kehidupan bayi, karena pada saat ini pertumbuhan bayi paling cepat. Air susu ibu mengandung protein khusus yang dirancang untuk pertumbuhan bayi manusia.<br />Susu sapi dan ASI mengadung dua macam protein utama, yaitu whey dan kasien (casein). Whey adalah protein yang halus, lembut, dan mudah dicerna. Kaisen adalah protein yang bentuknya kasar, bergumpal, dan sukar dicerna oleh usus bayi. .<br />h. Faktor Pelindung Dalam ASI<br />Pada waktu lahir sampai usia bayi beberapa bulan bayi belum dapat membentuk kekebalan sendiri secara sempurna. ASI mampu memberikan perlindungan secara aktif maupun pasif. ASI tidak saja menyediakan perlindungan yang unik terhadap infeksi dan alergi., tetapi juga merangsang perkembangan sistim kekebalan bayi itu sendiri. ASI memberikan zat kekebalan yang belum di dapat oleh bayi. Dengan adanya zat anti infeksi dari ASI maka bayi ASI Eksklusif akan terlindung dari berbagai macam infeksi, baik yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur atau parasit. ASI juga ternyata mengandung zat anti infeksi, antara lain :<br />1. Sel darah putih<br />2. Imonoglubulin atau antibiotika alamia<br />3. Imunisasi aktif dan pasif oleh ASI<br />4. Sistem perlindungan tubuh yang selalu diperbaharui<br />i. Vitamin, Meniral dan zat besi ASI<br />ASI merupakan zat nutrisi yang bersifat unik, karena sebagian besar zat yang ada dalam ASI dapat dipergunakan oleh tubuh. Berikut ini perbandingan ASI dengan susu formula :<br />· ASI mengandung vitamin dan mineral yang lengkap.<br />· Kadar mineral ASI relatif rendah, tetapi cukupuntuk bayi sampai umur 6 bulan.<br />· Hampir semua vitamin dan mineral dalam ASI akan diserap oleh tubuh bayi.<br />· Zat makanan yang tidak diserap oleh bayi akan memperberat kerja usus.<br />· Satu hal yang menyebabkan ASI efisien adalah jumlah zat-zat ini akan berubah secara otomatis sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan bayi saat itu.<br /><br />2.7 Keuntungan dan Kerugian pemberian ASI<br />Menurut Manuaba (1998) keuntungan dan kerugian pemberian ASI adalah sebagai berikut:<br />1. Memberikan ASI sesuai dengan tugas seorang ibu, sehingga dapat meningkatkan martabat wanita dan sekaligus meningkatkan kualitas sumber daya manusia.<br />2. ASI telah disiapkan sejak mulai kehamilan sehingga sesuai dengan kebutuhan tumbuh kembang bayi.<br />3. ASI mempunyai kelebihan dalam susunan kimia, komposisi biologis dan mempunyai substansia spesifik untuk bayi.<br />4. ASI siap setiap saat untuk diberikan pada bayi dengan sterilitas yang terjamin.<br />5. ASI dapat disimpan selama 8 jam tanpa perubahan apapun, sedangkan susu botol hanya cukup 4 jam.<br />6. Karena bersifat spesifik, maka pertumbuhan bayi baik dan terhindar dari beberapa penyakit tertentu.<br />7. Ibu yang siap memberikan ASI mempunyai keuntungan :<br />· Terjadi laktasi amenorea, dapat bertindak sebagai metode KB dalam waktu relatif 3 sampai 4 bulan.<br />· Mempercepat terjadinya involusi uterus.<br />· Pemberian ASI mengurangi kejadian karsinoma mammae.<br />· Melalui pemberian ASI kasih sayang ibu terhadap bayi lebih baik sehingga menumbuhkan hubungan batin lebih sempurna.<br />8. Bayi mengukur sendiri rasa laparnya sehingga metode pemberian ASI dengan jalan call feeding.<br /><br /><br />Sedangkan kerugian pemberian ASI adalah :<br />Waktu pemberian ASI tidak terjadwal, tergantung dari bayinya.<br />Kesiapan ibu untuk memberikan ASI setiap saat.<br />Terdapat kesulitan bagi ibu yang bekerja di luar rumah.<br /><br />2.8 Larangan untuk Memberikan ASI<br />Menurut Manuaba (1998) larangan untuk memberikan ASI yaitu: Sekalipun upaya untuk memberikan ASI digalakkan tetapi pada beberapa kasus pemberian ASI tidak dibenarkan.<br />1. Faktor dari ibu<br />· Ibu dengan penyakit jantung yang berat, akan menambah beratnya penyakit ibu.<br />· Ibu dengan pre-eklampsia dan eklampsia, karena banyaknya obat-obatan yang telah diberikan, sehingga dapat mempengaruhi bayinya.<br />· Penyakit infeksi berat pada payudara, sehingga kemungkinan menular pada bayinya.<br />· Karsinoma payudara mungkin dapat menimbulkan metastasis.<br />· Ibu dengan psikosis, dengan pertimbangan kesadaran ibu sulit diperkirakan sehingga dapat membahayakan bayi.<br />· Ibu dengan infeksi virus.<br />· Ibu dengan TBC atau lepra.<br /><br />2. Faktor dari bayi<br />· Bayi dalam kejang-kejang, yang dapat menimbulkan bahaya aspirasi ASI.<br />· Bayi yang menderita sakit berat, dengan pertimbangan dokter anak tidak dibenarkan untuk mendapatkan ASI.<br />· Bayi dengan berat badan lahir rendah, karena refleks menelannya sulit sehingga bahaya aspirasi mengancam.<br />· Bayi dengan cacat bawaan yang tidak mungkin menelan (labiokisis, palatognatokisis, labiognatopalatokisis)<br />· Bayi yang tidak dapat menerima ASI, penyakit metabolisme seperti alergi ASI.<br />Pada kasus tersebut diatas untuk memberikan untuk memberikan ASI sebaiknya dipertimbangkan dengan dokter anak.<br /><br />Keadaan patologis pada payudara<br />Pada stagnasi ASI yang dapat menimbulkan infeksi dan abses dapat dihindari. Sekalipun demikian masih ada keadaan patologis payudara yang memerlukan konsultasi dokter sehingga tidak merugikan ibu dan bayinya. Keadaan patologis yang memerlukan konsultasi adalah :<br />· Infeksi payudara<br />· Terdapat abses yang memerlukan insisi<br />· Terdapat benjolan payudara yang membesar saat hamil dan menyusui<br />· ASI yang bercampur dengan darah<br /><br /><br /><br />2.9 Kerugian Air Susu Buatan<br />Menurut Sigit Sidi (2004) adapun kerugian dalam air susu buatan atau formula yaitu:<br />Air susu buatan atau formula mempunyai beberapa kerugian yaitu :<br />1. Pengenceran yang salah<br />Mengencerkan susu formula tidaklah muda. Tidak semua ibu dapat mengencerkan susu formula seperti aturan yang seharusnya. Pengenceran yang salah dapat diartikan dua hal, yaitu melarutkan susu formula lebih encer dari seharusnya, atau lebih peka dari seharusnya. Keduanya akan menimbulkan masalah pada bayi dan anak. Penyebabnya adalah aturan yang tertera pada label kaleng susu formula tidak dapat dimengerti ibu-ibu. Pelarutan lebih peka dari seharusnya dapat mengakibatkan Hipotermi, Obesitas, Hepertensi, dan Enterokolitis nekrotikans.<br /><br />2. Kontaminasi mikroorganisme<br />Pembuatan susu formula di rumah tidak menjamin bebas kontaminasi mikroorganisme patogen. Penelitian menunjukan bahwa banyak susu formula terkontaminasi oleh mikroorganisme patogen.<br /><br />3. Menyebabkan alergi<br />Kejadian alergi susu sapi bukannya tidak jarang, prevalensinya dilaporkan antara 0,5-1 %, tetapi tidak banyak petugas kesehatan yang menyadarinya. Walaupun alergi susu sapi dapat menghilangkan secara spontan dalam waktu 1-2 tahun, tetapi gejalanya kadang-kadang berat bahkan dapat mengakibatkan renjatan, sehingga perlu mendapatkan perhatian. <br /><br />4. Susu sapi dapat menyebabkan diare kronis<br />Ada dugaan bahwa diare akut dapat berlanjut menjadi kronis pada anak yang minum susu sapi. Diduga kerusakan mukosa usus yang terjadi pada diare akut menyebabkan terjadinya diare kronis melalui mekanisme peningkatan absorbsi antigen melalui mukosa yang rusak yang selanjutnya terjadi sensitisasi terhadap protein susu sapi dan terjadi enteropati yang akibatnya akan memperberat kerusakan mukosa. Kerusakan mukosa juga mengakibatkan intoleransi lactose karena defisiensi enzim laktose.<br /><br />5. Penggunaan susu formula dengan indikasi yang salah<br />Saat ini banyak susu formula yang beredar di pasaran. Ada yang diantaranya digunakan untuk penyakit tertentu atau keadaan tertentu. Sering terjadi kekeliruan penggunaan jenis susu formula tertentu, kerena ketidaktahuan indikasi penggunaannya.<br /><br />6. Tidak mempunyai manfaat yang sama seperti ASI<br />Dari uraian manfaat ASI di atas dapatlah dikatakan bahwa kekurangan lain dari susu formula adalah, bahwa susu formula tidak mempunyai manfaat seperti halnya ASI. Jadi air susu buatan/formula :<br />· Nutriennya tidak sesempurna ASI<br />· Tidak mengandung zat protektif<br />· Mudah menimbulkan alergi<br />· Lebih mudah menimbulkan karies dentis<br />· Lebih mudah menimbulkan maloklusi<br />· Kurang menimbulkan efek psikologis yang menguntungkan<br />· Tidak merangsang involusi rahim<br />· Tidak berefek menjarangkan kehamilan<br />· Tidak mengurangi insiden karsinoma mammae<br />· Tidak praktis<br />· Tidak ekonomis<br />· Bagi negara menambah beban anggaran yang harus dikeluarkan untuk membeli susu formula, biaya perawatan ibu dan anak.<br /><br />Tabel 2.1<br />Perbedaan antara ASI, Susu Sapi dan Susu Formula<br /><br />Properti<br />ASI<br />Susu Sapi<br />Susu Formula<br />Kontaminan Bakteri<br />Tidak ada<br />Mungkin ada<br />Mungkin ada bila dicampurkan<br />Faktor anti infeksi<br />Ada<br />Tidak ada<br />Tidak ada<br />Faktor pertumbuhan<br />Ada<br />Tidak ada<br />Tidak ada<br />Protein<br />Jumlah sesuai dan mudah dicerna<br />Terlalu banyak dan sukar dicerna<br />Sebagian diperbaiki<br /><br />Kasein: whey 40:60<br />Kasien : whey 80:20<br />Disesuaikan dengan ASI<br /><br />Whey : Alfa<br />Whey : betalaktoglobulin<br /><br />Lemak<br />Cukup mengadung Asam lemak esensial (ALE), DHA dan AA Mengandung Lipase<br />Kurang ALE<br /><br /><br />Tidak ada lipase<br />Kurang ALE tidak ada DHA dan AA<br /><br />Tidak ada lipase<br />Zat besi<br />Jumlah kecil tapi mudah dicerna<br />Jumlah lebih banyak tapi tidak teresap dengan baik<br />Ditambahkan ekstra tidak diserap dengan baik<br />Vitamin<br />Cukup<br />Tidak cukup vitamin A dan vitamin C<br />Vitamin ditambahkan<br />Air<br />Cukup<br />Perlu pertambahan<br />Mungkin perlu ditambah<br /><br />(Sigit Sidi, 2004)<br /><br />TIPS KEBERHASILAN PEMBERIAN ASI EKSLUSIF<br />Menurut Roesli (2000) Langkah-langkah yang terpenting dalam persiapan keberhasilan menyusui secara ekslusif meliputi sebagai berikut :<br />Tujuh Langkah Keberhasilan ASI Ekslusif<br />Mempersiapkan payudara, bila diperlukan.<br />Mempelajari ASI dan tatalaksana menyusui.<br />Menciptakan dukungan keluarga, teman, dan sebagainya.<br />Memilih tempat melahirkan “seperti rumah sakit sayang bayi” atau “rumah bersalin sayang bayi”.<br />Memilih tenaga kesehatan yang mendukung pemberian ASI secara ekslusif.<br />Mencari ahli persoalan menyusui seperti klinik laktasi dan atau konsultasi laktasi (Lactation consultan), untuk mempersiapkan apabila kita menemui kesukaran.<br />Menciptakan suatu sikap yang positif tentang ASI dan menyusui.<br />2.10 Kerugian-Kerugian yang Potensial dari Pengenalan Makanan Tambahan Terlalu Dini<br />Beberapa akibat yang kurang baik dari pengenalan makanan tambahan yang dini menurut Suharjo (2003:82) adalah sebagai berikut :<br />1. Gangguan Penyusuan.<br />2. Beban Ginjal yang berlebihan dan hiperosmolitas.<br />3. Alergi terhadap makanan.<br />4. Gangguan Selera Makan.<br />5. Bahan Makanan Tambahan yang merugikan.<br />· Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI tidak eksklusif<br />1. Pendidikan<br />Menurut Paiman Soeparmanto, dkk tahun 2001 menyatakan bahwa ibu-ibu berpendidikan SD belum tamat dan tamat mempunyai kemungkinan menyusui secara ekslusif 6 kali dibandingkan dengan ibu yang tidak tamat dan ibu-ibu juga mempunyai kemungkinan menyusui ASI ekslusif 4 kali dibandingkan dengan ibu-ibu yang tidak tamat SMP dan SMA. (<a href="http://www.google.com/">www.google.com</a>).<br />Berdasarkan penelitian Herasdiana tahun 2002 menunjukan bahwa ibu yang ibu yang berpendidikan memberikan ASI secara ekslusif. Sedangkan ibu yang berpendidikan rendah cenderung memberikan ASI tidak ekslusif. (Dep.Kes, 2002).<br /><br />2. Pekerjaan<br />Menurut Paiman Soeparmanto, dkk tahun 2001 menunjukkan bahwa proporsi pemberian ASI ekslusif oleh ibu dengan status pekerjaan buruh, karyawati, pekerja tak dibayar sebesar 69,8%. Sedangkan yang berusaha sendiri dan berusaha dibantu buruh proporsinya hampir sama yaitu 57,0% dan 63,5%. (<a href="http://www.google.com/">www.google.com</a>).<br />Hasil penelitian Herasdiana tahun 2002 menunjukan bahwa ibu yang bekerja memberikan ASI tidak ekslusif sebesar 41,18% dan ibu yang tidak bekerja memberikan ASI secara ekslusif sebesar 56,10% hal ini disebabkan karena ibu tidak bekerja ASI yang ada tidak mencukupi. (Dep.Kes, 2002).<br /><br />3. Akses Media Massa<br />Menurut Paiman Soeparmanto, dkk tahun 2001 menyatakan bahwa ibu-ibu yang dapat membaca dan mendengar proporsi pemberian ASI ekslusif sebesar 68,7% lebih besar dari pada ibu-ibu yang tidak membaca dan mendengar (67,13%). (<a href="http://www.google.com/">www.google.com</a>).<br />Promosi di media masa mengenai ASI dari 10 tahun terakhir menyatakan bahwa pesan-pesan umum yang mempromosikan manfaat ASI tidak bermanfaat sehingga menyebabkan pemberian ASI kurang optimal karena itu ibu memerlukan informasi dan lingkungan untuk menyusui dengan benar. (Manajemen Pelayanan Mandiri 2006).<br /><br /><br /><br />· Faktor-faktor lain yang berhubungan pemberian ASI tidak eksklusif<br />1. Umur Ibu<br />Menurut Paiman Soeparmanto, dkk, disimpulkan bahwa semakin bertambah umur ibu semakin kecil proporsi menyusui ASI ekslusif. Proporsi terbesar terdapat pada umur 21-30 tahun, yaitu 69,5%. Tetapi proporsi menyusui ASI ekslusif pada umur 41 tahun atau lebih proporsinya 64,4%.Jadi tampak keberanian untuk menyusui bayi tidak ragu-ragu lagi bagi ibu-ibu yang relatif tua umurnya.(<a href="http://www.google.com/">www.google.com</a>).<br /><br />2. Estetika<br />Hasil penelitian menunjukan bahwa ibu-ibu alasan tidak memberikan ASI eksklusif karena takut di tinggal suami akibat mitos yang salah yaitu menyusui akan mengubah bentuk payudara menjadi jelek. (Roesli, 2000).<br /><br />3. Paritas<br />Menurut Paiman Soeparmanto, dkk, proporsi menyusui ASI ekslusif pada ibu yang mempunyai 3 anak atau lebih sebesar 70,2%. Jumlah ini lebih besar dari pada yang mempunyai 1-2 anak yaitu67,7%. (<a href="http://www.google.com/">www.google.com</a>).<br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB III<br />KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL<br />DAN HIPOTESIS<br /><br />3.1 Kerangka Konsep<br />Berdasarkan pendekatan penelitian Paiman Soeparmanto, dkk tahun 2001 maka kerangka konsep penelitian dapat dikemukakan sebagai berikut :<br /><br />Variabel Independen Variabel Dependen<br /><br />3.2 Definisi Operasional<br />3.2.1 Variabel Dependen<br />I. Pemberian ASI tidak Ekslusif<br />Pengertian : Memberikan makanan tambahan selain ASI pada usia sebelum 6 bulan<br />Cara Ukur : Wawancara<br />Alat Ukur : Quesioner, yang terdiri dari 7 pertanyaan<br />Hasil Ukur : 1. ASI tidak ekslusif : jika ibu memberikan makanan selain ASI pada usia sebelum 6 bulan<br />ASI ekslusif : jika ibu memberikan ASI saja sampai usia 6 bulan.<br />Skala Ukur : Ordinal<br /><br />3.2.2 Variabel InDependen<br /> Pendidikan<br />a. Pengertian : Jenjang pendidikan formal ibu yang pernah diselesaikan ibu<br />b. Cara Ukur : Wawancara<br />c. Alat Ukur : Quesioner, yang terdiri dari 1 pertanyaan<br />d. Hasil Ukur : 1. Rendah < SMU<br />2. Tinggi > SMU<br />e. Skala Ukur : Ordinal<br /><br />Pekerjaan Ibu<br />a. Pengertian : Suatu aktivitas/kegiatan yang dilakukan ibu untuk memperoleh penghasilan guna menafkahi hidup.<br />b. Cara Ukur : Wawancara<br />c. Alat Ukur : Quesioner, yang terdiri dari 2 pertanyaan<br />d. Hasil Ukur : 1. Bekerja<br />2. Tidak bekerja<br />e. Skala Ukur : Ordinal<br />Akses Media Massa<br />Pengertian : Informasi tentang ASI ekslusif yang di dapat ibu dari media cetak atau media elektronik.<br /> Cara Ukur : Wawancara<br />Alat Ukur : Quesioner, yang terdiri dari 2 pertanyaan<br />Hasil Ukur : 1. Tidak terakses, jika ibu tidak mendapatkan informasi melalui media massa.<br />2. Terakses, jika ibu mendapatkan informasi melalui media massa.<br />Skala Ukur : Ordinal<br /><br />3.3 Hipotesis<br />- Adanya hubungan antara faktor pendidikan dengan pemberian ASI tidak ekslusif di Poli KIA RSUD Cibinong Bogor Tahun 2008.<br />- Adanya hubungan antara faktor pekerjaan dengan pemberian ASI tidak ekslusif di Poli KIA RSUD Cibinong Bogor Tahun 2008.<br />- Adanya hubungan antara faktor akses media massa dengan pemberian ASI tidak ekslusif di Poli KIA RSUD Cibinong Bogor Tahun 2008.<br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB IV<br />METODE PENELITIAN<br /><br />4.1 Desain Penelitian<br />Penelitian adalah suatu upaya untuk memahami dan memecahkan masalah secara ilmiah, sistimatis dan logis. (Notoatmodjo, 2002: 24).<br />Penelitian ini bersifat survei analitik dengan pendekatan Cross Sectional dimana pemberian ASI tidak eksklusif dan pendidikan, pekerjaan, dan akses media masa yang dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan.<br /><br />4.2 Populasi dan Sampel Penelitian<br />4.2.1 Populasi Penelitian<br />Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Notoatmdjo, 2002: 79).<br />Ibu-ibu yang mempunyai bayi usia 6-12 bulan di Poli KIA RSUD Cibinong Bogor Tahun 2008.<br /><br />4.2.2 Sampel Penelitian<br />Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. (Notoatmodjo, 2002: 79).<br />Dari populasi yang berjumlah didapatkan sampel sebanyak 51 orang, sampel diambil secara Random dengan teknik accidental sampling yaitu pengambilan sampel yang dilakukan dengan cara mengambil kasus atau responden yang kebetulan ada dan tersedia di RSUD cibinong Bogor, pada saat imunisasi. Dengan cara setiap ibu yang mengajak bayinya ke dicatat sebagai sample selanjutnya ibu yang baru dating dicatat di nomor selanjutnya sampai berjumlah 51 orang Dari jumlah populasi diambil beberapa orang ibu untuk dijadikan sampel dengan rumus :<br />n =<br />Keterangan :<br />N = Besar populasi<br />n = Besar sampel<br />d = Tingkat kepercayaan (0,05)<br /><br />4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian<br />4.3.1 Lokasi Penelitian<br />Lokasi penelitian diambil di Poli KIA RSUD Cibinong Bogor Tahun 2008.<br /><br />4.3.2 Waktu Penelitian<br />Penelitian dilaksanakan tanggal januari –februari 2009.<br /><br />4.4 Teknik Pengumpulan Data<br />4.4.1 Data Primer diperoleh dari :<br />Pengamatan langsung dan wawancara, berstruktur dalam bentuk pengisian quesioner pertanyaan yang telah disiapkan.<br />4.4.2 Data Sekunder diperoleh dari :<br />Data laporan dari Poli KIA RSUD Cibinong Bogor dan BPS (Badan Pusat statistik).<br /><br />4.5 Instrumen Pengumpulan Data<br />Instrumen pengumpulan data menggunakan quesioner<br /><br />4.6 Pengolahan Data<br />4.6.1 Coding (Pengkodean)<br />Memberikan kode pada lembar jawaban<br />4.6.2 Editing (Pengeditan Data)<br />Meneliti kembali apakah isian pada lembar quesioner sudah cukup baik yang dapat segera diproses lebih lanjut.<br />4.6.3 Entry Data atau Tabulasi (Pemasukan Data)<br />Memasukkan data secara manual dalam bentuk table menurut karakter, sifat tertentu.<br />4.6.4 Cleaning Data (Pembersihan Data)<br />Memasukkan data secara manual dalam bentuk tabel<br /><br />4.7 Analisa Data<br />Data yang disajikan dengan mendistribusikan melalui analisis Univariat dan Bivariat.<br />4.7.1 Analisis Univariat<br />Data dianalisa dengan distribusi frekuensi yang dilakukan terhadap pendidikan, pekerjaan, dan akses media massa serta pemberian ASI tidak eksklusif.<br />4.7.2 Analisis Bivariat<br />Data hubungan antara pendidikan, pekerjaan serta akses media massa dan pemberian ASI tidak eksklusif dianalisa dengan menggunakan uji statisik chi-square atau chi-square test (test x kuadrat) menyatakan asosiasi hubungan dua variabel.<br />Rumus chi-square hitung :<br /></div>ridwanhttp://www.blogger.com/profile/02054077052225308649noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2237078163584498698.post-63873765491699223482008-11-05T20:50:00.000-08:002008-11-05T20:53:33.542-08:00keperawatan keluargaridwanhttp://www.blogger.com/profile/02054077052225308649noreply@blogger.com0